Mantra Setan


Mantra Setan merupakan cerita menyeramkan dari Republik Ceko. Tentang sepasang anak gadis yang menemukan sebuah buku tua yang berhubungan dengan pemujaan setan dan ilmu hitam. Ketika mereka mencoba membaca salah satu mantranya, beberapa hal lalu menjadi mengerikan.

Suatu malam, seorang anak gadis bernama Anezka mengambil telepon dan menghubungi teman baiknya, Klaudie.

“Ayah-ibuku keluar nanti malam,” kata Anezka. “Bisakah kau datang sekitar jam sepuluh?”

“Tentu saja,” jawab Klaudie. “Aku akan membawa buku itu sebentar. Bye!”

Anezka menutup telepon itu dan pergi ke kamarnya untuk mempersiapkan sesuatu untuk malam itu. Kedua gadis itu telah merencanakan sesuatu yang sangat berbahaya.

Mereka berdua selalu tertarik dengan ilmu hitam dan segala ritualnya. Beberapa hari sebelumnya, Klaudie tak sengaja menemukan sesuatu yang sangat menarik di tempat sampah. Sebuah buku besar dan berat, dilapisi dengan kulit dan berisi banyak halaman bertuliskan huruf-huruf kuno.

Itu bukan buku biasa. Buku itu berisi perintah-perintah untuk pemujaan setan, ritual-ritual aneh, dan petunjuk untuk merapalkan mantra ilmu hitam. Untuk Anezka dan Klaudie, ide untuk merapalkan beberapa mantra sangat menarik. Mereka tak sabar untuk mencobanya. Ketika Klaudie menemukan buku setan itu, kedua anak gadis itu memutuskan untuk mengikuti petunjuknya dan mencoba mengundang iblis hadir dalam ritual mereka.

Sesaat setelah orangtua Anezka meninggalkan rumah malam itu, Klaudie pun tiba. Saat itu sudah pukul sepuluh lewat beberapa menit, dan kedua gadis itu segera naik ke tangga menuju ke kamar Anezka. Mereka gemetar kegirangan namun cukup berhati-hati.

Mengikuti seluruh petunjuk yang ada di buku itu, mereka menutup jendela dan menarik tirainya sehingga seluruh ruangan itu benar-benar gelap. Di tengah-tengah kamar tidurnya, Aneka telah menyiapkan sebuah meja kayu kecil. Di sana, dia menaruh sebuah lilin kecil yang menyala, dan Klaudie menaruh buku itu di meja. Kedua gadis itu lalu duduk saling berhadapan dan berpegangan tangan satu sama lain. Menatap buku itu, mereka mulai membacanya bersama.

“In nomine Dei nostri Satanas Lucifer Excelsa! Dalam nama Setan, penguasa bumi, Raja dari dunia, yang memerintahkan prajurit-prajurit neraka, kami memintamu untuk memberi kuasa kegelapan dalam tangan kami! Buka lebar-lebar gerbang nerakamu dan datanglah dari tempat yang sangat dalam untuk menemui kami sebagai teman dan saudara!”

Sehembus udara lalu hadir di tengah-tengah ruangan dan kedua gadis itu mulai cemas seraya meneruskan,

“Beri kami kekuatan yang kami cari! Beri kami kenikmatan yang kami inginkan! Turuti segala perbuatan dan wujudkanlah impian-impian kami! Kami memohon dalam namamu dan meminta menunjukkan dirimu! Kami melepas Tuhan kami dan menyembah hanya padamu, Oh Pangeran Kegelapan! Engkau yang menghargai yang jahat dan menghukum yang baik! Dengarkan keluhan kami!”

Hembusan angin makin kencang memenuhi ruangan itu, walau semua jendela telah tertutup. Klaudie gemetar. Dia mencoba melepas tangan temannya, tapi Anezka menggenggamnya erat dan melanjutkan rapalannya.

“Dengan seluruh iblis di neraka, kami meminta agar semua yang kami sebutkan tadi agar bisa terwujud! Kami meminta dalam namamu!”

Angin kecil mulai meniup halaman-halaman di buku itu hingga membuka sendiri. Klaudie melepaskan genggamannya dari cengkeraman Anezka. Dan tepat ketika itu, angin berhenti bertiup dan buku itu langsung membanting tertutup.

“Ini keterlaluan, Anezka!” Klaudie menangis, “Aku akan pulang. Aku takut. Aku tidak suka lagi ini!”

