The Crow-ling Part 3


“Kau akan di seret sangat dalam, jauh di luar jangkauan dari Fantasymu” kalimat itu terasa mengambang, janggal, seolah ada satu sisi dimana kau tidak bisa membedakan apakah The Crow’l memang benar-benar ada.

Tubuhku lemah, pucat dan sekarat, setidaknya aku masih bisa terjaga, melihat orang-orang yang kau kenal bersikap bar, bar seperti sesuatu yang tidak akan pernah bisa kau lupakan selamanya. Itu sangat mengerikan jauh di luar imajinasiku.

Mataku masih menangkap sosok bangsat itu! Dia hanya berdiri menatapku, dan aku baru menyadari, tubuh menjijikkan itu, ternyata terdiri dari semacam urat-urat tak beraturan dan sayap kecil , seperti sebuah pelengkap dari kengerian yang dia ciptakan. Bila aku menegaskan bagaimana bentuk tubuhnya seperti seongok daging yang bisa hidup.

Aku masih berpikir, kenapa mereka semua tidak menyadari tentang dirinya, si Makhluk gagak ini yang jelas-jelas berdiri di antara mereka. Mungkin mereka tidak bisa melihatnya, mungkin The Crow’l hadir bukan untuk mereka, atau yang paling ku pikirkan, The Crow’ling adalah bentuk liar dari ketakutanku.

14 hari, dan aku hanya terikat di Pohon kecil ini, sekarat dan kelaparan, hanya limpah dan hati busuk yang ada di depanku, mereka memberikanya bila aku bisa bersikap baik dan mulai mengunyahnya, memasukkanya dalam perutku. Aku putus asa, namun aku tidak pernah berpikir untuk memakanya, lagi, akan tetapi aku juga tidak segera-mati, sangat tersiksa, sementara dia masih berdiri menatapku, tak bergerak layaknya menaken yang sedang di pajang.

Sampai, sesuatu yang gelap datang. Hujan perlahan turun, dan aku melihat Grisia berjongkok di depanku, matanya sangat liar tidak seperti Grisia yang biasanya, dia menatapku kelam, lumuran darah mengering di bibirnya dan menunjukkan sebuah seringai di depanku.

“Kau tidak memakanya?” suaranya lirih namun mencekam, apa yang terjadi dengan Grisia.
Aku hanya diam saja, tak ada tenaga untuk sekedar bersuara. Aku seperti tersiksa dalam tubuh sekarat, hanya mampu melihat dan menyaksikan semua akan menjadi tambah buruk.

“kalau kau tidak mau, aku yang akan menyelesaikanya?” dia menatap hati yang membusuk di depanku, warnanya sudah menghitam dan aromanya memuakkan.
Grisia menikmati setiap gigitanya, membuatku begidik ngeri, seseorang manusia yang beradab melakukan tindakan kanibal dan kau hanya bisa diam dan menyaksikanya.

Nafasku perlahan memudar, seperti nyawaku sudah berada di ujung kepalaku, namun tiba-tiba The Crow’ling ada di sampingku, mengulurkan tanganya dan merobek isi perutku.
Aku membelalak menatap wajahnya. Sampai dia bersuara sangat dalam, seperti tenggorokanya tergorok namun memiliki ketukan intonasi nada yang indah. The Crow’ling untuk pertama kalinya berbicara kepadaku.

“Kau tidak akan mati nak—tidak sampai scenario ini selesai. Kau akan melihat, kenapa kau beruntung bertemu denganku??”

Aku tidak mengerti maksud ucapanya. Namun setelah dia menarik tanganya keluar dari perutku, sesuatu menutup robekan itu dengan daging yang baru, seperti regenerasi namun aku tetap tidak mengerti.
Aku menggelegak, dengan tubuh menggigil, saat melihat, sesuatu menghantam Kepala Grisia—hingga isi kepalanya keluar dan memenuhi wajahku dengan organ lembek mengerikan itu.

Dadaku perlahan berdetak sangat lambat, mataku terjaga menatap sosok Anita, wanita yang menjadi pengajar kami, berdiri menyeringai dengan wajah penuh nafsu. Dia berjongkok dan mulai menyambar, organ lembek seperti menikmati bubur menjijikkan yang di buat di dapur sekolah.

“apa-apa’an si ke’par*t ini?” aku mengutuk, namun dengan wajah ketakutan, suara tawa yang bergema terdengar, The Crow’l tertawa di sampingku.
“Kau yang melakukanya?” suaraku terdengar semakin putus asa menatap makhluk terkutuk itu.

“Tidak nak, kau tahu sendiri aku tidak melakukan apapun.” Ucapnya dengan nada yang sama, hambar namun sangat mencekam, terdengan penuh rasa humor namun bibirnya penuh dengan tipu daya.
“kau yang ada di balik semua ini?” aku mencoba menyangga kalimatnya.

“Nak, kau tahu. Aku bukanlah pemainya, aku tidak melemparkan dadu di depan wajahmu, aku hanya penonton. Kau harus bisa membedakan bagaimana cara bermain dengan semua ini”
“dengan siapa aku bermain?”

“tidak-tidak, tidak nak” dia mengulanginya 3 kali, sembari menatap tepat di wajahku “aku tidak boleh mengatakanya. Tidak untuk sekarang..“ bibirnya terlihat tersungging.

“Lalu, sebagai penonton apa yang kau lakukan?”

“Menikmatinya”.

terjadi jeda yang panjang antara kami, sementara sosok yang ku kenal, Anita dia terus mencabik dengan brutal, aku tidak lagi melihat Brown, Medeline, Sir Redolf,  karena yang ada jauh disana hanya, Mr. Gligorry tampak murung menatap Anita.

