Trapped
Gelap! Letty tak dapat melihat apapun selain warna hitam. Dia bingung akan keberadaannya sekarang. Tangannya terus menjulur ke depan berusaha mencari pegangan ataupun dinding yang dapat dipakai sebagai pemandu dalam kegelapan.
Gelap! Letty tak dapat melihat apapun selain warna hitam. Dia bingung akan keberadaannya sekarang. Tangannya terus menjulur ke depan berusaha mencari pegangan ataupun dinding yang dapat dipakai sebagai pemandu dalam kegelapan.
Pluk! Kaki Letty menginjak sesuatu yang cair dan lengket. Dia mengumpat pelan. Saat itu juga, tangannya juga berhasil memegang sesuatu seperti dinding. Tapi terasa begitu dingin dan berlendir ketika tersentuh tangannya. Walapun merasa jijik, dia terus meraba dinding itu berharap menemukan saklar lampu.
Klik!
Sebuah lampu menyala terang di tengah ruangan itu. Letty terpaksa menutup matanya untuk menghindari silaunya nyala lampu itu. Setelah terbiasa dengan cahaya, dia menyapukan matanya mengelilingi sudut kamar itu.
Dinding yang berwarna hijau karena lumut yang berselaput lendir membuat perut Letty terasa mual. Dia melihat tangannya yang tadi meraba dinding itu. Lumut dan lendirpun mengotori tangannya. Dia mundur perlahan menjauhi dinding yang menjijikkan itu.
Pluk! Kakinya kembali menginjak sesuatu yang terasa cair dan lengket. Perlahan, Letty melihat ke arah kakinya yang menginjak sebuah benda berwarna merah muda dan coklat. Serta... DARAH!
"Aaaaarrrrggghh!" Letty berteriak ketakutan ketika menyadari bahwa benda yang dia injak tadi adalah kulit manusia. Bau anyir segera menusuk hidungnya. Dia berlari menuju satu-satunya pintu yang ada di ruang itu.
"Huh... Huh... Huh..." nafas Letty memburu begitu dia berhasil keluar dari kamar yang menjijikkan. Tapi dia heran, ketika dia menjumpai kamarnya setelah berhasil keluar.
"Apa ruangan tadi bagian dari kamarku?" tanya Letty pada dirinya sendiri. Diapun berbalik untuk melihat pintu tempat dia keluar tadi. Tapi pintu itu telah menghilang. Yang ada hanya dinding warna ungu bermotif tulip.
"Mom? Dad? Where are you?" Letty mencari orang tuanya keluar kamar. Hening. Tak ada suara apapun yang terdengar. Dia merasa rumahnya berbeda dari biasanya. 'Sejak kapan rumahku ada lorong yang suram dan gelap seperti ini?' tanya Letty dalam hati.
Letty menyusuri lorong panjang itu yang ternyata membawanya menuju dapur. Ada ayah dan ibunya disana yang sedang duduk menghadap meja makan yang masih kosong. Dengan bahagia, Letty menghampiri mereka.
"Mom! Dad! Aku merindukan kalian." ucap Letty sambil memeluk ibunya. Dingin. Letty merasa tubuh ibunya sangat dingin. Diapun melepaskan pelukannya dan mundur menjauhi sosok yang ada di depannya.
Kedua sosok itu menoleh pada Letty yang tengah ketakutan. Mereka menyeringai memperlihatkan gigi-giginya yang menghitam. Mata mereka jatuh satu-persatu ke lantai. Menggelinding hingga ke bawah kaki Letty.
"Peluklah ibumu, sayang! Hihihi...." ujar sosok itu yang membuat Letty tak mampu untuk menggerakkan tubuhnya. Dia terpaksa melihat kejadian yang membuatnya terasa mual.
Perlahan sosok itu melepaskan kulit manusia mereka hingga hanya terlihat daging berwarna merah muda dan berlendir. Jantungnya terlihat jelas saat berdetak. Hati, usus, ginjal, dan semua organ dalam dapat terlihat dengan jelas di mata Letty.