“Aku juga takut, Klaudie!” jawab Anezka, “Tapi bukankah ini yang kita inginkan … Apa rencana kita? Setelah semuanya, hal ini berhasil. Jika kau tidak menarik tanganmu, kita mungkin berhasil mendapat balasan.”

“Aku tidak ingin melakukan ini lagi!” Klaudie merengek. “Itu semua menarik hanya dalam teori, tapi aku tidak percaya hal seperti ini benar-benar ada. Aku punya firasat buruk tentang ini. Aku pulang. Sudah selesai, Bye Anezka. Sampai jumpa besok.”

“Dan bagaimana dengan bukunya?” tanya Anezka.

“Kau bisa pegang itu,” jawab Klaudie. “Aku tidak menginginkannya lagi.”

Klaudie mengambil mantelnya dan berjalan menuruni tangga ke pintu keluar. Anezka mengikutinya, memohon dirinya untuk tinggal, tapi dia menolak. Dia sebenarnya tidak pergi jauh, hanya menyeberang sebuah jalan, melewati kolam dan dia telah sampai di rumahnya.

Anezka lalu mengucapkan salam perpisahan dan menutup pintu rumahnya. Kemudian, dia melangkah pelan-pelan menuju kamarnya. Menyalakan lampu dan meniup lilinnya. Dia membuka tirai jendelanya dan meletakkan buku setan itu di samping ranjangnya. Berbaring dan menatap jam di dindingnya. Pukul sebelas. Dia menutup mata dan akhirnya tertidur.

Klaudie terburu-buru sampai ke rumahnya. Ketika dia melewati kolam itu, dia merasa sesuatu di belakangnya tengah mengendap-endap. Tidak seorang pun ada di sana, tapi dia merasa seperti sedang diperhatikan dari kejauhan. Takut, dia berteriak sambil berlari.

Malam itu, Anezka bermimpi hal yang sangat aneh. Dia melihat Klaudie terbaring di parit yang ada di dekat kolam. Kepalanya bersandar dengan sudut yang aneh, dan lehernya terlihat memiliki beberapa memar.

Anezka terbangun dalam kepanikan, dia berteriak memanggil ayahnya. Ayahnya kemudian berlari ke kamarnya dan mencoba menenangkan dirinya.

“Tenang, anakku.” kata ayahnya dengan suara yang lembut. “Hanya mimpi buruk. Kembalilah tidur. Di pagi hari, kau akan melupakan semua itu.”

“Kumohon, yah.” tangisnya. “Bisakah aku tidur dengan kalian malam ini? Aku tidak ingin sendiri. Kumohon …”

“Ok, baiklah … kemari.” jawab ayahnya seraya menggendong Anezka di lengannya dan memeluknya erat-erat. Anezka melihat jam di dinding. Sudah hampir pukul dua dinihari.

Tidak lama kemudian, teleponnya berdering. Anezka mengangkat dan mendengar sebuah suara lemah dari ujung gagangnya.

Itu Klaudie.

“Hati-hati Anezka. Sangat berhati-hati, atau apa yang ku alami akan terjadi padamu juga …”

Hanya itu yang didengarnya sebelum sambungan itu terputus.

“Klaudie!” dia berteriak sejadinya. “Klaudie!”

“Tenang, Anezka.” kata ayahnya. “Apa yang terjadi?”

“Tidak tahu, yah. Aku tidak tahu, tapi aku takut. Aku takut dengan hidupku.”

Anezka mulai dikuasai ketakutan yang teramat sangat dan menangis sejadi-jadinya.

“Jangan khawatir,” jawab ayahnya seraya mengusap punggungnya. “Semua akan baik-baik saja esok hari. Pergilah tidur.”

Dia membawa Anezka ke tempat tidurnya, dan anak gadis itu berbaring di antara ayah dan ibunya. Tak lama, dia pun tertidur pulas.

Pagi harinya, ayahnya terbangun oleh teriakan istrinya. Membuka matanya, dia terperangah ketakutan melihat anak gadisnya terbaring lemas di sampingnya. Tubuh Anezka telah kaku dan lehernya membiru dan hitam. Dia tercekik. Ayahnya mulai menjerit dan menangis.

Beberapa jam kemudian, mayat Klaudie juga ditemukan di sebuah parit dekat kolam. Dia juga tercekik. Polisi menduga waktu kematiannya sekitar pukul 11.15 kemarin malam.

Tamat

0 comments:

Post a Comment

 
Top