The Shocking Futh

Aku ingat, itu adalah hari yang melelahkan, setelah seharian kami berlarian di sepanjang Halaman Rumah. Aku memang sangat jarang bermain, terutama dengan anak-anak seusiaku. Jadi, saat aku mengunjungi rumah Pamanku, tak ku lewatkan kesempatan untuk bermain bersama-sama teman sebayaku. 

Elio, adalah sepupuku, usianya hampir sama denganku, hanya aku lebih tua beberapa bulan darinya. Dia memiliki adik perempuan bernama Natalie, gadis manis yang usianya terpaut 2 tahun dariku.
Selain Elio dan Natalie, kami bermain dengan Mark, dia adalah bocah tambun yang berhati lembut, dia tetangga Elio, dan satu lagi, adalah Clara, dia seusiaku. Cantik, manis, berambut hitam keriting. Sepertinya aku menyukainya.

Saat liburan, kami akan bermain di halaman belakang rumah Elio, Halamanya cukup luas, sangat cukup untuk kami berimajinasi sesuka kami, menjadi bajak laut, menjadi pasukan berkuda, itu sangat mudah bagi kami. 

Tak ku sadari, kami sudah bermain cukup lama. Hari mulai Sore, Langit mulai kemerahan, namun masih ada waktu beberapa jam untuk bermain. Tiba-tiba, aku melihat Mark menatap ke sebuah Mercusuar. 
“kau melihat apa Mark?” Tanya Clara.
“tidak ada. Hm. Ada yang mau bermain kesana?” ucap Mark, melihat kearah mata kami.

Wilayah kami tinggal adalah wilayah yang berdekatan dengan Laut, jadi di ujung Timur terdapat Mercusuar tua yang sudah tidak terpakai. Disana adalah tempat yang cukup terisolasi. Beberapa bahkan menulis tanda di larang pergi kesana. Aku tidak tahu sebabnya. Beberapa anak wilayah sini bercerita bila disana berhantu. Aku pikir, itu adalah guyonan yang di buat-buat oleh orang dewasa untuk menakut –nakuti kami. Namun apapun itu, memandang Mercusuar itu dari halaman rumah ini. Itu menimbulkan efek ngeri tersendiri. Mengingat bangunan itu sudah sangat tua.

“Entahlah. Mark. Ku pikir. Kita tidak boleh kesana” Elio menjelaskan.
“Ayolah. Kita pernah pergi kesana dan tidak ada apa-apa. Disana lebih menyenangkan, bisa melihat laut, dan anginya sangat sejuk” Mark mencoba membujuk kami semua. 
Beberapa saat, kami saling memandang satu sama lain. “kecuali kau ingat, terakhir kali kita kesana. Kita semua di hukum. Tidak boleh keluar rumah selama satu bulan” Elio mencoba mengingatkan.

“hei. Memang ada apa sih disana?? Selama aku kesini. Aku belum pernah melihat tempat itu” aku menatap Elio. 

Elio dan Clara, saling menatap menimbulkan rasa penasaran terhadap tempat itu.
“hanya 30 menit Mark. Tidak boleh lebih. Aku rasa itu cukup untuk Jefri melihat tempat itu” Elio menepuk badan Mark.

Kami segera pergi kesana.

Clara bermain bersama Natalie, sementara aku dan Elio saling melempar bola tenis, di dekat Mercusuar, ada Mark yang sedang duduk menikmati Laut. Entah apa yang dia pikirkan saat itu, dia memanjat dinding Mercusuar, menggunakan sulur yang tumbuh. Aku yang pertama melihatnya, aku segera berlari menuju Mark dan di ikuti yang lainya. Jantung kami berdebar-debar, melihat Mark memanjat dinding tua itu dengan tubuh tambunya. membuat kami ketakutan.

“Mark apa yang kau lakukan??” aku berteriak kepadanya.
“ tidak apa-apa. Aku bisa memanjat dengan baik. Aku hanya ingin melihat Laut agar lebih jelas” teriaknya sembari tetap mencoba naik.

“Mark. Itu berbahaya. Cepat turun!!” pinta Clara dengan suara gemetar.