Lettypun akhirnya tidak tahan dengan pemandangan di hadapannya. Dia memaksakan diri untuk berteriak, sebelum akhirnya dia pingsan di depan makhluk menjijikkan itu.
***
"Aaaaarrrrggghh!"
"Hey, Letty! Kau kenapa berteriak gitu di sini?" Tanya Marta.
"Ma... Marta?" Letty mengedip-ngedipkan matanya karena tak percaya dengan apa yang baru saja dia alami. Dia kini sedang berada di koridor kampus dengan Marta, sahabatnya. Semua mata menatap heran pada Letty. Begitu juga dengan Marta. Lettypun menarik tangan Marta agar segera pergi dari tempat itu. Menghindari tatapan yang seolah menganggap dirinya gila.
Setelah sampai di ruangan kelas yang kosong, Letty menceritakan apa yang baru saja dia alami. Marta memperhatikan setiap kata demi kata yang meluncur dari mulut Letty dengan seksama tanpa sedikitpun memotong kalimatnya.
"Aku takut, Mar. Aku takut...." Letty memeluk Marta yang membalas pelukannya.
Deg! Jantung Letty terasa berhenti berdetak ketika menyadari Marta terasa begitu dingin. Sama saat dia memeluk ibunya tadi malam. Diapun melepaskan pelukannya dan mundur menjauhi Marta.
"Apa makhluk itu seperti ini, Letty? Hihihi..." Marta menyeringai lebar. Peristiwa tadi terlihat lagi di depan matanya. Gumpalan daging merah muda mengalir ke kaki Letty. Jantung yang masih berdetak terasa hangat menyentuh kulitnya.
"Tidak mungkin! Tolooong! Siapapun tolong aku!" teriak Letty yang segera meninggalkan ruangan itu. Koridor terlihat sangat sepi. Tak ada orang lain lagi selain dirinya. Diapun berlari menuju parkiran.
Perjalanan Letty menuju parkiran terasa sangat lama. Tak seorangpun yang ia jumpai, bahkan dia semakin tidak mengenali tempatnya berpijak sekarang. "Dimana aku?" tanya Letty lirih.
Letty merasa begitu lelah dan tak dapat mempercayai apa yang dia alami. Dia bersandar pada dinding. Menelungkupkan tubuhnya dalam diam. Diapun menangis. Dia ketakutan dalam kesendirian. Hingga akhirnya diapun tak sadarkan diri.
***
Kriiiiing.... Bunyi jam weker memekakkan telinga Letty. Perlahan diapun membuka mata dan terbelalak ketika menyadari dimana dirinya sekarang. "Kamar? Bukankah tadi aku sudah ke kampus?" tanya Letty yang kebingungan.
"Letty? Kau sudah bangun , sayang?" tanya seseorang dari balik pintu. Letty tahu siapa pemilik suara itu.
"Sudah, Mom." Jawab Letty singkat. Suara langkah kaki terdengar menjauhi kamarnya. Diapun bergegas menyambar handuk dan pergi mandi. Air dingin terasa segar membasahi tubuhnya.
Setelah semuanya siap, Letty segera turun dan menghampiri orang tuanya di meja makan. Senyuman hangat mereka terasa menyejukkan hati Letty. Ibunya mengambilkan selembar roti tawar dan mengoleskan selai coklat. Letty menerima roti itu dan melahapnya dengan cepat.
"Berangkat bareng Dad atau mau bawa mobil sendiri lagi?" tanya ayah menawarkan.
"Bareng Dam aja. Letty merasa kurang enak badan." ucap Letty tak bersemangat. Orang tuanya tampak begitu cemas mendengar ucapan Letty. Ibunya segera menempelkan tangannya pada kening Letty.
"Ya sudah. Ayo berangkat! Dad tidak mau kamu sampai terlambat." ajak ayahnya. Letty hanya menurut dan memasuki mobil Impala ayahnya. Sepanjang perjalanan, mereka hanya diam. Letty sibuk memikirkan mimpinya semalam.
