Tales Of Fearie : Beauty and The Beast

Aku mengamatinya dari balik pintu. Dia berbaring dengan menatap langit-langit. Samar-samar aku mulai mengetuk pintunya lirih, dan dia melirik tepat ke arahku. Aku tersenyum tipis hanya untuk membuatnya nyaman, lalu aku melangkah masuk ke kamarnya. Berdiri menatap tumpukan buku di rak, tersusun dengan rapi.
“Well. Jadi hari ini kamu mau dengar cerita apa?”

“terserahlah” katanya dengan aksen yang bosan, aku melirik alphabet ‘C’ dan menemukan ‘Cinderella’, bagaimana kalau ini. Aku mengambil buku bergambar sepatu kaca, dia menanggapinya dengan wajah tampak tak tertarik. “Hem. Aku sedang muak dengan cerita seperti ini. Terlalu klise”
“kau benar” kataku menimpali. Aku melirik buku lain ‘Gadis berkerudung Merah’ “bagaimana bila yang ini?” kataku lagi.

“bagus sih. Tapi. Bagian endingnya. Ku pikir sangat mudah di tebak” katanya lagi masih sama.

Aku sudah menaruh buku-buku di meja. Mulai dari “Ciuman pangeran Katak” hingga “Puteri tidur” hingga aku mendapatkan buku dimana dia mulai tertarik dengan merebahkan tubuhnya. “Si cantik dan buruk Rupa. Ku harap kau suka”

Aku sudah menempatkan diriku di tempat duduk yang nyaman lalu perlahan –lahan membuka lembar-demi lembar buku dan mulai bercerita dengan suara khasku.

“di negri antah berantah yang jauh. Tinggal saudagar kaya dengan 3 anak gadisnya. Suatu hari. Kapal yang ia miliki tertimpa sebuah bencana. Kapal megah yang membawa rempah –rempah dari negeri timur itu karam. Hancur lebur di lautan. Membenamkan jauh dalam-dalam mimpi dari saudagar kaya itu. 

Pada suatu hari. Setelah semua kekayaanya habis tergerus hutang disana-sini. Sang saudagar pergi meninggalkan 3 puterinya, berharap mendapatkan sedikit saja dari hartanya yang mungkin selamat. Di tengah perjalanan, hujan badai mengguyur tanah berlumpur, menyebabkan kuda-kuda jantan yang membawanya jatuh terseok dengan kuku-kuku tertancap di bebatuan beriak. Sang saudagar mulai khawatir, melihat kesana-kemari berharap menemukan teteduhan dari tempatnya berdiri resah. Sampai dia melihat sebuah Castle tua tak berpenghuni. Dengan langkah terseok, saudagar tua mulai berteduh. 

Di Castle itu, terdengar hiruk pikuk makhluk mengerikan yang tinggal disana. Namun yang jelas, Castle itu adalah peninggalan tua tak berpenghuni, namun saat si tua melesat masuk. Matanya menangkap banyak hal aneh, mulai dari jamuan makanan tanpa dayang, hingga tempat tidur tersusun rapi tanpa seorangpun terlihat. Semuanya seperti keajaiban. Di pagi yang cerah. Si saudagar tua merasa tubuhnya kembali kokoh, menatap kuda-kudanya berjingkrak senang, membumbungkan semangatnya lagi, sebelum dia benar-benar pergi dari Castle itu, matanya menangkap satu pucuk mawar ungu. Dengan tangan jahil keriputnya, jari lentiknya mulai memetik anggun mawar ungu. Namun.. tak kala dia belum menyadari bahwa sesuatu menunggu dan mengawasinya dengan murka. Sesuatu yang buruk, mengerikan.. melompat menghempaskan tubuh ronta itu, mencekiknya dan bersiap merobek tenggorokanya, dengan gelagap bibir yang gemetar, si tua berkata sesuatu tentang anak gadisnya. Sang buruk rupa terdiam memikirkan sesuatu yang selama ini menemaninya. Kesepian. Dengan suara menggelegar si buruk rupa mengampuni nyawa saudagar tua. Memintanya mengirimkan satu anak gadisnya untuk menemaninya.”

“Hei. Ku pikir kau akan menceritakan sesuatu yang bagus. Bukankah ini sama dengan apa yang di tulis oleh mereka?” gadis kecil di depanku merancu marah memintaku menutup buku.

“bukankah aku sudah mengatakan untuk mendengarnya hingga selesai, jadi. Kau mau mendengarkan akhirnya.”

Dia mengangguk. Lalu aku melanjutkanya. “gadis cantik itu mencium bibir si buruk rupa yang ternyata memiliki hati yang lembut. Kelembutan membawa cinta dan cinta membawa kedamaian. Mereka akhirnya memutuskan untuk menikah. Si gadis yang cantik dengan monster buruk Rupa. Berjanji bersatu dalam ikatan pernikahan yang suci. Tepat saat purnama yang indah, setelah ciuman pertama. Si buruk Rupa menatap sayu gadis cantik pendampingnya, dengan tangan bercengkrama penuh kuku yang tajam, dia mulai merobek wajahnya. Mengenggam kepala gadis itu dengan satu kepalan tangan, menghempaskanya pada tembok hingga tenggkoraknya bergemeretak sebelum menghisap habis isi otaknya. Merobek daging lembut di tubuhnya, mencabik-cabik isi perutnya, mencakar habis kaki dan mulai memotong cacahan daging—menjadi lebih kecil lalu menikmatinya bersantap hangat di dalam Castlenya.”

Aku menutup buku lalu menatap gadis kecil itu di depanku. “Well. Jadi. Apa yang kau dapat dari cerita ini”

“jangan percaya pada siapapun.” Katanya lembut. 
Aku membelai kepalanya, mencium keningnya lalu berucap dengan suara halus. “kau benar. Namun, kau juga harus tau, tidak ada yang namanya akhir yang indah dalam sebuah cerita.”

Dia mengangkat selimut, memejamkan matanya. Lalu berucap lembut. “bisakah besok kau ceritakan kenapa Rapunzel mengantung kepalanya dengan rambutnya?”

“tentu saja sayang. Tentu saja”


Tamat

0 comments:

Post a Comment

 
Top