Don't look back

Aku tinggal di sebuah kota kecil di sekitaran Arizona, saat itu adalah hari pertama sekolah setelah libur musim panas. Usiaku sudah beranjak di kisaran angka 17 tahun, cukup dewasa untuk membuat keputusan sendiri.

Ada satu hal unik atau aneh mungkin bagi kalian, bagi orang di sekitaran sini ada peraturan tidak tertulis untuk menunjukkan kedewasaan kalian namun dengan cara yang menurutku tidak rasional, peraturan ini sayangnya hanya di ketahui oleh mereka yang remaja terutama—jauh di sebuah pedalaman gurun pasir di luar batas wilayah kota kami, ada sebuah mansion sangat tua, setidaknya itu yang ku dengar, kabarnya disana dahulu di jadikan sebuah markas mengerikan tentang penyembah setan!! Mungkin itu mengerikan, ya memang! Namun tetap saja, bagiku itu adalah cerita karangan orang-orang tua sini untuk sekedar menakut-nakuti kami agar menghindar dari tempat tersebut. Disinilah letak masalahnya, bagi sebagian remaja seperti kami tidak ada hal yang lebih penting untuk sebuah kehormatan yang sebenarnya menurutku tidak lebih seperti omong kosong bila tidak melakukan tantangan yang mereka sebut dengan “kedewasaan”, kau harus mengunjungi tempat itu.. mansion misterius itu bersama sahabatmu dan bila kau berhasil dan ini di ketahui oleh semua orang maka kau di anggap luar biasa, dan beberapa anak bahkan akan menghormatimu.

2 hari belakangan ini aku mendapatkan sms terus menerus dari Katie sahabatku, dia mengatakan hal-hal bodoh tentang mansion dan “kedewasaan” yang dia percayai. Aku mengatakan itu hanya sebuah omong kosong, tidak ada yang namanya mansion atau tetek bengek penyembah setan disana. Itu hanya gurun pasir luas tanpa batas, pergi kesana seperti bunuh diri. Namun Katie keras kepala, jadi suatu siang, ketika aku pergi ke perpustakaan aku melihat Katie, dia meraih tanganku lalu menunjukkan foto-foto yang tak ku kenali, beberapa di antaranya menunjukkan sebuah rumah tua. Katie meyakinkanku bahwa Mansion itu ada, dan memintaku membayangkan bagaimana bila seandainya dia berhasil masuk dan kembali itu akan menjadi berita yang hebat, namun aku hanya tersenyum satir menatapnya.

“Kat—kau tahu?? Ini tidak lebih seperti bualan. Maksudku, kehormatan macam apa yang kita peroleh setelah melihat ini? “

“ini akan hebat, Christy ku yang manis. Bayangkan, semua cowok akan memuji keberanian kita, mengatakan hal-hal yang menyenangkan lalu.. kau bisa menjadi lebih popular lagi” ungkapnya.

“kenapa harus aku?” kataku dengan nada jengkel.
“karena kau sahabatku, Christ.. kau yang aku percayai, dan harus kau” dia mengiba dengan mata lebarnya.

Sebenarnya dalam benakku ada hal-hal yang seperti mencegahku untuk berurusan dengan ini, namun melihat Katie saat itu, aku tidak tahu, bagaimana bibirku tiba-tiba berujar “ok”.

Setengah 6 sore aku melihat mobil Katie parkir di depan rumahku, ku raih tas yang sudah ku isi perbekalan dan melesat masuk kemudian Katie mulai berkendara. Ku harap ini akan selesai dengan cepat.

Setelah kurang lebih 1 jam berkendara sementara yang ku lihat hanya jalanan lengang dan berpasir, saat itu aku mulai merasa jengkel namun sebelum aku meledak Katie mengatakan “itu dia—Almoret petunjuknya”
Aku menatap papan kayu bertuliskan “Almoret” di samping jalan, dan ketika Katie membelokkan setir mobil kearah sana, maka kami sudah keluar dari jalan beraspal menuju ke sebuah jalan tanah yang di buat dengan gilasan mobil di sepanjang jalan menelusur.
“mereka bilang yang pernah kesana jarak antara jalan utama sekitar 30 menit” Katie mengerjapkan mata seolah-olah menunggu kado natal dan wajahnya begitu merekah, namun aku. Aku, aku seperti menelan muntahan dan itu membuatku mual.

Sebenarnya, sedikitnya aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, beritanya sebenarnya simpang siur—namun setiap kali aku mendengar seseorang bercerita tentang tempat ini, tempat yang akan kami kunjungi, isi perutku seperti ingin melesat keluar begitu saja. Mereka menyebutnya dengan “Mansion kematian” aku tidak tahu sebabnya, namun dari bibir-bibir yang ku dengar, siapapun yang mengunjungi tempat itu tidak memiliki keberanian untuk menceritakan segalanya, segala yang terjadi di tempat itu.. jadi meskipun kehormatan yang mereka peroleh namun ada kengerian yang mereka simpan bahkan hingga saat ini.

