Crunched Up Papers House

Aku dan seorang temanku sering menjelajahi sebuah taman indah nun luas dikala kami masih muda dulu. Taman itu ditumbuhi pepohonan tinggi serta terawat dengan baik. Di taman lapang tersebut, berdiri sebuah vila terbengkalai - aku tak tahu pasti sudah berapa lama bangunan itu ada di sana, namun pada hari itu, kulihat pintunya terbuka lebar. Kami berdua pun memutuskan untuk memeriksa bagaimana keadaan di dalamnya.

Memasuki rumah, hal pertama yang kami lihat adalah begitu banyak gumpalan kertas bertebaran di lantai. Kami saling memandang heran dan kami menyadari tak adanya perabotan satupun di sana. Vila itu memiliki enam ruangan di lantai utamanya, dan kami jumpai semakin banyak gumpalan kertas di setiap kamar yang kami masuki. Kami mencoba untuk membuka satu gumpalan kertas guna melihat apa isinya- rasa penasaran menjangkiti kami. Kuambil sebuah dan temanku juga, ku buka lalu kulicinkan kerut dan lipatannya. Sekonyong-konyong pada saat itu, sekilas cahaya pelangi seolah muncul dihadapan kami dan tiba-tiba saja kudapati diriku tengah berdiri di depan jendela lebar kamar lantai dua. Aku menghadap ke luar, ke taman luas itu. Aku menunduk, melihat lembar kertas yang kugenggam, disana tertulis: 'Lihat keluar dari jendela besar di lantai atas yang menghadap ke arah taman.'
Kujatuhkan kertas itu, yang kemudian mengayun lemah dan mendarat mulus di atas lantai. Sedangkan aku terdiam kaku memandangi tangan, dirundung rasa takut.

Walau masih syok dan perasaan berkecamuk, aku berusaha turun ke lantai bawah menemui temanku. Ia berada di dapur, sedang duduk di atas meja bundar yang sebelumnya tak ada di sana. Darimana datangnya meja itu? Batinku penasaran. Temanku tengah bingung mengamati lembaran kertasnya, ia membaca ulang beberapa kali sebelum melihat kemunculanku dan langsung menghadapkan kertas itu ke wajahku. Tulisannya: 'Pergi ke dapur dan duduk diatas meja bundar.'
Kami saling bertukar pandang untuk sesaat, rasa takut sempat mengusik hati kami, namun sejenak kemudian kami mulai terkekeh. Tak lama kamipun tenggelam dalam gelak tawa oleh keasikan permainan yang baru kami temukan ini. Kami memang belum bisa percaya apa yang terjadi sepenuhnya, tapi menjadi seorang bocah kecil, membuat hal-hal misterius sungguh terasa menarik bagi kami.

Kami memutuskan untuk membuka sebuah gumpalan kertas lainnya. Ketika kami membukanya, lagi lagi sensasi cahaya pelangi terbias di hadapan kami, dan kali ini aku mendapati diriku terbaring di halaman belakang vila. Akupun membaca kertas ditanganku, 'Berbaringlah di halaman belakang vila.' Aku tertawa terpingkal-pingkal. Setelah beberapa menit berlarian di sepenjuru vila, kulihat temanku tengah mengumpulkan lebih banyak gumpalan kertas dalam dekapannya, tak sabar untuk segera mengalami sensasi dari fenomena menyenangkan nun aneh ini. Kami berdua sungguh menikmatinya. Walau tak mengerti bagaimana ini bisa terjadi, namun kami tetap melanjutkan, entah bagaimana hal-hal gaib selalu punya cara untuk menjerat hati kami.

