Depression

Ny.Haw memang tidak mudah menyerah--mempertahankan pendapat nya. Dia bersumpah demi apapun, dia tak melakukannya. Dia menjelaskan, dia hanya tak sengaja. Iya, tak sengaja, di gelap malam.

"Ny.Haw, sudahlah" 

Psikiater penjara itu, Max, sepertinya mulai muak akan keadaan ini. Ia memandang dari ujung rambut sampai bawah--kakinya, begitu berantakan.

"Kau tak mengerti!" Ny.Haw mulai kumat. Ia berteriak kesetanan. "Ini gila! Brengsek! Aku tak membunuh Claudia! Dia anakku!".

"Maaf, nyonya" bantah Max dengan sorot matanya yg bagai elang. "Jelas-jelas saksi--Grean, menemukan kau dan putrimu di gudang dan kalian berdarah! Kau mengerti maksudku, kan?!"

"Dasar brengsek kau! Aku hanya--tak sengaja...ya, tak sengaja! Kau mengerti?!".

Max membuang nafas nya dengan teratur. Ia kembali memandang Ny.Haw yg terpuruk.

Sialan, berduaan selama semalaman ini membuat Max gila. Ia ingin kabur dari sini. Dari psikopat yg membunuh anak nya sendiri dan tetangga nya.

Ny.Haw menangis. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan menunduk dalam. Rambut cokelat nya terurai berantakan.

"Nyonya..."

"Tolong lepaskan aku"

Max ingin tertawa mendengarnya. Lepas? Hah? Apa ada jaminan dia takkan membunuh lagi?.

"Tidak bisa"

"Tolonglah" Ny.Haw memohon. Mata safir nya berkaca-kaca "Aku hanya ingin memakamkan Claudia dengan sebaik-baiknya. Tolong. Aku tahu kau sangat baik. Tolonglah".

"Nyonya!".

Max membantah tegas. Ruangan kosong ini terasa hampa dengan hanya 2 orang sebagai pengisinya. Dan 2 kursi yg terduduki, serta 1 meja kotak yg minimalis.

"Kau tahu, psikopat sepertimu harus dihukum mati" Max berkata kasar, ia sudah tak tahan lagi dengan rengekan Ny.Haw.

"Tap-tapi..."

"Tak ada tapi-tapi nyonya! Kau pikir dengan kau mengambil jantungku semalam aku akan berbaik hati melepaskan mu?! Tidak!".

Max menunjukan bagian dada nya yg berlubang. Dan dengan darah segar yg terus mengalir.

Tamat

0 comments:

Post a Comment

 
Top