Tuesday 16 February 2016

Creepypasta Indonesia - Experience - My Sister Never Cried


My Sister Never Cried 

Sumber: /r/shortscarystories
Credit: reddit user aloneinthefray

Saat kami masih kecil dan kakak perempuanku ini terjatuh –membuat lututnya lecet- dia hanya tertawa kecil.

“Aku mau plester pink itu!” ujarnya.

Saat hubungan dengan pacarnya yang mereka bina cukup lama kandas, dia hanya tertawa dan menggandeng tanganku saat kami pulang.

“Dengan ini, sepertinya kita bakal menjadi jomblo terseksi di sekolah lagi,” bisiknya ringan yang membuatku tertawa.

Saat harus menemui dokter untuk memeriksa kesehatannya, dia nampak bersemangat.

“Mungkin aku menderita penyakit baru dan mereka akan menamakannya dengan namaku. Keren sekali, bukan?”

Leukimia sungguh menggerogotinya, namun dia tak pernah mengeluh walau aku tahu, tubuhnya mengerang kesakitan demikian hebat. Terkadang, aku tak mampu menahan tangis saat melihat selang-selang infus atau peralatan lain yang menempel padanya, namun, gurauan selalu meluncur dengan mudah dari mulutnya sehingga membuatku merasa lebih baik.

Bahkan hingga pada detik-detik terakhir, saat tak ada hal lain yang bisa kami lakukan selain menangis, senyum masih ia sempatkan untuk melengkung di wajahnya, sementara tangannya yang lemah mengelus lembut pipiku.

“Tak mengapa,” katanya lemah, “kita akan bertemu lagi di surga. Aku yakin.”

Pada dasarnya, aku bukan orang yang terlalu relijius, namun gadis cantik ini –kakakku- membuatku percaya akan surga.

Dan hal itu membuat segalanya menjadi lebih sulit diterima. Terlalu menyesakkan.

Aku mulai mendengar suara kakakku saat malam tiba. Dia terisak, awalnya pelan. Kemudian, jeritan ngeri dan memilukan mengikuti setelahnya. Suara yang sama yang muncul dari seseorang yang terjatuh dari tebing tinggi, atau di seret ke dalam gelapnya hutan oleh sesuatu yang mengerikan. Suara yang muncul dari harapan yang pupus.

Aku ingin percaya akan adanya surga. Benar-benar ingin.

Namun, jika surga memang ada … nampaknya, kakakku gagal untuk sampai ke sana.


Tamat

No comments:

Post a Comment