Joey Life
Aku mendapatkan sebuah telephone dari seseorang. Mereka bilang membutuhkan seorang penjaga bayi untuk 2 hari, awalnya ku pikir itu adalah ide yang buruk, karena aku menjaga bayi bukan untuk waktu yang krusial seperti 2 hari, biasanya aku akan menerima sebuah pekerjaan menjaga bayi dalam sekala waktu jam, seperti 4 jam atau lebih tapi tidak untuk 2 hari. Namun kemudian mereka menawari uang cukup banyak, bahkan menurutku upah yang mereka bayar tidak masuk akal untuk menjaga seorang bayi selama 2 hari. Setelah aku menimbang-nimbang permintaanya, aku pun menerimanya.
Seseorang menjemputku dengan mobil antic kuno dan mengantarku pada sebuah kediaman terpandang di lingkungan yang mewah. Saat aku turun dari mobil, 2 orang, pria dan wanita tampak tua renta menyambutku dan mengatakan bahwa mereka yang menghubungiku. Aku bertanya tentang gaji yang mereka janjikan hanya untuk memastikan apakah ini lelucon dan mereka membayarku di muka, itu benar-benar membuatku bingung dan menurutku itu tidak wajar.
“jadi 2 hari. Baiklah.” Kataku dengan senyuman tertahan, aku benar-benar tidak pernah melihat uang sebanyak itu dan sekarang uang-uang itu ada di kantongku. Mereka menjelaskan seluk beluk rumah ini, rumah besar dan tua namun menyimpan keindahan arsitektik yang patut di puji.
Mereka juga menjelaskan apa yang harus aku lakukan seperti, pagi hari saat sarapan aku harus memutar music Chapin atau Mozart, kemudian memandikanya dengan susu agar kulitnya tetap lembut, dan meletakkan makananya di meja makan tepat di depannya. Saat itu aku merasa terusik. “meletakkanya. Apakah bayi anda bisa makan dengan sendirinya?”
“oh aku tidak mengatakan bila ini pekerjaan menjaga bayi, dia sudah berusia 12 tahun” kata wanita itu.
Aku hanya membatin berusaha tidak terkejut. Merawat anak 12 tahun jauh lebih muda daripada bayi kecil, mereka kembali menjelaskan semuanya secara detail bagaimana cara merawatnya. Aku mulai berpikir mungkin anak mereka memiliki cacat atau apapun sehingga anaknya tidak bisa melakukan hal-hal kecil dan membutuhkan bantuan orang lain, hingga aku teringat sesuatu yang ganjil. “kenapa mereka tidak memiliki pembantu?”
Mereka berhenti di sebuah kursi tua dengan boneka seukuran anak-anak, di dandani layaknya seorang anak manusia. “ini adalah anak kami. Joey. Aku percayakan dia kepadamu”
Saat itu aku tidak terkejut sama sekali namun sebaliknya aku tertawa geli dan saat aku tertawa aku melihat wajah mereka tampak tersinggung melihatku. “ada yang salah?”
“Joey. Anakmu” aku mengangguk berusaha tidak melukai perasaan mereka. “baiklah, aku akan menjaganya”
**
Malam itu. Setelah kepergian mereka, aku duduk menonton Tv, sementara boneka yang namanya ‘Joey’ ku letakkan di kursi jauh dariku namun tetap bisa ku pandangi. Entah apa yang terjadi, aku merasa Joey terus mengamatiku, aku tahu ini gila. Karena Joey hanya boneka. benda mati, tapi aku tetap merasa sesuatu mengangguku dan semakin lama semakin membuatku gelisah, aku berdiri meraih gorden dan menutupi boneka sialan itu. Menghardiknya dengan murka “berhentilah menatapku Boneka Bodoh! Apa kau tidak pernah bercermin wajahmu itu mengerikan!!”
aku pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigiku. Lagi-lagi bayangan Joey merasuki kepalaku, mata kelerengnya yang hitam, bibirnya yang kaku, ekspresinya yang mengerikan membuatku tidak bisa berpikir jernih. Aku kembali ke tempat dimana Joey berada, ku buka gordenya dan meraihnya, kemudian melemparkanya di salah satu ruangan dan menguncinya rapat-rapat.
Aku berusaha memejamkan mataku namun aku tetap tidak bisa melakukanya. Joey benar-benar seperti merasukiku. Aku tidak bisa melupakan wajahnya walaupun hanya untuk 1 detik saja. Sampai perlahan-lahan aku mendengar suara tertawa, kecil seperti anak-anak yang berlarian. aku berdiri dan melihat kesana-kemari namun aku tidak menemukan apapun di sekitarku. Aku mulai menangis. Aku ketakutan. Karena suara-suara itu masih terdengar jelas di telingaku, tawa-tawa itu benar-benar mengerikan.
Aku berlari menuju kamar Joey. Ku buka pintunya dan melihat benda itu masih berada di tempat yang sama. Aku mendekatinya perlahan-lahan. Ku letakkan kembali di kursi tempatnya berada, ku putar music seperti apa yang orang tuanya inginkan.
Perlahan-lahan suara –suara tawa itu menghilang dari telingaku. Aku melakukan semua yang orang tuanya katakan kepadaku, meletakkan makanan, memandikanya dengan susu. Melakukan semuanya.
2 hari telah berlalu. Orang tua Joey telah tiba, saat itu juga, aku berpamitan untuk pergi. Tatapan Joey masih sama. Hitam dan mengerikan, namun dia tetap hanya boneka mati. Ketika aku akan pergi, wanita itu memanggilku dan mengatakan.
“bisakah kau kembalikan Joey pada kami?”
Aku menatap bingung dan tidak mengerti maksud ucapan wanita itu.
“dia selalu ada di punggungmu nona”
Tamat
0 comments:
Post a Comment