The Crow-ling part 1


Well, aku akan memulainya. Sebuah Cerita yang mungkin tak pernah terbayang sebelumnya, sebuah cerita yang akan merubah segalanya tentang kehidupanku, mungkin yang jauh lebih buruk dari sebuah fantasy terkelamku. Cerita tentang makhluk yang awalnya ku pikir hanya sebuah lelucon dari mulut-mulut usil, aku menyebutnya dengan “The Crow” yang lain menyebutnya dengan “The-Crow’ling”.


Semua ini di mulai saat liburan Musim panas, sekolah mengadakan perjalanan berwisata ke sebuah Kota Tua, butuh waktu setidaknya 8 jam untuk sampai disana, sebelumnya aku tidak pernah berpikir untuk mengikutinya, mengingat aku memiliki agenda berlibur bersama keluargaku, sampai ayahku yang dengan seenaknya mengatakan dia harus pergi ke luar Negri untuk satu alasan yang paling ku benci, “Pekerjaan” Hingga terpaksa akhirnya aku harus ikut dalam agenda Sekolah.



Aku memiliki satu kebiasaan unik dari dulu, meskipun bila kau melihatku tampaknya aku terlihat bukan seperti gadis Feminim, namun aku memiliki kebiasaan layaknya gadis yang sangat Feminim, yaitu menulis semua Cerita keseharianku dalam sebuah buku Harian kecil. 



Mungkin terdengar klise, namun aku menulis itu semua sebagai pengingat dari setiap kepingan kenangan yang pernah ku lalui, alasan yang paling tepat adalah karena aku memiliki penyakit langka yang mungkin masih asing di telinga kalian, yaitu Amnesiather, seperti Amnesia, namun memiliki perbedaan dari tingkatan stress ketika melupakan sesuatu yang penting.



Aku bisa melihat Sebuah Bus kuning besar, sedang terparkir di depan rumahku, dan saat itu aku seolah tahu apa yang akan di katakan oleh ibuku. “Janine, kau sudah siap Nak, sepertinya teman-temanmu sudah tiba" ucapnya sembari memberikanku Tas, dan mengantarku berjalan ke halaman Rumah.



Aku bisa melihat semua teman-teman menatapku dengan senyuman khas mereka, aku menyambutnya dengan senyuman tipis, sebelum aku mulai meninggalkan ibuku yang berniat untuk mencium keningku, namun aku mengalihkan dahiku sebelum bibir hangat itu menyentuhnya. Aku memang merasa bersalah setelah itu, namun aku bukanlah bocah kecil lagi. Terlebih dia akan melakukanya di depan teman-temanku, aku sangat malu. Namun ibu tampak mengerti, terlihat dari bagaimana dia membelai kepalaku. Dengan pelan, aku mulai duduk di tepian jendela Bus. menatapnya, ketika Bus mulai melaju pelan, meninggalkan sosoknya yang terus melambai ke arahku.



Aku duduk dengan teman sebangkuku, Grisia, gadis berambut pendek manis yang tidak terlalu ku kenal, mungkin aku mengenalnya begitu juga denganya, namun kami tidak begitu akrab, atau lebih tepatnya aku yang tidak benar-benar punya teman yang akrab denganku.
Untuk beberapa saat, aku berusaha menikmati perjalanan itu. 



-14 Januari pukul 08.30 pagi.



Aku mengeluarkan catatan kecil, dan sebuah pena, kemudian mulai menulis kegiatan pagiku, tidak banyak, karena ayahku sudah berangkat sebelumnya, hanya kejadian saat sarapan bersama ibuku, dimana dia menjelaskan apa saja isi tas yang dia persiapkan untukku. 
Grisia melirikku beberapa kali, tampaknya dia ingin tahu apa yang selama ini ku lakukan dengan buku kecil itu. Aku hanya meringis memandangnya, berusaha meyakinkanya tidak ada yang aneh dari kertas ini, hanya sebuah catatan tak berarti.



Ku sadari, Bus mulai melaju di jalanan lurus, di Tepian sebuah jurang, cukup aman dengan pemandangan yang memukau, aku bisa melihat tebing-tebing dengan pepohonan lebat disana-sini, aku dan Grisia, begitu terpukau dengan semua ini. Aku pikir, berlibur dengan semua teman-teman sekolahku bukan ide yang terlalu buruk.



Oh, untuk guru pembimbing kami, ada 3 orang dalam rombongan, Sir Redolf, Nona Anita, dan Mr. Glegorry, mereka adalah guru, guru pengajar di sekolah kami. 
Sir Redolf adalah guru Olahraga, sementara Nona Anita adalah pengajar sastra bahasa kami, sedangkan Mr. Glegory adalah wakil kepala sekolah sekaligus guru Sejarah kami.