Tiba-tiba, serpihan batu tua itu runtuh, Mark terpeleset dan sulur itu tidak mampu menahan bebanya. “Oh my God!!” aku bisa mendengar Natalie berteriak histeris menyaksikan itu.
Mark bergelantungan untuk beberapa saat, sebelum akhirnya Jatuh menghantam Tanah yang keras, aku bisa menyaksikan semuanya begitu cepat, namun aku yakin aku melihat itu dengan dtail yang sangat jelas. Bagaimana Tengkuk Mark menghantam sebuah Batu, dan kepalanya sampai terpelanting tinggi, sebelum akhirnya tidak bergerak.

Kami semua membeku. Mulut kami mengangah menyaksikan itu. Tidak ada satupun dari kami yang bergerak. Tubuh Tambun itu seperti membeku, jantungku berdebar-debar dengan cepat, dan akhirnya Elio adalah orang pertama yang berlari melihat Mark.

Aku mengikutinya, di ikuti yang lainya. Elio mencoba menggoyang-goyangkan tubuh Mark, Clara meminta Elio menyingkir, dan mencoba menekan Perut tambunya. Tidak bergerak. Mark tidak bergerak sedikitpun. Matanya masih terbuka lebar memandang kami. Clara kemudian mulai mencium Mulut Mark, berusaha memberikan nafas buatan, dan tiba-tiba Mark seperti tersedak dan terbatuk-batuk di antara kami. Kami menatapnya dengan perasaan campur aduk.

“kau tidak apa-apa??” Clara mencoba bertanya.
Mark seperti melihat kami semua, dia diam untuk jedah waktu yang lama. Sebelum.. “Yuuuuuu----huuuuuy” dia berteriak kegirangan. Aku menatap Clara “apa yang baru saja kau lakukan?”

“Aku hanya memberinya nafas buatan kok” Clara menjelaskan sembari mengelengkan kepalanya.

“Kalian harus mencobanya—ini sangat keren!!” ucapnya kepada kami semua.

“kepalamu baik-baik saja Mark?” Tanya Elio.
“sangat baik kawan. “ ucapnya. “kalian harus mencobanya. Apa yang baru saja aku alami, kalian harus merasakanya?”

Kami saling menatap satu sama lain, bingung dengan apa yang di maksud oleh Mark.

“Mencoba? Mencoba apa Mark??”

“apa yang baru saja ku lakukan” ucapnya bersemangat.
“Terjatuh seperti tadi” ucapku terdengar bingung.

“Yah. Tapi aku tidak akan meminta kalian jatuh seperti diriku. Itu berbahaya.”
“Lalu? “ aku masih tidak mengerti.

Mark memintaku untuk memutar badanku, namun aku menolaknya. Kemudian Mark meminta yang lainya, tidak ada satupun dari kami yang mau melakukan permintaanya. “ada apa dengan kalian?? Apa kalian takut. Ayolah. Aku yakin kalian akan suka”

Tiba-tiba. Aku melihat Elio melangkah maju, dan Mark menatapnya dengan sebuah senyuman aneh. “ayolah Elio. Cobalah. Kau pasti suka. Aku berjanji” 

“Jangan Elio” ucapku menarik bahunya.
Natalie terlihat khawatir, aku bisa melihat tubuhnya gemetar.

Elio menatap kearah kami. Sementara Mark, mulai menguncikan tanganya melingkari tengkuk Elio, beberapa saat, aku seperti melihat itu semuanya kembali, sangat cepat, namun aku bisa melihat dengan detail apa yang di lakukan Mark, terutama saat dia menekan Tengkuk Elio dengan tanganya kemudian membantingnya.

“What The Hell. Apa yang kau lakukan Bocah Sialan” aku berteriak, kemudian mendorong Mark, tiba-tiba, aku merasa semua bergerak sangat lambat, bahkan suara-suara itu berdenging di telingaku.

