House Of Creepers
By : Gery FG
Aku kini hanya tinggal berdua dengan kakakku Erika sejak kedua orang tua kami ditemukan meninggal dengan misterius, dengan kondisi yang mengerikan, mayat mereka penuh dikerumuni dengan kecoak.
Para tetanggaku pun enggan bertamu ke rumahku sejak kejadian itu, bahkan kini di tiap sudut rumahku selalu kujumpai segerombolan kecoak. Setiap kali aku berusaha membunuh mereka, kakakku selalu datang dan mencegahku untuk melakukan itu, "Jangan lakukan itu Regina, biarkan makhluk-makhluk mungil itu hidup, kau tak mau mereka akan membalas perbuatanmu suatu hari nanti kan?" Begitulah yang dia selalu katakan padaku.
Kakakku memang memiliki hobi yang aneh, dia amat menyukai serangga.
Aku teringat dulu saat dia memelihara belasan kelabang di kamarnya, orang tuaku amat marah terutama ayahku waktu itu, dia sangat marah dan mengancam akan membakar kamarnya kalau dia tidak membuang semua peliharaannya yang menjijikkan itu, dan kini sejak mereka meninggal, kakakku justru semakin gila dengan hobinya itu, dia mulai mengganggap kecoak-kecoak yang berada di rumahku adalah peliharaannya yang tak boleh dibunuh, bahkan dia menganggap mereka sebagai anak-anaknya sendiri, kurasa dia betul-betul mulai kehilangan akal sehatnya.
Hari itu sepulang sekolah, aku yang merasa amat lelah segera memasuki kamarku dan segera membanting diriku di atas kasurku yang empuk, mendadak aku merasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak di bawah punggungku.
Langsung saja aku berdiri dan kulihat ada kerumunan kecoak di atas kasurku, pantas saja aku tak melihatnya, warna spraiku menyamarkan mereka yang sama-sama berwarna gelap.
Langsung saja kuambil kaleng obat serangga yang ada di sudut kamarku dan kusemprotkan kearah makhluk-makhluk menjijikkan itu.
Aku nampak tersenyum puas saat melihat mereka menggeliat sekarat di atas kasurku, akan tetapi baru saja saat aku melangkah untuk membersihkan bangkai mereka, ada ratusan kecoak lagi yang mendadak keluar dari sela-sela dinding dan dari kolong ranjangku.
Aku yang mulai merasa ketakutan langsung saja menyemproti mereka dengan obat serangga yang masih kupegang dari tadi.
Anehnya saat aku menyemprot mereka, selalu saja ada gerombolan kecoak lain yang keluar, dan saat obat serangga yang kupegang sudah habis, aku langsung berlari keluar dari kamarku dan mendapati sebuah pemandangan mengerikan yang belum pernah kusaksikan seumur hidupku.
Aku melihat ada ratusan kecoak merayap di seluruh ruang tamu rumahku, entah kali ini jumlah mereka sangat banyak dari yang biasa kulihat setiap harinya, bahkan mereka merayapi hampir seluruh lantai ruang tamuku, darimana mereka semua berasal? Tiba-tiba saja sebagian besar dari mereka beterbangan menuju ke arahku dan dalam hitungan detik tubuhku sudah penuh dihinggapi oleh mereka.
Aku mulai panik dan berusaha mengibas-ngibaskan tubuhku untuk mengusir mereka semua.
Aku berusaha berlari keluar untuk meminta tolong dan ketika aku berlari, aku dapat merasakan kakiku menginjak-injak tubuh lunak mereka di lantai namun perasaan jijik itu tak kuhiraukan dan tetap berlari.
Aku amat terkejut saat mengetahui bahwa seluruh rumahku kini dipenuhi oleh mereka dan mereka bergerombol menutupi pintu masuk seakan mereka tak akan membiarkanku keluar dari rumah ini.
Saat aku hendak berlari menuju ke arah dapur, mendadak aku menabrak seseorang di koridor yang ternyata adalah kakakku, "Mau kemana kau Regina, bukankah kau sudah kuperingatkan sebelumnya untuk tidak menyakiti mereka, dan sekarang lihat, mereka semua marah padamu karena kau telah membunuh saudara-saudara mereka." Kakakku berkata dengan nada tinggi yang membuatku makin ketakutan, "Ma-maafkan aku kak, tolong usir mereka semua karena mereka sudah membuatku ketakutan." Aku mengatakannya dengan ritme nafas yang tak beraturan karena terlalu ketakutan, "Maaf? Semudah itukah kau mengatakannya setelah membunuh mereka? Dulu ayah dan ibu sudah melakukannya dan kau tahu? Tak ada yang bisa dimaafkan dari mereka." Kemudian ia berjalan mendekatiku.
Detak jantungku seakan berhenti saat dia mengatakan kalau dialah penyebab kematian orang tuaku, aku sungguh tak menduganya, dia benar-benar gila.
Tiba-tiba saja dia mendorongku dengan kuat hingga aku terjatuh terlentang ke lantai yang dipenuhi dengan kecoak, "Bruk...!!" Lalu dia duduk menindih tubuhku, dan kulihat ekspresinya kini tersenyum sinis padaku, sebuah senyuman jahat yang membuatku meronta-ronta ingin melarikan diri, akan tetapi dia cukup kuat untuk menahan pergerakan tubuhku dan aku tak berkutik. "Kenapa kau meronta Regina? kau takut setelah apa yang kau lakukan pada hewan yang kau sebut menjijikkan itu? ketahuilah bahwa mereka juga merasakan ketakutan yang sama dengan yang kau rasakan saat ini, dan sekarang kurasa sudah saatnya kau menemui ayah dan ibu, kau merindukan mereka bukan? dan aku pun ingin hidup tenang bersama anak-anakku yang manis ini, disini tanpa gangguan dari orang-orang berhati kejam seperti ayah dan ibu dan juga dirimu." Ia setengah berteriak saat mengatakannya padaku.
Dia lalu memposisikan wajahnya tepat diatas wajahku dan membuka mulutnya seakan hendak memuntahkan sesuatu.
Benar saja, tiba-tiba dia memuntahkan puluhan ekor kecoak hidup tepat di wajahku, dan kurasakan kecoa-kecoa itu berebut berusaha memasuki mulutku, dan aku merasakan mereka bergerak masuk melewati kerongkonganku dan memenuhi paru-paruku hingga kurasakan nafasku semakin sesak dan pandanganku mulai kabur serta aku mulai kehilangan kesadaran, satu hal yang terakhir kulihat adalah kakakku kini tersenyum manis padaku sambil membisikkan kata-kata terakhir yang kudengar,"Selamat tinggal adikku, kau tak perlu takut lagi sekarang, karena mereka akan menemanimu sampai di lubang peristirahatan terakhirmu..."
Tamat
0 comments:
Post a Comment