Bus mulai menuruni jalanan yang berliku, kemudian melewati sisi dalam hutan, tidak ada lagi Bukit indah yang bisa kami pandang, kini hanya pohon–pohon besar yang bisa aku saksikan, semua Murid tampak asyik dengan obrolan mereka masing-masing, aku dan Grisia masih terlalu sungkan untuk saling bercakap-cakap, namun saat kami dalam keadaan kaku itu, kami di kejutkan dengan sebuah Sentakan yang membuat Bus tiba-tiba terpelanting, namun Sopir dengan cekatan mengerem, hingga Ban berderit kencang.. sebelum akhirnya benar-benar berhenti.



Aku dan semua murid, serta Guru pengawas tampak Shock, dan mulai melihat ke sisi jendela luar tentang apa yang terjadi.
Sopir berjalan keluar untuk beberapa saat, dan Mr. Glegory tampak menenangkan kami yang masih terkejut akibat apa yang baru saja menimpa kami. Bus berhenti tepat di jalanan yang Sepi senyap, lebih tepatnya jalur dalam Hutan.



Sir Redolf berjalan masuk dan tampak berbincang-bincang dengan Nona Anita, sesekali mereka melirik kea rah kami, tampaknya dari percakapan mereka, aku bisa mengira-ira ada yang salah dengan Ban-nya, mungkin pecah. 
Beberapa saat, Mr. Glegory akhirnya berbicara dengan kami, dia mengatakan Bus mengalami kendala dengan Ban-nya namun tidak perlu ada yang khawatir, karena Sopir sedang berusaha menggantinya dengan Ban cadangan. Mr. Glegory dan Sir Redolf melangkah keluar, dan Nona Anita mencoba mencairkan suasana tegang, yang di sambut “Uhuuu—uu ” oleh semua murid.



Aku mulai bosan dengan semua ini, setidaknya sudah 10 menit kami ada disini, namun waktu terasa begitu lama, aku baru saja menulis kejadian ini di buku harianku, saat Grisia menepuk bahuku.



“Roti?” tawarnya.



Aku menolaknya, karena perutku masih terlalu penuh dengan sarapan pagiku, dia tampak mengerti dan memasukkanya kembali di tasnya. Kami terlibat dalam keadaan canggung kembali.
Sampai dia tiba-tiba mengatakan. “Janine, kau suka dengan sebuah Cerita?” ucapnya tampak ragu-ragu memandangku.



“Cerita?!” aku mengulanginya.



“Eh ya, Cerita Seram mungkin. Daripada kita bengong seperti ini”



Aku menatapnya sungkan, namun melihat dia mencoba berusaha akrbab denganku membuatku harus menyambutnya, jadi aku mengatakan, “Tentu saja, kau punya?” dengan sedikit gelak tawa kecil.



“Tentu.”



Aku mulai menatap Grisia, yang mulai meletakkan tasnya di atas kursi kami, dan dia menatapku serta membenarkan posisi duduknya agar aku bisa menatap dirinya dengan gampang.



“Kau pernah mendengar tentang The Crow’-Ling?”



“The, apa? Coling?” ucapku tampak bingung.



“Bukan Janine, tapi The Crow-ling. Sang Gagak Hitam? Em, mungkin kau tampak asing, namun The Crow-ling adalah makhluk yang mengerikan seperti cerita-cerita di Creepypasta, seperti, Slanderman, Pastel Man atau Jeff?? Kau tahu mereka bukan??”



Aku sedikit bingung, namun aku sedikit mengerti dengan makhluk –makhluk yang Grisia ucapkan, hanya saja, The Crow-ling, aku belum pernah mendengarnya. Aku mulai mengangguk berusaha mengerti dan Grisia mulai melanjutkanya.



“Kabarnya, dulu ada Makhluk mengerikan yang di berikan nama The Crow-ling atau sang Gagak, dia adalah makhluk Besar, Tinggi, namun tidak memiliki wajah, tidak ada mata, hidung, telinga, hanya memiliki mulut, dia berbeda seperti Slanderman, karena kulitnya Hitam pekat keabu-abuan, dengan sayap Gagak kecil di punggung besarnya, tingginya sekitar 2 Meter lebih, dengan tangan panjang hingga menyentuh tanah.
Dia hanya memiliki mulut, namun dia tidak bisa mengatakan sesuatu dengan mulutnya, kau tahu kenapa? The Crow-ling menyimpan sesuatu di dalam mulutnya. Sesuatu yang sangat kelam, sebuah Mimpi atau mungkin Imajinasi yang buruk. 