“apakah dia sadar, apakah dia mengerti apa yang terjadi, atau apakah dia tahu semua ini terlalu jauh dari sebuah imajinasi yang terlampau mengerikan" aku masih membisu namun tetap mengutuk semua ini.

Sampai pria separuh baya itu mulai berjalan, langkahnya terhuyung, pakaianya robek lusuh dengan tubuh kurus, matanya kosong sampai dia tiba–tiba memeluk Anita, aku terperangah untuk beberapa saat sebelum tahu apa yang terjadi selanjutnya, bukan karena drama ini terlihat lebih baik, namun lebih jauh saat dia memutar kepalanya sampai suara tulang yang patah terdengar hingga ke gendang telingaku.

Pria itu kini menatap ke arahku, tatapanya sayu dan putus asa, bibirnya mengering gemetar, tak ada senyuman, tak ada kesedihan, hanya wajah datar yang sudah menyerah, sangat sangat menyerah.

Dia mendekatiku, menatapku dan membisikkan sesuatu. “Semua akan kembali"

Saat kalimat itu mencelos ke dalam jantungku, sebuah sentakan wajah dari Mr. Gligorry terpisah dengan tengkoraknya, dan untuk pertama kalinya aku melihat makhluk itu memainkan perananya.

“Kau tahu nak, ada satu sisi sepertimu yang sebenarnya ingin ku lihat, namun aku tidak mendapatkanya hari ini. Karena aku percaya Setiap manusia terlahir dengan 2 sisi yang menarik, kau ingin tahu siapa yang sedang bermain disini. Waktu, takdir, dan kematian. sementara aku yang duduk menatap mereka bermain. Aku akan mulai menceritakan semuanya tentang waktu, kau memainkan sisi yang benar saat memilih bergabung dengan semua teman-temanmu, karena bila kau menolaknya, kau akan mati dengan cara yang buruk, kau akan melihat wanita yang melahirkanmu terbakar di depan matamu, kau hanya bisa menjerit dan perlahan namun pasti, kulitmu akan terkelupas, cairan yang matang akan tercium sementara kau masih sadar, kau akan meraung terus menerus, namun Takdir melemparkan dadunya dan mulai bermain, Ayahmu harus pergi, dan kau terjebak disini, akan tetapi ada satu kebenaran dimana Takdir tidak bisa bermain Curang, sebab Kematian tetap akan mendapatkanmu, sepintar apapun sang Takdir memainkan dadunya, Kematian tetap mendapatkanmu. Dan ketika permainan berakhir, Semua akan kembali.

Banyak Manusia yang mengatakan setelah kematian tidak akan ada yang tersisa, tapi, Nak, aku akan memberikanmu satu rahasia kecil, kau tahu ada dadu yang harus di lempar lagi, dan itu adalah dadu dari sang Waktu, karena rahasia kecil ini, adalah Waktu yang mampu membohongi Kematian. Sebab saat Waktu mulai bermain, dia akan mengembalikan semua ke titik awal permainan. Seperti Saat manusia mati, sebenarnya yang terjadi, mereka tidak benar-benar mati, yang terjadi adalah semua terulang kembali, seperti kau akan terlahir kembali dan memutar semuanya secara ulang, akan tetapi aku yang memutuskan, aku lah yang berperan dimana kau akan berada. Karena ketika kau selesai dengan semua ini, Waktu yang akan melemparkan dadunya, dan aku yang melanjutkan dimana kau akan mengulanginya.”

The Crow’l mulai mencekik leherku, mengangkat tubuhku hingga aku bisa melihatnya,  wajahnya yang mengerikan tampak mulai mendekatiku, aku bisa mencium bau busuk itu perlahan-lahan, cairan hitam mulai menetes keluar, dan saat wajah kami hanya beberapa Centi meter, dia mengatakan sesuatu yang tak kan pernah ku lupakan.

“Aku adalah pelayan Sang Waktu nak, ingat lah itu”

dan dia mulai menghisap semuanya, aku bisa merasakan perlahan-lahan, mulai dari kakiku, yang mati rasa dan itu terus terjadi, hingga sampai sum-sum tulangku dan berakhir di atas kepalaku, saat wajah mengerikan itu perlahan sirna di mataku, semua akan kembali.

“Janine, Kau mengerti bukan? “

Aku menatap Grisia, “Eh, tentang apa?” ucapku bingung.
“The Crow’ling. Aku sedang menceritakanya. Kau tidak mendengarku"

Aku melihat ke sekelilingku, semuanya kembali. Waktu benar-benar sedang memainkan dadunya, ku buka buku yang ada di depanku, dan aku melihatnya. Semua tulisanku, adalah tentang The Crow’ling.
Aku memberikan buku’ku pada Grisia, sementara aku mulai berjalan putus asa, menatap pria gemuk yang menjadi Sopir kami, ‘Mr. Gligorry berkali-kali bertanya padaku tentang apa yang ku lakukan disini’ namun, aku tidak perduli.

Saat semua mata memandangku, Aku menancapkan Penaku ke tengkuknya. Bus terpelanting menuju 
Jurang, dan aku memulai Skenarionya kembali.
Karena sebelum Bus terlempar masuk ke Jurang, The Crow’ling sedang melihatku.

“dia akan menciptakan Mimpi di luar Fantasymu, karena dia adalah The Crow’ling“


Tamat

0 comments:

Post a Comment

 
Top