Suatu Masa di Desa Kue dan Gula-gula
Di seberang sabana di luar sana terhampar desa kue dan gula-gula. Boneka teddy dan gadis raggedy bermain, bercanda, berlari dan menari. Mereka kunyah kue-kue jahe, minum bercangkir cokelat terkekeh riang saat para peri terbang mendekat. Saat aroma permen di siang berganti malam blueberry mereka naik ranjang, memejam, mendekap mimpi.
Namun malam ini berbeda, ganjil, dan memendam gelisah inilah malam saat bulan berubah. Tanah lembut yang putih berubah cokelat dan ungu menyebarkan sulur ke semua penjuru: menguasai jalanan, padang rumput, dan rimba-rimba berburu jiwa termanis pada jamuan di tengah gulita.
Sulur hitam berduri milik bulan mencabik rumah-rumah menyeret penghuninya yang lemah dan lelah melilit kuda-kuda poni dan para beruang yang menjerit ngeri di awang-awang.
Para korban dibanting pada tanah keunguan dengan isi tubuh muncrat berhamburan. Selamat adalah mukjizat nan langka Inilah saat para ghoul dan goblin berpesta.
Para tersayang digiling dengan garpu, tombak dan cakar dijejalkan ke dalam mulut bulan yang lapar. Malam menelan amis darah serta jerit pilu dan pedih para ghoul kembali ke entah, bulan kembali putih.
Kemudian mentari berupa lemon muncul sebagai juru selamat: mereka yang beruntung keluar, bermain di bawah sinar hangat. Tak ada tangis, duka, atas malam penuh bencana mereka memilih mengais gula-gula dan bergembira. Semalam penuh ngeri dan teror diganti suka cita kelam sungguh tak terperi, tapi tidaklah mengapa.
Mereka bersedia membayar harganya.
Tamat
0 comments:
Post a Comment