The Mortuary


Aku dikelilingi mayat setiap hari. Karena aku seorang pembalsem mayat, aku sudah terbiasa dengan keadaan ini. Dulu memang rasanya menyeramkan, tapi karena aku melakukan pekerjaan ini setiap hari, sekarang rasanya sudah seperti hari kerja biasa saja. Aku bahkan terkadang bicara dengan mereka seolah mereka orang hidup. Kau mungkin berpikir pekerjaan ini mengerikan, tapi bagiku ini justru menyenangkan. Pekerjaanku sangat damai, dan aku tak perlu berurusan dengan keruwetan interaksi bersama orang-orang hidup. 

Aku sudah membalsem mayat selama 10 tahun. Aku bekerja di Kranhausen Funeral Home di Detroit, salah satu lokasi pemakaman yang tertua. Makam-makam yang ada di sini ada yang berasal dari jaman abad ke-18, sementara bangunan pembalsemannya berasal dari jaman Victoria, dan tanda-tandanya sangat jelas terlihat di setiap sudut bangunan.

Saat itu bulan Desember, udaranya dingin sekali, dan tanah membeku serta ditutupi salju. Kami harus menunggu sampai musim dingin berakhir sebelum mengubur mayat-mayat. Peti-peti berisi mayat yang sudah dibalsem akan disimpan di salah satu bangunan tua di dekat komplek pemakaman itu sampai musim semi. Itu biasanya menjadi tugasku, dan aku berusaha melakukannya saat sedang tidak banyak orang, karena mereka biasanya merasa kurang nyaman melihat pemandangan peti mati yang didorong kemana-mana.

Terkadang, ketika aku mendorong peti di atas brankar ke bangunan penyimpanan tua itu, aku sering mendengar suara berkeriut, ditambah perasaan tak enak bahwa aku sedang diawasi. Gedung itu sudah sangat tua, tak berjendela, dan baunya apek sekali. Tapi, sepertinya bukan aku saja yang tak menyukai gedung itu.

Pernah, saat aku sedang membalsem sesosok mayat, aku "mengobrol" dengannya seperti yang biasa kulakukan. Aku bilang padanya bahwa aku akan memindahkan petinya ke bangunan penyimpanan sampai musim dingin berakhir sebelum dia dikubur. Mungkin saja itu imajinasiku, tapi aku berani sumpah kalau samar-samar aku mendengar suara "jangan bawa aku ke sana." Tapi aku hanya tertawa, mengira imajinasiku yang berbicara di kepalaku, karena aku toh terkadang memang mengalami ini.

Musim semi akhirnya datang, dan tibalah saatnya peti-peti berisi mayat yang sudah kubalsem dipindahkan dari bangunan penyimpanan untuk dikubur. Pagi hari di bulan Maret, aku mendorong brankar ke bangunan penyimpanan peti, berharap bisa cepat-cepat menyelesaikan tugas ini. Ketika aku membuka pintu besinya, sekali lagi aku merasakan perasaan tak enak itu, seolah aku sedang diawasi. Aku cepat-cepat maju ke salah satu peti dan pelan-pelan menggesernya ke atas brankar; satu ujung sudah beres, lalu satu lagi.

Dan tiba-tiba saja, imajinasiku mulai lagi. Aku mendengar suara: "pergi." 

Aku menoleh ke belakang, tapi tak ada siapapun kecuali deretan peti berisi mayat yang dibalsem. Aku memutuskan melanjutkan tugasku ketika mendadak terdengar suara berkeriut lagi, disusul teriakan keras: "KELUAR!"

Pikiran rasionalku hilang, digantikan ketakutan. Aku segera meninggalkan peti dan brankarku dan lari keluar. Apa itu tadi? Apakah itu hantu? Apakah mayat-mayat itu benar-benar berbicara? Apakah mereka membenciku dan tak ingin aku ada di dalam sana? Aku terengah-engah habis berlari, mencoba menjernihkan pikiran, ketika mendadak terdengar suara keriut lagi, kali ini disusul suara geruduk keras.

Perlahan, dengan jantung berdebar-debar, aku menoleh. Bangunan penyimpanan tua itu telah ambruk dan rata dengan tanah. Kalau aku tinggal semenit lebih lama di dalam, aku pasti akan mati.


Tamat

0 comments:

Post a Comment

 
Top