Lovely Baby

Pagi dimana seharusnya aku masih meringkuk dalam selimut navy blueku tiba tiba tergantikan oleh pagi yang dihiasi teriakan istriku.

"Dear.. agh... sayang, tolong aku..." Rintih Virgia memegang perutnya yang membulat sempurna itu. Ia memekik parau, urat uratnya mencuat membendung kesakitan.

Aku tersentak oleh teriakannya, kudapati istriku itu sedang terjerembab di lantai ruang tamu, menahan perih. Mimpiku buyar seketika namun aku lebih merasa panik daripada lesu. Aku segera bangkit kearah kekasihku.

"Kenapa dear? A-apa yang terjadi dengan kandunganmu?" Aku meraba gembungan bulat itu, Virgia tak acuh dan tak membalasku, ia tengah berjuang melawan kontraksi kandungannya. Oh, apa bayi kami sudah waktunya?

Virgia tetap menahan rasa sakit itu. Terkadang ia berteriak ataupun lemas karena energi terkuras habis. 

Kehilangan solusi, aku memangkunya ke atas sofa berlengan, berharap istriku lebih nyaman. Ku dekap tangannya dengan lembut.

Tetapi selang berapa menit lewat aku memindahkannya ke sofa, keadaannya tak membaik. Segera saja kupangku Virgia, kehalaman depan rumah yang didominasi tanaman liar. Tampak mobil Chester hitamku terdiam di tengah ilalang. Tanpa komando aku refleks memasukkan kekasihku kedalam mobil dan aku mulai menyalakan deru mobil itu.

"Cepatlah... argh..." Racaunya setengah merintih.

Aku semakin mengebut ngebut. Ku rem mobilku tepat di gedung rumah sakit. Dengan kilat aku menggapai tubuh lunglai istriku, lalu memangkunya masuk kedalam lorongnya. Kutapakkan langkah ditumah sakit.

"Tolong istriku pak..." Seruku dengan panik. Beberapa suster segera membopongnya kekereta dorong, berlari ke koridor dan memasukkannya kedalam ruangan yang sangat besar. Aku ingin masuk, tetapi suster suster itu langsung menutup pintunya. Meninggalkanku penuh kekhawatiran yang bergelayut diotakku. Hanya termenung dan berharap istriku bisa melewatinya.

***

Aku membeku di bangku sebelah ruangan. Orang yang berlalu lalang tak kugubris. 15 menit berlalu. Teriakan Virgia terdengar memilukan dan menyayat hati, melolong beberapa menit sekali, membuatku luar biasa cemas. 

Kuharap ia berhasil melahirkan bayinya.

Dan kemudian tak lama ada tangisan--suara yang kunanti nanti. Tangisan bayi yang merasuki hatiku. Aku tersenyum sendiri. Kedua suster itu keluar dari ruangan seraya mengusap dahi mereka.

"Pak, anak anda sudah lahir."

"Sukurlah. Apa saya sudah boleh masuk sekarang." Tanyaku bersemangat.

"Silahkan pak."

Aku segera menerobos masuk, kututup pintunya dengan rapat, kukunci. Tampak Virgia masih tak sadar, ia tertidur kelelahan dengan darah yang banyak di seprei. Aku melangkah cukup pelan dan ia takkan terbangun.

"Terima kasih Virgia." Bisikku lirih ke telinganya dengan lembut, lalu mengecupnya pipinya hangat.

Dan disampingnya, ada suara yang benar benar membuatku senang. Sebuah boks bayi, aku melangkah perlahan ke suara isakan itu. Makhluk kecil itu tengah melihatku sesaat, kemudian ia menangis lagi. Hatiku bergetar tak sabar, kemudian aku meraihnya dan menggendongnya dengan cekatan.

Aku menyeringai, mencongkel matanya yang masih terbilang kecil. Segera kuhancurkan dan ku kunyah dengan penuh kenikmatan. Begitupun dengan kaki dan tangan.

Memakan bayi hidup hidup memang paling enak.


Tamat

0 comments:

Post a Comment

 
Top