Menulis Dosa
Dosa mengelus pipiku dengan ujung-ujung kukunya yang hitam dan runcing. Matanya menyala merah dan liur tak hentinya menetes dari mulut penuh taringnya yang terbuka.
Aku hanya bisa memandang dari kejuhan, sosok dalam ruangan remang yang tergenang cairan merah pekat. Sosok yang di depan mataku dicabik dengan brutal hingga organ tubuhnya terburai. Sosok yang kemarin baru saja kumiliki secara sah di mata hukum.
Sosok yang seharusnya menyiapkan sarapan pagi untukku dan menyambutku sepulang kerja. Sosok yang seharusnya akan kupanggil 'Mama', ketika jelmaan kecilku turun ke dunia.
Aku meringis ketika para kelabang menggerayangi bagian-bagian tubuhku yang terluka--yang dicabik oleh Dosa.
"Kau mengkhianatiku."
Sosok bertubuh kelabang raksasa yang memiliki kepala ular di depanku ini menggeram, mendesis, dia menjilati tubuhku dengan lidah panjang yang dingin dan bau anyir. Liurnya terus-terusan menetes. Satu bagian yang terjilat, tubuhku merasakan sakit luar biasa yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Aku tidak bisa berteriak, aku hanya bisa menangis.
"Kau sudah kubuat kaya, Anton," lirihnya, "jadi ini balasanmu? Baiklah. Kau memang tidak pantas mati. Neraka bahkan tidak cocok untukmu! Nikmatilah sisa hidupmu! Hahahaha!"
Sosok di depanku kini berubah menjadi wanita cantik yang menjadi alasanku mau tunduk kepadanya, selain janji harta dan jabatan. Namun aku benar-benar lumpuh, tidak bisa bergerak.
Sosok cantik bernama Dosa itu kini mengambil gunting yang terletak di meja kamar kami. Dia menahan rahangku hingga mulutku terbuka dan menarik lidahku keluar.
Dia menggunting lidahku sedikit demi sedikit, darah segar mulai bercucuran. Aku tidak bisa melawan. Aku ingin berontak, aku ingin berteriak, berlari, atau melakukan apapun, namun tak bisa.
Aku pernah tidak sengaja menggigit lidahku ketika mengunyah, namun itu tidak ada bandingannya. Rasa sakitnya ribuan kali lipat. Air mataku tak berhenti bercucuran. Dosa sengaja menggunting lidahku perlahan dan sedikit-sedikit ia tertawa oleh darah yang mengucur deras di mulutku.
Aku menelan air amis yang terasa seperti besi karat itu tanpa bisa mengeluarkan suara.
Usai memotong lidahku secara sempurna, aku dapat merasakan kalau pendarahan di lidahku terhenti secara tiba-tiba.
Dosa hilang dengan potongan lidahku, dan memposisikan gunting di tanganku. Kelabang-kelabang yang secara ajaib didatangkan oleh Dosa juga menghilang.
Aku tidak dapat bergerak dan tidak dapat berbicara. Aku hanya bisa merasakan sakit. Rasanya lebih mengerikan dari kematian itu sendiri.
Bahkan ketika polisi, orang tua, dan dokter datang, aku masih tidak bisa bergerak maupun berbicara. Semua bagian tubuhku lumpuh kecuali tangan kananku yang memegang gunting.
Aku bebas hukuman mati karena divonis gangguan jiwa. Padahal aku berharap mati saja, namun seperti sengaja dibuat agar aku tidak mati.
Aku juga sudah mencoba untuk bunuh diri dengan berbagai cara, namun selalu gagal. Aku bagai dikutuk!
Sekarang aku hanya bisa menulis. Aku menuangkan semua fakta. Bagaimana kejadian yang sesungguhnya. Dan bagaimana itu semua bisa terjadi.
Meskipun begitu, tidak ada yang percaya. Mereka... tidak percaya.
Mereka bilang aku gila.
Tamat
0 comments:
Post a Comment