Don't do it!
"Memangnya kenapa,sih?"
"Karna nanti malam adalah saat kebangkitan nya, anak gadis seperti kita tak boleh keluar rumah"
"Eum..."
"Kau mengerti, Lucy?"
Aku terdiam. Alah, omong kosong macam apa ini.
"Tapi, nanti malam aku harus membeli bahan-bahan untuk membuat kue"
"Argh! Kenapa kau begitu keras kepala?"
Dia, Helena, mendekati ku. Bibir tipis nya berbisik kecil, tepat di telinga ku.
"Umur mu masih panjang, bukan?"
Jujur, bulu kudukku sempat merinding mendengar apa yg diucapkan Helena--bagai ancaman.
Helena kembali menjauh. Ia melirik seiko di pergelangan tangan nya sekilas, lalu bergumam pelan--nyaris tak terdengar.
"Aku sudah terlambat"
Helena menatap ku. Mulut nya terbuka, tapi menutup kembali.
"Aku pergi dulu ya, Lucy" kata nya tersenyum lebar. Tangannya menggaruk tengkuk nya sendiri.
"Jane dan aku ada janji melihat pameran lukisan di taman kota sore ini. Apa kau mau ikut?"
"Tidak" tolakku cepat. "Pesanan kue banyak sekali. Mungkin lain kali".
Helena mengangguk mendengar penuturan ku. Ia berbalik setelah mencubit pipi ku sekilas dan melirih pelan.
"Ingat,ya"
***
Matahari mulai terbenam di kota ini. Ya, kota kecil yg ada di Jepang ini. Aku tinggal disini sendiri. Menyewa rumah minimalis yg cukup murah. Aku datang ke Jepang untuk cita-cita ku, menjadi Chef. Dan kurasa, Jepang adalah tempat yg tepat untuk kuliah dan bekerja sambilan, menjadi pembuat kue.
Aku membuat kue dan menjual nya ke teman-teman sejurusan ku. Kadang aku menitipkannya ke kantin kampus, dan lain sebagainya.
Dan sekarang, aku tengah mencetak pastel mini di dapur. Sambil mendengarkan lagu lewat MP3 yg kukantungi di jeans ku, aku cukup menikmati aktivitas ku.
***
Aku sedang mencampur adonan, dan sialan, botol vanilla nya tumpah karna kecerobohan ku menaruhnya.
Ini pesanan Helena, dia senang kue vanilla. Di luar hujan lebat, ditambah petir yg sesekali terdengar. Sebenarnya aku malas sekali keluar untuk membeli vanilla krim.
Tapi, itu harus. Aku tak mau mengecewakan pelanggan, apalagi dia adalah teman ku.
Berbekal payung dan jas hujan, aku bersiap-siap untuk menentang hujan. Aku keluar dari rumah. Rintik hujan mulai membasahi tubuhku yg terbalut jas hujan.
Dengan payung, aku berjalan cepat-cepat menuju toko di seberang rumah ku. Malam semakin larut.
***
Akhirnya. Aku tengah menenteng kantung plastik berisi botol vanilla cair ini. Senyum ku tertarik jelas. Membayangkan bau harum yg akan memenuhi dapur, bau harum kue vanilla hangat yg kan kunikmati di acara hujan ini.
Tapi...
Deg. Tiba-tiba langkahku terhenti. Aku ingat... Aku ingat...
Malam ini.
Dia akan bangkit.
Tubuh ku gemetar. Aku berusaha meneruskan langkah ku yg tadi terhenti. Pikiran horror terlintas di kepalaku.
Bagaimana jika aku bertemu dengan nya.
Aku berusaha menepis pikiran buruk itu. Aku berlari, rumah ku makin terlihat.
Pantas saja, sepanjang jalan sangat sepi. Aku saja harus mengetuk pintu toko itu karna terlihat tutup.
Dan aku tak menjumpai 1 orang pun malam ini.
Aku sudah sampai rumah. Buru-buru aku membuka pagar.
Syukurlah.
BRUK!.
Aku mematung. Seuntai suara seperti barang jatuh terdengar, dari belakang ku.
Aku gemetar. Keringat dingin sepertinya membasahi baju ku. Aku mematung. Tak bisa bergerak.
Dan, ya tuhan. Aku mendengar suara samar geraman.
Ya. Geraman.
Suara hujan mungkin sedikit membuat suara geraman itu tak terdengar. Tapi aku masih mendengar nya.
Menandakan, bahwa apa yg dikatakan Helena benar.
Sepertinya.
Aku bertemu dengan nya.
***
'Lucy, aku akan menceritakan kisah nya padamu. Mahluk itu akan bangkit malam ini, karna posisi bulan yg tepat setengah. Aku memperingatkan mu jangan keluar malam ini! Ini bukan lelucon atau apalah. Percaya lah, ini demi hidup mu. Yg ku baca, mahluk itu seperti manusia, namun ber-ekor kalajengking merah besar. Wajah nya sangat mengerikan. Dan jika kau bertemu dengannya, dia akan membunuh mu, dia akan merobek kulit mu. Dan dia muncul saat hujan, mencari korban gadis remaja berdarah segar.
Dia akan mengambil jantung mu. Dan dia akan hilang, meninggalkan mu menjadi mayat tanpa jantung.
Kuharap kau membaca nya. Dan balas pesan ku ini, ya. Helena'.
Tamat
0 comments:
Post a Comment