Kucing Pembawa Roh Part 2
Setelah mendengar si mahasiswi itu sampai rumahnya, saya menduga ceritanya selesai. Ternyata saya salah total.
Di pagi hari saat saya sedang di kamar asrama, sedang menunggu kelas jam 10, tiba-tiba satu teman berlari masuk ke kamar sambil berteriak
“Kabar buruk! Kabar buruk…”
Ternyata semalam si mahasiswi itu sudah kembali ke asrama. Tapi pagi ini dia melompat ke dalam sumur.
Dia langsung tewas di tempat. Bahkan katanya ketika melompat ke sumur, badannya sepertinya menghantam sesuatu, sehingga perut kirinya sobek dan usus terburai keluar, sama seperti kondisi mayat kucing itu….
Saya yang mendengar cerita itu bagai tersambar petir di siang bolong. Pikiran saya kosong seketika. Teman saya yang paham Tao itu pun terkejut. Tidak baik, tidak baik katanya. Sarannya kita harus melayat ke mahasiswi ini. Dan juga pas malamnya harus berdoa di sebelah Aula Daren.
Belakangan dia memberikan kami jimat yang entah dia dapatkan dari mana. Kami diwajibkan untuk membawanya selama 49 hari. Apalagi kalau sedang melewati samping Aula Daren, wajib dibawa!
Hari-hari setelah kejadian itu, saya terus membawa jimatnya setiap hari, takut terjadi sesuatu yang tidak baik. Tetapi lewat sebulan dikarenakan memang tidak terjadi apa-apa, saya sudah tidak begitu mempedulikannya lagi.
Sampai suatu hari...
Pada saat itu kami sedang main basket sampai jam setengah sepuluh malam hari. Jadi kejadiannya bola menghantam ring basket dan terpantul keluar lapangan. Mau tidak mau saya berlari untuk memungut bola basketnya. Bolanya menggelinding ke arah Aula Daren. Bolanya menggelinding terus, semakin lama semakin jauh. Karena ingin mengambil bolanya, saya pun berlari lebih cepat lagi.
Tiba-tiba dari semak-semak sisi kanan muncul seekor kucing. Dia berjalan menuju gerbang yang di depan Aula Daren situ. Anehnya saya entah kenapa merasa tertarik pada kucing itu, dan lupa untuk memungut bola basketnya. Padahal gerbang yang dekat Aula Daren itu tidak ada orang ataupun sesuatu, tidak ada apa-apa sama sekali.
Pada saat itulah saya teringat insiden sebulan lalu. Tiba-tiba merasa bulu kuduk merinding. Apalagi jimatnya tidak sedang saya bawa. Jadi segera kembali untuk memungut bola.
Saya menyusuri jalan terus mencari-cari bolanya. Kira-kira di tempat lokasi kucing ditabrak dulu, mata saya sendiri melihat sebuah pemandangan horror. Mahasiswi yang bunuh diri itu, berjongkok dengan wajah menunduk. Tangannya sedang menekan seekor kucing. Kucing itu terus-menerus mengeong tanpa bisa apa-apa. Saat itu seluruh tubuh saya lemah dan kaki saya hampir tidak bisa menopang lagi.
Perempuan yang ada di hadapan saya itu kemudian pelan-pelan berdiri. Tubuh saya seluruhnya terpaku tidak bisa bergerak. Saya sudah ketakutan setengah mati. Perempuan yang berdiri di hadapan saya betul-betul mirip dengan mahasiswi yang bunuh diri itu.
Pada saat dia berdiri, kepalanya juga perlahan-lahan diangkat. Mata kami sambil memandang. Wajahnya pucat dan tatapannya penuh kebencian. Sorot matanya menusuk ke saya. Saya tidak hanya merinding dan gemetaran, hampir saja saya berhenti bernapas.
Saya melihat dia dengan tangannya memegang kucing kemudian mengangkatnya tinggi-tinggi. Kemudian dengan sepenuh tenaga dia melempar kucing itu ke jalan di depan saya.
Akibat hantaman keras itu, si kucing sepertinya terluka parah. Dari mulutnya keluar darah, dan dia tidak henti-hentinya mengeong.
Pada saat itu, sebuah mobil dari arah gerbang melaju dengan kecepatan tinggi ke arah sini. Si perempuan itu dengan kakinya menginjak kucing. Dia pun tersenyum.