Aku menatap Elio, dia diam tak bergerak sedikitpun, aku mencoba menggoyang-goyangkan tubuhnya. Matanya masih terbuka menatap langit, aku berteriak histeris pada Clara “Claraaaa.. Nafas buatan” namun Clara tak bergeming, dia seperti mematung memandangku.
Hanya suara dari Natalie yang menangis yang bisa membuat otakku semakin kacau. Mark tersenyum menatap kearah kami, melihatnya membuatku seperti ingin memukul keras tengkorak bocah sialan itu.
Sampai, “Uhuuuk—uhuk” Elio terbangun dengan wajah biru, lalu dia tersedak dan terbatuk-batuk beberapa kali.

Aku melihatnya dan seketika membeku, tidak ada kalimat yang bisa ku ucapkan.
“Apa –apaan tadi. Astaga!!!” Elio memegang kepalanya. Kemudian menatapku “Saudaraku. Kau harus mencobanya. Ini sangat menakjubkan. Kau akan tahu.. ini luar biasa” wajahnya tampak berbinar. 

“apa? Kau sudah sinting. Kau baru saja hampir mati bodoh” aku terlihat marah kepadanya.

“tapi lihat kami—“ Mark berbicara, “kami masih hidup. Kami bisa melihat semuanya teman. Ini sangat menarik” 

Clara menarik tangan Natalie, dan berlari meninggalkan kami bertiga. “kalian gila. Persetan dengan kalian. Pergilah ke Neraka Bangsat!! Jangan mengajak kami” teriak Clara, sembari menangis meninggalkan kami bertiga.

“Kau harus mencobanya Jefri” ucap Elio dengan nafas berat.

“apa. Tidak!! Aku tidak mau” ucapku mencoba menolak.

“tidak jefri. Kau harus mencobanya. Aku yakin kau akan suka” Elio mencoba memegang tanganku, kemudian aku melihat Mark mengunci tengkukku tiba-tiba. Terdengar dia tertawa. Tubuh tambunya sangat sulit ku lawan. Aku meraung dan meronta, berusaha melemparkan tubuhnya, sampai dia berhasil mengangkatku tinggi.

“Mark. Jangan lakukan!! Aku akan menghajarmu bila kau tetap melakukanya” aku berteriak keras.
“Ayolah. Jefri, satu kali saja. Satu kali ini”

Mark mulai Membantingku, dan aku merasakan Tengkukku, dan tiba-tiba semuanya menjadi sangat gelap—sangat sangat gelap. Aku tidak bisa mendengar suara apapun, dan saat itu terjadi, aku melihat sesuatu yang aneh, aku bisa melihat Mark dan Elio yang melihat diriku, dan angin—ya, aku merasakan angin menyapu wajahku dengan sangat lembut, suara ombak yang berderu sangat lambat, sampai aku menyadari, dedaunan yang jatuh, bergerak sangat lambat , aku bahkan bisa mengamati pergerakan lambatnya, ini seperti, Dunia ini bergerak dalam tempo yang sangat pelan, sampai kau bisa melihat setiap detail dari semua pengelihatanku. Perlahan—lahan, tiba-tiba, aku merasa sesuatu seperti menarik lenganku, teriakan, mulai memekikkan telingaku. Sebuah suara memanggilku.

“Jefri. Kau tidak apa-apa. Jefri!! Bangun!!” 

Suara itu semakin keras, dank eras “jangan lama-lama, Jefri. Kembalilah!! Jeffff!!”
Saat aku tersadar, aku melihat sesuatu di Mercusuar, tepat di atas jendela Mercusuar, sebuah wajah pucat melihatku terus menerus. Diam tak bergerak layaknya patung, dia hanya memandangiku. Menyaksikan wajahnya membuatku begidik ngeri. Aku mulai kebingungan. 

“bagaimana caraku kembali—bagaimana?? Tidak—tidak!!” wajah itu menghilang.

Tiba-tiba, aku tersedak, dan ketika aku sadar, aku terbangun di atas Ranjangku.

Aku melihat ibuku menangis di sisiku. “apa yang terjadi Mom??” dia menatapku beberapa saat, seperti tidak percaya dengan apa yang menimpaku baru saja.
“kau sudah sadar nak!! Kau sudah sadar!!” dia berteriak histeris, dan memanggil semua orang. Aku bisa melihat paman dan bibiku, serta ayahku berdiri memandangku. Natalie, menatapku dari balik tubuh pamanku, wajahnya memancarkan ketakutan.