Ayah memperhatikan sikap Letty yang tak seperti biasa. "Kau kenapa sayang?" tanya ayah dengan nada khawatir. Dia menatap pada Letty.
"Aku tak apa, Dad." lagi-lagi Letty hanya menjawab singkat. Ayahnya semakin merasa khawatir dengan perubahan putri semata wayangnya itu. Dengan satu tangan dia mengusap rambut Letty, sedangkan tangan satunya memegang kemudi.
"DAD! Awas!" teriak Letty yang melihat seorang bayi di tengah jalan. Ayahnya segera memutar stir sehingga keluar dari jalan dan menabrak sebuah pohon.
***
Letty membuka mata. Dia masih berada di dalam mobil yang berasap. Tapi dia tidak menemukan ayahnya di balik kemudi. Letty mengumpat muak. Semua kejadian ini membuatnya bingung. Dia tak bisa lagi membedakan antara mimpi dan kenyataan.
Letty berusaha keluar dari mobil yang telah remuk itu. Tapi dia tak bisa menggerakkan kakinya yang terasa lumpuh. Diapun berteriak untuk minta tolong. Tapi tak seorangpun menggubrisnya.
Seorang pria tua dengan pakaian serba hitam menuju ke arah Letty. Dia berdiri tepat di samping Letty yang telah lemas. Alam mimpi telah menjeratnya hingga tak mampu lagi untuk kembali ke alam nyata. Pria itu menatap tajam pada Letty.
"Siapa kamu?" tanya Letty lemah.
"Aku Marco. Aku ditugaskan untuk menjemputmu ke alam akhirat." ucapnya menjelaskan. Dia lalu membuat sebuah gambar bintang segienap ditengah lingkaran di atas tanah dan menyuruh Letty berdiri di tengah gambar itu.
"Kau menipuku, hah? Aku tau itu Devil's trap, perlambang perangkap iblis. Sedangkan aku bukan iblis dan aku juga belum mati!" Letty berteriak mengelak untuk masuk ke lingkaran itu.
Marco mendengus kesal, "Apa kau yakin bahwa kamu masih hidup?"
"Tentu saja!" jawab Letty yakin.
"Ikut aku!" Marco memegang tangan Letty dan menghilang dari tempat itu. Mereka muncul di ruang tengah Letty yang telah disesaki oleh puluhan orang berpakaian serba hitam. Ayah dan ibunya menangis di tengah ruang itu menghadap tubuh yang terbujur kaku di depannya.
"Mom? Dad? Siapa yang meninggal?" tanya Letty. Tapi mereka tak sedikitpun mengubrisnya. Air mata Letty tak kuasa tertahan hingga membasahi pipinya.
Marta maju ke depan. Dia duduk di sebelah mayat itu. Dengan perlahan, dia menyibakkan kain putih yang menutupinya.
Deg! Letty tak mampu menarik nafas lagi ketika tahu siapa yang ada di balik kain itu. "Tidak! Tidak mungkin aku telah meninggal! Mom! Dad! Letty disini. Apa kalian tak dapat melihatku?" Letty histeris. Tapi tetap tak ada seorangpun menggubrisnya.
"Kau sudah mati, Letty!" Marco kembali menyeret Letty untuk meninggalkan tempat itu.
Letty dibawa ke sebuah taman yang tampak indah. Taman itu membuatnya nyaman dengan Marco yang duduk di sampingnya
"Apa ini surga?" tanya Letty. Tapi Marco tak menjawabnya. Matanya menerawang lurus ke depan. Sebelum akhirnya menoleh pada Letty dan memperlihatkan sebuah seringai yang mengerikan.
***
"Aaaaarrrrggghh!" Letty kembali terbangun di ruangan yang serba putih. Rumah sakit. Tapi Letty terlalu lemah.
Letty tak peduli lagi dengan apa yang dia hadapi. Dia tak dapat lagi membedakan antara mimpi dan nyata. Diapun memejamkan mata kembali dan tak berniat untuk terbangun lagi.
Tamat
No comments:
Post a Comment