Pada saat bus itu hampir menabrak saya, tiba-tiba terdengar teman teman basket terus menerus memanggil nama saya. Begitu kesadaran saya kembali, si perempuan itu, kucing dan bus pun tiba-tiba hilang… Teman-teman saya pada bertanya mengapa malah bengong di situ? Bukannya bola ada di dekat saya. Masalahnya saya sudah hampir tidak ada kekuatan lagi untuk berdiri…
Setelah saya kembali ke asrama, pada hari itu juga saya mengalami demam, dan tidak-tidak hentinya mengigau. Saya ceritakan kejadian itu ke teman saya yang paham Tao itu. Dia kemudian memaksa saya untuk minta izin supaya segera pulang ke rumah.
Waktu itu di tengah malam, teman saya memberikan saya obat demam. Tidak lebih dari empat jam, akhirnya suhu badan saya sudah normal kembali. Tapi saya masih tetap antara sadar tidak sadar, terus menerus mengingau. Akhirnya teman saya pun menggoyang saya keras-keras, menampar wajah saya, memanggil-manggil saya supaya sadar. Kata teman ahli Tao ini, dia sedang mengecek apakah jiwa saya masih ada di dalam tubuh saya. Kalau tidak ada maka masalahnya lebih parah.
Sebelumnya saya harus menjelaskan dulu konsep 三魂七魄 (baca: sān hún qī pò, tiga jiwa dan tujuh roh) ini. Penjelasan ini juga saya dapatkan dari teman Tao. Manusia ada 3 jiwa yakni Jiwa Utama, Jiwa Lahiriah, Jiwa Perasa (ada juga yang menyebutnya Jiwa Langit, Jiwa Bumi, dan Jiwa Manusia). Jiwa Utama fungsinya mengatur mental kesadaran seseorang, Jiwa Lahiriah berkaitan dengan kesehatan jasmaniah, dan Jiwa Perasa berkaitan dengan panca indra.
Tujuh roh yang ada di badan, masing-masing memiliki fungsi penting yang memungkinkan adanya hubungan antara Jiwa Lahiriah dengan Jiwa Perasa dalam melindungi sistem tubuh. Umumnya ketika seseorang terkejut maka yang hilang hanyalah roh-nya (pò) saja. Cukup mengatur pernapasan dan sesuai kemampuan tubuh, roh akan terwujud kembali. Umumnya jiwa(hún), tidak akan meninggalkan tubuh. Hanya pada saat kondisi antara hidup mati (penyakit kronis, mengalami bencana) baru bisa terjadi. Dan satu lagi kemungkinan, yakni direbut oleh orang ataupun hantu.
Ketika manusia meninggal, Jiwa Utamanya akan mengalami proses reinkarnasi, Jiwa Lahiriah akan berada di plakat altar, Jiwa Perasa akan tertinggal di tubuh. Arwah-arwah gentayangan yang tidak bisa bereinkarnasi itu, akan mencari manusia pengganti guna mendapatkan Jiwa Utamanya. Tetapi mau merampas Jiwa Utama ini tidak sesederhana yang dibicarakan. Manusia memiliki unsur Yang yang melindungi dirinya, jadi umumnya makhluk-makhluk halus tidak bisa apa-apa terhadap manusia.
Oleh karena itu ada roh jahat yang akan mencoba merampas Jiwa Lahiriah atau Jiwa Perasa terlebih dahulu. Orang yang diserang akan sakit-sakitan, atau bahkan kondisi psikisnya tidak dalam keadaan sadar (Jiwa Utama sedikit banyak terpengaruh). Kalau tidak segera menemukan kembali Jiwa ke asal, maka orang itu bisa saja akan meninggal, dan Jiwa Utamanya pun meninggalkan tubuh.
Hanya saja Jiwa Lahir dan Jiwa Perasa yang dirampas oleh arwah jahat tidak akan menetap. Jiwa yang meninggalkan tubuh akan gentayangan di tempat kejadian, menunggu untuk kembali ke tubuh. Itu sebabnya pendeta Tao selalu ke tempat kejadian untuk mencari kembali jiwanya.
Tetapi ada hantu-hantu yang lebih hebat, dia akan sengaja menambah rintangan di tempat kejadian, supaya sang korban meninggal dan pada akhirnya menjadi pengganti untuk dirinya…
Lanjut ceritanya kembali. Berikut ini merupakan cerita yang belakangan saya dengar dari teman Tao. Waktu itu saya sama sekali tidak sadarkan diri.
0 comments:
Post a Comment