Dia biasanya akan menemui seseorang yang akan tertimpa Kemalangan, dia akan menyentuh si Manusia Malang, dan memberitahu bahwa, sesuatu yang buruk sedang mengelilinginya. Dia menceritakan sebuah detail tentang peristiwa yang mengerikan, namun dia menceritakan detail itu, sebagai penutup Kutukanya. Kau mengerti maksudku, Janine?” Grisia menatapku yang begitu terpaku mendengarnya, sampai aku hanya diam memandangnya.



“Janine, kau mengerti bukan?” Grisia mengulanginya.



“Oh, Ya. Lalu, apa kutukanya?? Sebuah mimpi buruk, seperti apa yang Pastel Man lakukan??”



“Tidak, dia sangat berbeda seperti Pastel Man, dia lebih buruk. Karena The Crow-ling hidup dari bencana manusia yang malang. Dia menghantui Manusia malang. Tidak semua orang bisa menemuinya, atau memanggilnya, dia yang menentukan dan memilih siapa yang akan menerima Keburukanya. Dia adalah makhluk yang selalu memberikan petuah dan petunjuk tentang Musibah terburuk.”



“Tunggu dulu, dia memberitahu Musibah? Bukankah itu artinya dia baik?”



“Tidak Janine, masalahnya dia, menceritakan musibah dan kemalangan itu ketika semua sudah terjadi.”



Ku rasakan, langit mulai mendung dan aku bisa melihat, hujan mulai turun, sementara tubuhku mulai menggigil kedinginan, entah karena Cerita atau musim yang berganti namun aku tidak dapat menutupi bahwa diriku merinding mendengar ceritanya.
“Bagaimana kau tahu cerita tentang The Crow, ya??”



Grisia menatapku sangat dalam, sembari membisikkan sesuatu “ini adalah Cerita yang terkenal, kau tidak perlu tahu darimana aku mendengarnya, yang harusnya kau tanyakan adalah, kenapa aku menceritakanya kepadamu?? Itu jauh lebih Penting.”



“Apa—? Kenapa??” aku menatap wajah Grisia hingga wajah kami hanya berjarak beberapa centi meter.



“Karena dia sekarang, ada di belakangmu!!”



Brummm!! Aku berteriak kaget, saat mendengar suara Mesin berdebum-hingga semua orang menatapku.
Mr. Glegorry menatapku sembari bertanya, “kau tidak apa-apa Janine?”



“Eh, ya, ya, maafkan aku. Hanya saja"



Aku bisa melihat Grisia mencoba menahan senyum. Dan saat Mr. Glegorry sudah kembali ke tempatnya, Grisia tertawa, “seharusnya kau lihat wajahmu yang pucat itu tadi, maaf maaf!! Aku bercanda”
“tidak lucu" aku mngumpat kesal.



Bus kembali berjalan, namun—jalanan mulai terasa licin ketika hujan mulai turun, sedangkan liku jalanan setelah keluar dari Hutan adalah Jurang, meski jam menunjukkan pukul 11 Siang, namun langit sangat Gelap. Aku berharap segera keluar dari Area ini, entah kenapa tiba-tiba perasaanku sangat tidak enak, dan bila aku benar, ini semua tentang Grisia dan cerita bodohnya tentang “The Colling, The Maling atau apapun itu. Aku benar-benar kesal, namun sangat menggelitik bila aku mengingatnya.”



Bus mulai melaju kencang, saat tiba-tiba kami berada di tepian Tebing kembali, Hujan semakin deras, dan membuatku semakin khawatir, Nona Alina berkali-kali meminta agar Sopir lebih berhati-hati sementara 40 murid lain tampak asyik bercanda dan sibuk dengan gadget mereka, saat... Chittttt!!



Bus kehilangan keseimbangan, dan Semua Murid terpental tak beraturan termasuk aku—dan Grisia yang harus terlempar dari tempat duduk kami. Sopir berusaha melakukan tindakan berarti namun yang terjadi, kami mengarah langsung ke Tepian Jurang, saat itu, untuk beberapa detik. Aku melihatnya..



Sesuatu yang berdiri di tengah-tengah Badan Bus bagian dalam, berdiri seimbang dalam Kondisi Bus yang terpelanting miring, sesuatu yang tinggi sampai harus membungkuk, tanpa mata, tanpa telinga dan hidung, hanya mulut yang menyeringai menatapku.



The Crow-ling??

Part 2

0 comments:

Post a Comment

 
Top