Apakah hal yang membuat rasa sakit itu memang sakit?
Atau sedikit sakit?
Lumayan?
Atau, sangat sakit?
Aku memang termasuk tipe orang yang akrab dengan kesunyian. Nyanyian burung pagi menurutku adalah pengganti sapaan dari teman-teman di dunia nyata. Aku memang bisa disebut anti sosial. Karna aku sudah terbiasa dengan sunyi senyap dan sepi yang menghiasi setiap hari-hari dalam jengkal hidupku. Aku adalah Liz, aku Liz yang menyedihkan.
Walau begitu, aku juga punya hobi sebagaimana anak normal lainnya. Aku gemar merangkai bunga. Membuat bunga-bunga kecil mungil itu bagai saluran yang terhubung satu ke satu. Dengan kawat lunak sebagai pengantarnya.
Disekolah, ada klub pecinta perangkai bunga untuk anak yang kurang lebih sama sepertiku. Aku masuk ke klub itu dan berhasil menjadi salah satu dari anggota nya, yang mana hanya berjumlah tidak lebih dari 15 orang.
Well, omong-omong soal diriku di sekolah, aku tergolong anak ber-kasta paling bawah di kelasku. Aku tidak pintar, malah bisa disebut idiot. Aku juga tidak manis, kulit ku putih kusam dengan kacamata tebal bertengger setia diatas hidungku. Mataku juga sipit, dan ada garis hitam di bawah kelopak mataku. Bibirku tidak setipis Helrin atau Herlin, si kembar primadona kelas. Aku juga tidak langsing, aku sering disebut babi.
Walau begitu, aku juga anak yang normal. Aku juga menyukai seseorang yang bisa disebut pangeran bagi semua warga kelasku. Aku juga punya bakat, walau hanya di seni merangkai bunga. Dan aku juga tetap manusia, aku punya hati dan aku punya perasaan.
Aku sudah tidak mempunyai siapapun di keluarga, kecuali bibi Emma. Bibi Emma juga bukan keluarga yang sedarah denganku. Bibi Emma adalah anak angkat dari nenekku.
Setiap hari pulang dari sekolah, aku berjalan pulang dengan rambut poni yang selalu menutupi kacamataku. Baju seragam yg kebesaran dan kaus kaki yg panjang sebelah sudah menjadi ciri khas ku. Dan itu adalah salah satu alasan mengapa aku di bully. Aku aneh.
Tapi, seperti yang sudah kubilang. Aku tetap manusia. Aku tetap seorang gadis yang masih ingin perhatian dari orang sekitar. Aku tak peduli aku di bully atau semacam nya, asalkan aku punya keluarga dan teman yang slalu ada disisiku, aku masih bisa menghirup angin sore dengan tenang. Tapi aku tidak punya semua nya. Baik teman atau keluarga. Aku tidak punya orang yang menyayangi ku lagi. Semua nya membenci ku. Semua nya menganggap ku sampah yang bau dan tak berharga. Aku dibiarkan dan disengaja ada di sudut tergelap suatu tempat. Aku di-asingkan dan dicampakkan.
Aku memang lemah. Aku memang bodoh.
Bahkan air mataku sudah habis karna ku keluarkan semua nya untuk waktu-waktu tengah malam.
Aku tak punya daya untuk melawan bahkan menjungkir balikan takdir. Kenapa aku ditakdirkan seperti ini? Aku rasa tuhan terlalu baik kepadaku karna sudah memberikan ujian terberat dalam hidupku.
Apa tak ada waktu untukku untuk mendapat kebahagian kembali?
Dimana waktu dan masa senyum-senyum ku berkembang manis?
Apa sudah habis? Apa sudah tak ada untukku lagi?
Aku benar-benar tak mengerti kenapa aku dilahirkan ke dunia.
Apa? Dan kenapa?
Kenapa sakit nya seperti ini?
Ada kah yang bisa menolongku? Memberi ku genggaman hangat dan satu pelukan walau satu detik?
Apa tidak ada?
Tak ada yang mau mengasihi ku?
Aku benar-benar ingin berteriak. Aku ingin mati saja. Aku ingin mati saja.
Aku benci ini. Aku benci!. Demi apapun aku membenci diriku yang tak berguna ini!.
Debu pun tak sudi menempel di baju ku yang lusuh.
Kalian benar, aku memang menyedihkan. Aku, aku.
Aku payah.
Aku menyerah.
Aku menyerah pada kehidupan.
Bibi Emma, maafkan aku.
Aku bodoh dan benar-benar idiot.
Aku lebih suka menyelesaikan masalahku tanpa dibantu orang lain. Tapi, tak mungkin kan, ada orang lain yang membantu ku?.
Ya, aku paham sekarang.
Aku bisa membeli senyuman orang lain melalui rupa dan uang dengan mudahnya.
Kepercayaan dan kebaikan hanyalah mainan yang dipakai untuk topeng semua orang.
Aku hidup di dunia yang kejam. Dimana semua orang wajib untuk mempertahankan diri nya untuk keperluan masing-masing.
Dan, aku sadar, seseorang yang lemah dan tak berarti sepertiku, adalah yang akan kalah.
Sebab, takdir kami sudah ditakdirkan menjadi loser saat kami lahir.
Aku sadar. Aku benar-benar menyadari nya.
Ya, aku mencintaimu, bibi Emma.
***
"Jadi, bibi Emma, apa kau tahu apa penyebab Agatha Liz mati dalam kondisi seperti itu?"
"Hiks, tidak, aku tidak tahu, hiks. Aku sayang sekali dengan Liz. Aku...aku tak menyangka Liz akan bunuh diri dengan cara yang...Liz..."
"Oh, eum, tenang bibi Emma. Baiklah, kami akan membawa jasad Liz untuk di-visum ke rumah sakit. Anda sebaiknya menyusul."
"Ya. Terimakasih, tuan Greege."
"Ya bibi, kami pergi dulu"
Bibi Emma tersenyum manis, masih dengan air mata palsu yang mengalir dengan tenang nya. Selepas para polisi dan ahli medis pergi membawa jasad Liz, bibi Emma akhirnya membuka apa yang sedari tadi disembunyikan nya.
Catatan kecil.
"Bibi Emma, aku tidak bisa lagi membunuh teman sekelas ku lagi. Aku sayang mereka semua, walau mereka membully ku. Sebagai ganti nya, aku lah ganti nya. Bibi, aku sayang bibi selamanya.
Tertanda, Liz."