“kenapa aku ada disini?” tanyaku, namun mereka tidak ada yang berbicara kepadaku. Mereka memintaku untuk kembali beristirahat.

Malam itu. Aku melihat Natalie datang kepadaku. “Hei” ucapku membelai kepalanya. “aku tidak melihat Elio dari tadi, dimana dia?”

“Elio sudah mati. Dia sudah mati!!” 

Seketika jantungku seperti berhenti berdetak untuk beberapa detik. “apa?” aku menutup wajahku “lelucon ya. Sangat lucu Natalie”

“tidak. Elio sudah mati. Kau koma selama satu minggu. Dan setelah itu, Elio dan Mark masih datang ke tempat itu, aku mengikutinya bersama Clara, dan aku melihat mereka masih melakukan hal itu. Dia , dia masih melakukan hal itu” Natalie mulai terisak. Air matanya mengalir. “mereka bergantian melakukanya. Sampai… Elio, kakakku. Dia tidak terbangun kembali”

“Mark?? Dimana dia??”

Natalie semakin terisak, dengan suara gemetar dia mengatakan “Mati. Dia gantung diri setelah peristiwa itu, dia seperti orang gila. Dia berteriak dan mengatakan ada makhluk berwajah pucat yang selalu mengikutinya, memandanginya. Dan itu membuatnya menjadi gila. Sampai dia akhirnya menggantung kepalanya di dalam kamarnya.”

“Clara? “ aku masih gemetar.

“Berakhir di rumah sakit jiwa. Dia ketakutan. Dia menjadi sinting , dia selalu berbicara, bahwa ada suara suara yang mengikutinya, menghantuinya. Aku benar-benar takut”

“kau takut apa?? Kau aman Natalie” tanyaku mencoba menenangkan.

“aku juga mendengar suara itu.. aku takut aku akan menjadi seperti Clara.. aku takut” dia menangis sejadi-jadinya. Sampai pamanku tiba-tiba menarik Natalie dan menjauhkanya dariku. Natalie terus berteriak memanggil namaku, ayahku tiba-tiba menggendongku menuju mobil dengan ibu ku yang masih menangis.

“kita mau kemana?” tanyaku.

“Pulang sayang. Kita akan pulang” ibuku berbisik.

Di dalam Mobil. Semuanya berputar-putar kembali di kepalaku, semuanya terasa nyata di depanku. Apa yang terjadi, kenapa semuanya menjadi seperti ini. Kenapa ini bisa seperti ini. Aku mulai menangis, dan ibuku berusaha menenangkanku. Sampai, aku merasakan sesuatu. Saat tiba-tiba kepalaku terhempas oleh sesuatu, aku melihat semua detail yang terjadi.

“Kaca Mobil di sampingku pecah menjadi serpihan kecil dan melukai wajah ibuku, tubuhnya terdorong sampai aku bisa mendengar retakan tulangnya. Ayahku terpelanting, kepalanya seketika berputar dan tubuhnya di lumat oleh besi di sisi tempatnya. Tengkukku tersentak.. dan aku melihat wajah itu. Melihatku terus menerus. Dia mematung dan terus melihat mataku. Aku mulai memuntahkan darah. Ketika aku tahu.. aku sudah terlambat. Apa yang kami mainkan ini, adalah sebuah cara untuk melihat kematian. Memang semuanya terasa sangat menyenangkan, kau bisa menikmati waktu bukan dalam sekala detik, sekala yang jauh lebih kecil, sehingga kau bisa menikmati waktu yang berputar, namun tak kala kau memainkanya. Kau sudah mencuri semua ini darinya. Kau sudah mencuri harta milik sang Waktu.

Mobilku Riuk padam, hancur lebur tergilas kereta api yang bergerak cepat. Aku masih bisa melihat semuanya. Ayahku dengan tubuh yang hancur, ibuku dengan wajah yang sudah tergilas habis. Saat aku melihat wajahnya untuk terakhir kali. Aku mendengar suara merdu. "Selesai"

Tamat

0 comments:

Post a Comment

 
Top