Not All Of Us Snap

“Aneh sekali,” kataku pada petugas penyidik, “sepertinya hal-hal semacam ini nampak selalu terjadi, saat ada skandal nasional besar. Perhatian orang-orang jadi teralih.”

“Seberapa dekat Anda dengan Tuan Walker?”

“Tidak terlalu dekat. Dia bekerja di ruangan kubus sana, tapi nyaris tak pernah bicara dengan orang lain. Benar-benar pria pendiam. Saya yakin, Anda sudah tahu hal itu, bukan?”

“Apa Anda melihat sikap aneh darinya belakangan ini?”

“Sebelum dia memberondong isi mall? Tak banyak.”

“Terima kasih. Jika ada beberapa pertanyaan yang butuh kami ajukan—“

“Oh sebentar. Dia punya dua ponsel. Setiap pagi, dia meletakan salah satunya di sebelah keyboard layaknya sebuah ritual saja. Saya tak mengerti. Dua tahun terakhir, saya tak pernah mendengarnya berdering, sampai hari itu. Walker nyaris jatuh dari kursinya, benar-benar kaget. Saya melihatnya mengangkat panggilan dari ponsel itu, dan tak lama kemudian, dia pergi begitu saja dari kantor, dan tak pernah kembali. Mungkinkah ada kabar buruk?”

Aku bersumpah, penyidik itu menatapku selama tepat satu menit lamanya. Kemudian dia mengangguk, mencatat keterangan dariku, dan beralih menuju rekan kerjaku yang lain. 

Semua itu terjadi sudah beberapa waktu yang lallu. Tak lama setelahnya, saat sedang lembur sampai malam, kudengar suara ponsel berdering. Aku mencari sumbernya hingga sampai ke laci meja Walker. Di bawah foto putri mungilnya, kudapati ponsel kedua miliknya. 

Bodohnya lagi, aku menjawab telepon itu, seolah mereka tahu benar aku akan mengangkatnya. Mereka mengatakan akan menelepon lagi suatu saat, dan mereka kemudian menjelaskan kenapa aku harus, benar-benar harus, mengangkat panggilan telepon itu. Semuanya mereka jelaskan sedetail-detailnya: teror, ancaman, dan segala kengerian yang mereka ucapkan dengan begitu efisien dan persuasif.

Sekarang, aku menjadi begitu pendiam. Aku datang ke tempat kerja, mengeluarkan ponsel itu, dan meletakannya di tempat yang bisa dengan mudah kujangkau jika berbunyi; di samping foto keluarga kecilku. Aktifitas selanjutnya adalah mengecek berita di internet, berdoa agar skandal besar tidak muncul ke permukaan.

Saat skandal semacam itu muncul, aku berdoa dalam kekhawatiran –bahkan nyaris putus asa- agar semoga, namaku belum muncul di baris teratas dalam daftar panggilan mereka.


Tamat

0 comments:

Post a Comment

 
Top