My Wife Didnt
Aku tertidur disofa, seperti yang lagi lagi kulakukan tiap begadang, dan aku terbangun oleh istriku yang sedang berdiri didepanku, menangis, lalu mengguncangkan tubuhku. Aku bangun dan mengelusnya, lalu bertanya apa yang salah, tapi ia tidak mau menjawab. Aku membelai kepalanya dan memeluknya dengan erat.
Kuduga ia pasti bermimpi buruk seandainya aku meninggal, atau mimpi buruk lainnya. Mungkin juga kalau ia telah menerima pesan berisi berita tragis. Akhirnya, setelah ia sudah cukup tenang dalam dekapanku, ia berseru padaku, " Ayo duduk bersama sebentar."
"Apa kau mau memberitahuku apa yang terjadi?" Kutatap matanya dengan lembut.
Ia terlihat bergulat dengan pikirannya, dan lantas memutuskan untuk tidak memberitahukanku. "Tidak, aku hanya mau bersenang senang denganmu, untuk sebentar saja."
"Aku ngantuk," Tukasku, berselonjoran. "Ayo ke dalam kasur."
"Jangan!" Tolaknya, dengan nada hampir berteriak. " Tidak. Aku tidak mau kedalam kamar sekarang." Aku tertegun prihatin, tapi kadang kelakuan istriku bisa seperti orang tua eksentrik, bahkan seperti anak kecil yang memesona. Mungkin kembali ke kamar membuat dia teringat lagi dengan mimpinya?
Kami berakhir duduk disofa dan bercengkrama. Berbincang tentang apa saja dan apa yang terlintas dipikiran kami ( kecuali tentang apa yang telah membuatnya sedih ). Kami kemudian bermain bersama.
Ia membuatkanku kopi dan kami melahap snack dan makanan ringan yang tertinggal dikulkas. Kami tertawa, sama sama bernostalgia tentang saat hari hari pertama dari hubungan kami. Sebelum aku sadari, jam sudah mengacung ke angka 7 pagi. " Aku sudah terlalu capek sayang, dan aku yakin kau juga. Ayo tidur didalam kamar jadi liburan akhir pekan kita tidak sia sia."
"Tidak! Kita tidak bisa! Kumohon jangan." Tangisnya meledak.
"Kenapa?" Tanyaku. "Apa yang salah?"
" Kita tidak bisa masuk kedalam. Kumohon. Jika kita ke dalam, semua ini akan berakhir." Ucapnya dengan suara bergetar, matanya penuh dengan bendungan air bening.
"Apa? Apa yang ada di dalam kamar memangnya?"' ( Aku benar benar bimbang. Apa dia tidak sengaja merusak barang warisan dariku dan dia sekarang takut aku akan mengamuk padanya? )
Ada irama jeda kesenyapan yang panjang sebelum ia mencoba mengerem tangisannya. Dan akhirnya...
"Tubuhku ada didalam kamar! Aku sudah meninggal, Harry. Aku melihat mayatku sendiri, terdiam di atas kasur. Saat kau melihatnya, semuanya akan berakhir."
Ok, itu sepertinya sedikit berlebihan. Tentunya dia sudah bermimpi buruk, yang lantas kemudian ia percayai benar benar terjadi.
"Oh, sayang, tidak. Tidak... itu cuma mimpi burukmu. Semuanya baik baik saja." Aku mendekapnya kedalam tanganku sembari air matanya kembali meleleh dari matanya. "Dengar, kau hanya agak kurang tidur. Kau akan merasa jauh lebih baik saat kau bangun. Aku janji."
Ia mengangguk ragu, dan melangkah dengan pelan denganku kedalam kamar. Aku memutar mataku ke kasur yang kosong, tidak ada tubuh atau mayat.
"Lihat kan? Itu hanya mimpi. Baringlah bersamaku." Aku melonjak kedalam kasur dengan sigap, lalu bertumpu pada sikuku, bercengkrama sampai kami terlelap. Ia berbaring disampingku dan menutup matanya.
"Jadi, kau bermimpi apa tadi?" Tukasku. Ia tak membalas. "Diane?" Tanyaku. "Kau tertidur sangat cepat ya." Ujarku lalu tertawa keras.
Aku mengguncangkan tubuhnya, dan ia tak bergeming. Kemudian aku menyadari bahwa di bibirnya terlihat sedikit berwarna biru sekitar ujungnya. Lalu aku menyadari dengan cepat, bahwa dia tak bernafas.
Tentu saja aku sangat panik.
Tentu saja aku memanggil 911.
Ia hanya berusia 27 tahun. Ia mengalami pembengkakan pembuluh darah dalam tidurnya. Otopsi menyatakan kalau ia sudah mati sekitar 5-6 jam yang lalu sebelum aku 'menemukan mayatnya'. Sekarang aku sangat merindukannya. Kuharap aku bisa menepati janjiku--dimanapun ia saat ia terbangun, kuharap ia merasa bahagia.
Tamat
0 comments:
Post a Comment