Beberapa lama menghabiskan waktu bermain main dengan alat teleportasi mini itu, aku mulai was-was. Bagaimana jika suatu saat, aku terbawa ke tempat yang tak kuingini, atau aku akan melakukan sesuatu yang tak menyenangkan. Pun begitu, kami terus saja bermain. Menit demi menit, kami telah membuka banyak kertas, dan telah menjelajah ke seluruh kamar, closet, bahkan pepohonan. Namun kemudian, setelah tersadar di loteng vila, aku melihat tubuh temanku terbaring dihadapanku, ia tewas. Aku tak berteriak. Aku tak bisa. "Bunuh temanmu," ku gumamkan kata-demi kata yang tertulis di kertasku. Sontak rasa mual dan riyak memenuhi tenggorokan. Tapi tak ada yang keluar, namun rasa mualnya langsung menyebar ke perut, kepala dan hatiku.

Aku tak tahu harus bagaimana. Pada titik itu, aku mulai berteriak dan menjerit, berdoa pada Tuhan semoga ini hanya mimpi buruk. Aku ingin semuanya berakhir; aku ingin mengulang kembali hari ini dan keluar dari sini, bersama temanku, berlarian di bawah pepohonan. Namun yang bisa kulakukan adalah menyembunyikan mayatnya di dalam sebuah lemari. Kubilang pada diri sendiri untuk tenang, kemudian dengan ragu ku buka sebuah gumpalan kertas lagi, berharap agar keadaan ini kembali seperti semula. Sekali lagi, aku menyaksikan kilasan warna pelangi dan kudapati diriku tengah berdiri di balik sebuah pohon beberapa meter dari vila. Aku dapat melihat pintu depannya dengan jelas; dan saat itu juga kulihat diriku berdua dengan temanku masuk ke dalam vila. Aku mulai bertanya-tanya, apakah aku sudah mati atau mungkin aku tengah mengalami lucid dream. Kutengok secarik kertas pada genggamanku, dan kata-kata yang tertulis disana adalah, "waktu akan terulang, paradoks akan terjadi, dan itu diperbolehkan."

Sebuah ide pun terlintas dalam benakku. Kertas yang menyuruh untuk membunuh temanku ada di saku. Tanpa melihat, kuremas kertas itu kembali menjadi gumpalan. Diam-diam, aku mengikuti diriku yang satu lagi, yang telah berpisah dengan temanku untuk menjelajahi isi vila. Sementara aku berjingkat dibelakangnya, ia berbalik dengan tiba-tiba. Sebelum ia bahkan sempat memekik, kusibak kertas itu di depan mataku, dan dengan sekilas cahaya pelangi, aku dapat membunuh diriku yang lain. Hukum waktu memperbolehkanku menempati posisi diriku yang telah mati dan juga karena itu memang diijinkan seperti yang tertulis dalam kertas kedua milikku, yaitu memutar balik waktu. Kertas-kertas itu pastinya dapat mengendalikan waktu dan paradoks, sehingga sekarang aku yang hidup dapat menggantikan aku yang sudah mati. 

Selanjutnya kutinggalkan jasad lunglaiku yang berdarah di lemari kamar mandi atas untuk membusuk. Sungguh leganya aku saat mendengar suara temanku memanggil dari lantai bawah. Temanku, ia akhirnya selamat. Ia menyambutku dengan sumringah, dan tersenyum konyol tanpa tahu apa yang terjadi. Aku pun berlagak normal. Kukatakan padanya bahwa vila ini membuatku takut, dan kuajak ia pergi secepatnya.

Setelah hari itu, kami tak pernah lagi mendekati vila tersebut. Aku tak tahu apakah seseorang menyaksikan atau mendengar apapun yang menimpa kami, tapi temanku yang lain bercerita bahwa vila itu akhirnya dirobohkan. Dan dengan keyakinan penuh kukatakan padamu bahwa walaupun berita itu cukup melegakan, aku tetap tak dapat mengenyahkan kekhawatiranku akan kemungkinan ditemukannya mayat diriku di dalam lemari kamar mandi vila tersebut.

Tamat

0 comments:

Post a Comment

 
Top