Semakin kami bergerak semakin terasa mual perutku, ada sesuatu yang ganjil yang aku takutkan, sementara matahari mulai tenggelam saat ban mobil berdencit ketika Katie menginjak rem saat itu lah matahari benar-benar sudah lenyap, hanya kegelapan yang menemani kami waktu itu, aku terdiam beberapa saat mengamati Rumah tua besar yang kami panggil Mansion ini. Kini mansion itu sudah ada di depan kami.

“OMG!! Ya ampun, Chrystie, kita berhasil menemukanya!! Ayoo” teriak Chrystie seperti anak kecil yang mengharapkan unicorn.

Aku membuka pintu dan menatap rumah itu dengan muram. “kau yakin mau masuk.. dan melakukan itu” suaraku lebih letih saat mengutarakanya. 

“iya” Katie langsung menarik tanganku.

Ada satu peraturan yang harus di petuhi saat memasuki mansion ini, peraturan dimana kau harus mendekap sahabatmu, mereka mengatakan sesuatu seperti mantera dan aku bisa melihat dengan jelas tulisan itu di luar rumah, tertulis sangat besar dengan cat putih pudar di tembok luar Mansion. “Aku melihatmu, kau melihatku. Jangan lihat ke belakang, berjalanlah bersamaku”

Katie mulai menatap wajahku, memintaku agar meletakkan tanganku di pundaknya dan sementara dia meletakkan tanganya di atas pundakku, kami berjalan dengan saling memandang dengan kedua tangan kami di pundak masing –masing.
“ini akan menyenangkan” katanya mulai berjalan, aku berjalan mundur, sementara Katie berjalan maju, aku tidak boleh melihat ke belakang karena Katie yang akan melihatnya sebaliknya Katie tidak boleh melihat ke belakang karena aku yang akan melihatnya. Pintu berderit terbuka dan kami mulai mengatakan hal yang sama. “Aku melihatmu, kau melihatku. Jangan melihat ke belakang, berjalanlah bersamaku”

Pertama kali saat aku mencium aroma rumah itu, aku hanya mencium bau apak dan debu di sekelilingnya. Perabotanya berantakan, begtu kotor dengan kain-kain tak berguna disana—sini, sementara di tembok-tembok tertulis nama-nama aneh atau kalimat-kalimat yang tidak ku mengerti maksudnya. 

Aku mulai menaiki tangga, berjalan mundur, sementara Katie menatap tepat ke arahku. “apa tangganya tinggi?” kataku.
“tidak cukup tinggi. Sebentar lagi.”

Kami menelusuri koridor dan tidak menemukan apapun selain perabotan berdebu dan rusak, namun saat itu lah aku merasakan leherku meremang, sesuatu seperti mengawasiku. Peraturanya hanya satu “jangan lihat kebelakang!!” gumamku terus menerus. Nafasku tersenggal saat berjalan semakin jauh. Sampai—keheningan itu mematikan kami.

Aku melihat Katie tiba -tiba berhenti begitu saja. Dan sesuatu di matanya melotot tepat ke arahku, bibirnya mengatup gemetar, “Ketie—kau baik-baik saja.”

Katie masih diam membeku. Aku yakin dia melihat sesuatu, sesuatu yang buruk.. “Katie!! “ kataku semakin keras, namun dia tetap membeku.
Ku sadari ku juga merasakan sesuatu, suara bergeresek di belakangku. “apa—apa yang ada di belakangku Kat??” teriakku sembari menguncang tubuhnya, suara gemeresek semakin jelas terdengar, saat itu entah apa yang terjadi, leherku tiba-tiba berputar dan seolah-olah aku ingin melihatnya langsung akan tetapi Katie langsung menyentakkan tubuhku dan berteriak dengan suara parau gemetar “jangan lihat ke belakang”
aku menatap Katie, matanya masih terlihat kosong.

“apa?? Kau bilang apa??”

“jangan lihat ke belakang”

Suara Katie mengambang di telingaku, saat itu lah aku tahu ada sesuatu di belakang Katie, berjalan tersaruk-saruk. Aku mengangah dengan spontan saat menatap makhluk mengerikan itu berjalan terkedek-kedek menuju Katie, makhluk itu lebih seperti seonggok daging yang berjalan, wajahnya hancur lebur, aku bisa melihat tulang-belulang di antara sobekan bajunya yang koyak, darah terus menerus keluar saat dia berjalan meninggalkan noda di lantai—tangan makhluk itu terangkat seolah mencoba mencengkeram.

“Katie. “jangan lihat ke belakang”
” spontan aku bersuara sama seperti apa yang Katie katakan. Saat itulah Katie seperti menyadari sesuatu.
“ada sesuatu di belakangku kan??”

