Kabur



Ayah tiriku selalu membenciku. Ketika Ibu menikah dengannya dan dia tinggal di rumah kami, hidupku jadi terasa seperti di neraka. Apapun yang aku lakukan selalu salah dimatanya dan dia selalu membentakku. 

Pelan tapi pasti, semua kekacauan di rumah mulai mempengaruhi sekolahku. Sulit sekali untuk belajar dan nilaiku semakin menurun. Ketika makan malam bersama aku sangat gugup hingga sulit sekali rasanya untuk makan. Pelan-pelan aku menarik diriku dari teman-teman dan tidak main lagi bersama mereka. 

Semuanya semakin menjadi-jadi. Aku menjadi samsak tinju ayah angkatku. Dia mulai memukuliku tanpa ampun. Dia adalah orang yang besar dan kuat sementara aku terlalu kecil dan lemah untuk melawannya. Setiap pukulan dan tendangan yang dia tujukan padaku menyakitiku secara fisik dan mental. Tidak lama setelah itu Aku diagnosa mengalami depresi.

Dari semua kejadian yang telah terjadi, Ibuku hanya diam saja dan tidak membelaku sama sekali. Dia lebih memilih suami barunya ketimbang diriku. Hal itu sangat menyakitkan lebih dari apapun. Yang hanya bisa kulakukan adalah berharap dan berdoa agar suatu saat aku bisa lari dari rumah.

Suatu hari, ketika aku tidak mampu lagi menahan semuanya aku mencoba lari dari rumah. Aku berhasil kabur sejauh mungkin dari kota tempatku tinggal, namun polisi menemukanku dan membawaku kembali ke rumah. Ketika Aku dan polisi sampai di rumahku, aku melihat ayah angkatku berdiri di depan pintu rumah menungguku. Amarah terlihat jelas di wajahnya.

Sesaat setelah polisi pergi, dia berpaling padaku dan berkata, 

"Kamu pikir kamu bisa kabur?"

Malam itu, dia memukuliku lebih parah dari biasanya. Aku menangis dalam tidurku. Hari-hari berikutnya, setiap kali dia pulang kerja, Aku berusaha untuk menghindarinya namun tidak ada gunanya. Dia memukuliku tanpa ampun. Aku tidak pernah mengerti kenapa seseorang bisa begitu kejam. Kelihatannya aku hanyalah sebuah pelampiasan untuk bersenang-senang baginya. Tiap kali dia memukuliku, Aku bisa melihat bagaimana dia menikmatinya. Tubuhku dipenuhi dengan memar dan rasanya sakit sekali untuk bernafas. 

Secara tidak sengaja, dia sudah bertindak terlalu jauh. Pada suatu malam, dia memukuliku hingga aku tidak bisa bergerak lagi. Aku hanya mampu berbaring di lantai kamarku, memandangi langit-langit kamar.

Aku tidak tahu kalau saat itu aku mengalami pendarahan di dalam tubuhku. Ibuku memohon kepada ayah tiriku untuk membawaku ke rumah sakit, namun dia mengabaikan Ibuku. Ayah tiriku pikir aku berpura-pura.

Sepanjang malam, Aku hanya berbaring dilantai kamarku, mengerang pelan dalam kesakitan dan perlahan-lahan tidak sadarkan diri. Esok paginya, Ibuku memeriksa keadaanku, namun Aku sudah meninggal.


Tamat

0 comments:

Post a Comment

 
Top