That Well Story

Valerie dan Rheata duduk ditangga berkeramik magenta gelap. Mereka hampir mati kebosanan. 18.23. Angin yang tadinya senantiasa panas, sekarang berubah lebih lembut, lebih sejuk. Si gadis jangkung itu harus menyelesaikan PR level ekstrim yang membuatnya harus tinggal disekolah. Dan ia baru saja selesai. Yang benar saja.

"Hoam. Kalau bukan karena tugas guru sialan itu, aku sudah mendengkur dirumah." Sungut Rheatha letih-mengantuk-lesu.

"Dan kalau bukan karena Reatha sialan itu, aku sudah pulang dengan tenang dirumah." Sindir Valerie sadis. 

"Hahaha, dasar..." Rheata meninju bahu Valerie lembut. Ah, kedua sahabat itu.

"Untung aku kawan yang baik."

Mereka berjalan kebelakang sekolah. Dinding temboknya rapuh dan bobrok. Catnya terserak ditanah. Tumbuhan tumbuhan liar memperlihatkan dominasinya. Disitu, ada sebuah gerbang belakang sekolah. Tapi dibelantara semak yang liar itu, ada sebuah sumur tak terpakai yang kosong.

Entah kenapa ada rasa tak enak, sontak bulu roma Rheata berdiri menatap sumur aneh itu. Mungkin karena sepi atau hanya perasaan mereka saja. Perasaan mereka saja? Atau memang suasananya aneh?

Pinggirannya bahkan sudah terpatri lumut lumut nan hijau. Mereka berdua saling menatap.

Valerie tiba tiba mengguncang guncang tubuh Rheata."Aku dengar, ada gosip terbaru disekolah ini. Katanya ada murid perempuan yang jatuh ke sumur, ia terhempas kebawah. Seluruh tubuhnya patah dan retak. Akhirnya ia mati. Arwahnya menjadi berkeliaran." Ujar Valerie seolah tersihir. 

"Katanya kalau kita kesumur itu lalu meneriakkan 'Hai engkau arwah yang disumur datanglah padaku, tunjukan wujudmu padaku.' Maka hantunya akan merangkak keluar dari dalam sumur dan malamnya ia akan datang dimimpimu."

Rheata tak acuh acuhan mendengarnya. Rasanya terlalu sulit masuk keakal gadis berambut merah ini. "Cih, dari mana kau mendengar cerita karangan bodoh itu?"

Tapi sebenarnya, ada sesuatu yang mendorongnya untuk mempercayai cerita Valerie. " Dari Devin." Singkat dan padat.

"Heh, Devin pria yang suka omong kosong." Gadis kurus itu menggigit bibirnya sambil menerawang. Ia tak menjawab Valerie.

"Ya, terserah juga. Aku tak memaksamu untuk percaya. Kau kan... penakut." Gunjing Valerie meliriknya penuh arti.

"Heh, aku tidak bercanda. Jangan percaya omongannya. Apa kau tak tau ia playboy cap kelinci, dan omongan manisnya itu... heh kau sebaiknya hati hati." Ia menatap lepas kearah langit dengan cuek.

"Santai saja. Kau serius sekali soal Devin. Omong omong kau tak percaya tentang cerita tadi?" Jujur saja, atmosfer teduh itu berubah mencekam. Mereka berdua hanya terpaku didepan sumur. Mungkin dasarnya dalam sekali. Mereka ragu untuk menengok kedalam.

"Tidak. Itu paling cerita yang dikarang agar anak anak tidak mendekat ke sumur." Ujarnya gamblang.

"Heh..." Hardik Valerie lambat. "Aku tahu! Bagaimana kalau kita mempraktekkan pemanggilan hantu itu?" 

"Dasar otak gila, tidak akan ada yang keluar dari sumur, bodoh. Dan... bukannya kau yang takut ya, ahahaha." Ejek Rhea menyenggol bahunya.

"Kau!"

"Kau."

"Sudah sudah, kita coba saja dulu bersama sama." Saran Valerie.

Tiba tiba saat ia sudah berada kira kira setengah meter dari lubang air itu, ada secercah ketakutan menyergap Rheata. Ada angin dingin mengelus ngelus tengkuknya.

"AHHHHHHHH!!" Valerie menjerit histeris. Mukaya berubah seputih susu dan sekujur tubuhnya gemetar dengan hebat, gadis itu menatap Rheata dengan mimik horror yang tak bisa dijelaskan. Ia berlari secepatnya dengan kengerian dimukanya.

Rheata tersentak, ia belum pernah melihat sahabatnya setakut itu. Ia sendiri tiba tiba bercucuran keringat dengan deras.

Jantungnya mulai memacu cepat juga, menghantam dadanya. Bulu romanya berdiri tegak. Perlahan, ia menatap kedalam sumur. 

Dan melihat tubuhnya sendiri dibawah.


Tamat

0 comments:

Post a Comment

 
Top