““jangan lihat ke belakang”
” aku mencengkeram kepalanya menahanya agar tidak melihat makhluk mengerikan itu.

“Tempat ini terkutuk!!” teriak Katie, saat itu lah aku dan Katie berlari spontan menuju tangga dan keluar dari rumah dengan tergopoh-gopoh.
Aku melesat masuk ke dalam mobil sementara Katie yang sudah melesat masuk lebih dulu, menyalakan mobil dan memutar dengan cepat. Kami menembus jalanan itu dengan wajah pucat, aku terus menerus diam—tubuhku menggigil dan aku gemetar tidak henti, sementara Katie seperti menangis sesenggukan, setelah kami berhasil mencapai aspal jalan saat itu lah Katie menginjak rem dengan keras, kemudian mulai menangis.

Aku ingin menghentikan tangisan Katie, namun tubuhku membeku ketakutan. Aku masih mengingat makhluk itu berjalan tersaruk-saruk.

Setelah terjadi jeda yang panjang antara kami, Katie menatapku dengan bibir gemetar. “apa yang kau lihat Chris?” ucapnya dengan wajah sepucat susu.

“entahlah. Itu adalah makhluk, seperti daging berjalan. Wajahnya hancur lebur.. aku bisa melihat tulang-belulang, tanganya kurus kering dengan darah yang masih merembas keluar. Dia berusaha mencengkrammu..” tangis Katie seketika pecah, kali ini aku menyentuh rambutnya berusaha menenangkanya, “saat itu kau juga melihatnya kan.. makhluk itu, apa kau juga melihatnya di belakangku?”

Katie hanya diam dalam jeda yang panjang, dia terus mengeleng-gelengkan kepalanya. “tidak!!” katanya dingin, “itu bukan dia”

“apa yang kau lihat Kat—“tanyaku penasaran.

Katie menatapku kosong lalu berujar dengan suara gemetar. “Kau. Aku yakin itu adalah kau.. wajahmu, tubuhmu, ya. Itu kau Christy, aku melihatmu disana. Kau.. hanya saja. Kau merangkak, kau merangkak menuju ke arahku, kau tidak memiliki kaki Christ. Kau merangkak tanpa kaki” 

4 hari setelah kejadian itu. Aku mengurung diri dalam kamar, orang tuaku terus menerus membujukku namun aku selalu mengatakan “tidak” aku terlalu takut dengan apa yang aku lihat. Sampai akhrinya mereka berhasil membujukku, saat itu ayahku mengantarku ke sekolah, ayah bercerita Katie juga mengurung diri di dalam kamar, hanya saja, kemarin dia sudah pergi ke sekolah seperti biasa. Mungkin aku terlalu ketakutan, mungkin aku terlalu paranoit dengan semua ini, ayahku mencoba menghiburku di sepanjang perjalanan, saat itu lah, aku mendapatkan telephone dari seorang temanku Amanda, dia mengabarkan sebuah berita yang membuat jantungku seperti berhenti. “Katie tewas, baru saja.. ketika menyebrang jalan tepat di depan sekolah. Sebuah Truck roda 8 menghantam keras tubuhnya. Semua tubuhnya hancur seperti daging cah-cah. Sangat buruk bahkan untuk di kenali.”

Ketika aku mematikan handphone, tiba –tiba suara ban berdencit keras terdengar, yang ku tahu selanjutnya. Sesuatu yang hitam menyelimutiku.

Aku terbangun di rumah sakit. Menatap ibuku yang menangis terus menerus di depanku, ayahku ada disana, kepalanya di perban, namun tatapanya tampak mengiba, aku tidak mengerti apa yang terjadi, sampai aku membuka selimutku. Kedua kakiku—di amputasi karena kecelakaan itu.

Aku terus menerus menatap kosong apa yang ada di depanku. Ketika aku terjebak dalam lamunanku, sesuatu berbisik di telingaku.

“Aku melihatmu. Kau melihatku. Jangan lihat ke belakang. Berjalanlah bersamaku”

Pintu berderit terbuka, dan seonggok daging berjalan mendekatiku, dia berjalan melewatiku begitu saja setelah memandangku dengan wajahnya yang hancur, tanpa takut, aku mulai merangkak mengikutinya, dia berjalan terus menuju balkon kamar lalu melompat turun dari lantai 5 rumah sakit. Aku menatapnya dengan kosong, sekarang aku mengerti. “almoret adalah bahasa latin dari sebuah kalimat—melihat” 

“apakah ini maksudnya. Melihat masa depan—‘

Aku tersenyum satir, sebelum merangkak dan melesat turun mengikuti Katie.

di terjemahkan dari : Creeppynisme- dengan sedikit penjelasan.

Tamat

0 comments:

Post a Comment

 
Top