Sunday 15 May 2016

Creepypasta Indonesia - Experiece - Why Maggie? Why?


Why Maggie? Why?

source: reddit/r/ShortScaryStories/Read if you dare

Sebentar lagi akan kujawab pertanyaanmu. Tapi pertama-tama, biar aku jelaskan dulu...

Aku adalah siswa sekolah berusia 16 tahun. Mungkin dari luar penampilanku terlihat normal-normal saja, namun sebenarnya aku mengidap suatu kelainan yang disebut trimethylaminuria (ya aku tahu, aku juga kesusahan mengejanya kok). Singkatnya, bau tubuhku bermasalah. Ini dimulai ketika aku menginjak masa remaja.



Aroma tak sedap dari tubuhku ini sangat kontras dan sukar ditutupi. Orang yang berada lima kaki dariku akan segera bisa menciumnya. Murid lain bahkan tanpa dosa sering menghinaku. "Si maggie bau" pun menjadi julukan mereka untukku. Orang-orang tak sudi duduk sebangku denganku baik di kelas atau di kantin. Pernah suatu kali seorang bocah menyiramku dengan air jeruk nipis sambil berkata, "Nih mandi air jeruk, siapa tahu baumu bisa agak wangi!"

Aku sudah mendapat berbagai macam resep pil, sabun atau salep khusus dari dokter, tapi nihil. Aku mandi tiga kali sehari. Aku bahkan pernah menggosok tubuhku saking kerasnya hingga berdarah. Bunuh diri juga hampir kulakukan.

Teman sekelasku – yang mungkin sudah begitu muak akan bauku – memutuskan untuk main hakim sendiri. Mereka menyeretku ke kamar mandi setelah jam pelajaran usai, mereka hendak membersihkan tubuhku secara manual. Tak lupa mereka menutup mataku terlebih dulu. Seember penuh cairan pembersih mereka siapkan, namun bleach itulah faktor pemicunya. Agak susah untukku menjelaskan apa yang terjadi, harap kalian maklum ya.



Pokoknya ada sesuatu yang keluar dari dalam tubuhku.... Dari mulutku tepatnya.

Rasanya seperti separuh jiwaku menjulur keluar. Aku tak dapat melihat karena mataku di tutup, yang pasti rasanya sangat menyakitkan, seolah bagian dalam kerongkonganmu di cabik-cabik. Para gadis penyiksaku mulai menjerit-jerit. Aku tahu pembantaian tengah terjadi karena dapat kudengar suara kunyahan daging serta retakan tulang belulang mereka. Kemudian sunyi, ruang pemandian seketika terasa begitu lengang. Pancuran airpun tak lagi bergemericik. Ku lepas penutup mataku, dan makhluk itu berada persis dihadapanku. Bentuknya seperti ular raksasa, namun terdapat kerutan-kerutan di tubuhnya, seperti cacing. Kepalanya hanyalah mulut menganga bak bunga lotus merekah. Setiap kelopak memilik sederet gigi runcing nan tajam yang meneteskan darah merah. Gerakan makhluk itu pasti sangat lincah karena semua temanku sudah pada mati. Rongga bolong menganga terdapat di area dada mayat mereka. Tampak satu gadis terlihat masih kejang-kejang namun kesekaratannya tak berlangsung lama.

Sejenak kemudian makhluk itu menggeliat ke arahku, mendongak seperti kobra. Dari gerakan rahang gandanya yang dipenuhi taring, seolah menunjukkan bahwa ia sudah puas dengan kebebasan serta santapan singkatnya. Ia mengangguk-nganggukan kepalanya ke arah mulutku... menungguku untuk mempersilahkannya masuk kembali.

Maka kulakukan satu-satunya hal yang kumampu, yaitu memejamkan mata sembari membuka mulutku lebar-lebar. Aku tahu ini kedengarannya mengerikan, tapi makhluk itu masuk dengan perlahan dan lembut, lagian aku sudah berusaha untuk lebih mengendalikannya. Karena begitu ia kenyang, baunya takkan terlalu buruk. Dan kini ia sudah kuanggap sebagai diriku sendiri.

Jadi sekarang akan kujawab pertanyaan di awal cerita,
"Karena... lebih baik menjadi monster pemangsa daripada korban yang dimangsa."

Tamat


Creepypasta Indonesia - Experience - The Pocket Watch


The Pocket Watch

credits to : The_Dalek_Emperor

Saat aku masih seorang anak kecil tidak ada yang bisa dimakan. Aku adalah anak tertua dari lima bersaudara dan sudah kewajibanku untuk membiarkan adik adikku makan terlebih dahulu sebelumku. Perang menyebar dari daerah pesisir dan saat semakin mendekat ke sini, makanan menjadi sangat langka. Binatang binatang kabur dari sini atau terbunuh dan dimakan oleh keluarga lain di desa kami.

Ayahku adalah seseorang yang bijak dan tanggap, dan kami menanti untuk menyembelih dua ayam kami saat musim gugur tiba, ketika rerumputan dan kulit pohon sudah susah dicari atau tidak bisa dikonsumsi lagi. Keluarga lain tau kami punya ayam dan ayah begadang sepanjang malam dan hari untuk mengawasi mereka. Ayah pernah terpaksa membunuh seorang anak dari kota sebelah, yang telah kehilangan akalnya karena saking lapar, ia mencoba membakar rumah kami dengan sebuah dahan berapi.

Ketika ayam kami menjadi kurus tersisa tulang dan tulang ayam menjadi rapuh, dan bahkan menjadi berpori karena terlalu sering digunakan ibu untuk sup, orang tuaku mengirim aku dan dua saudara tertuaku untuk keluar berburu serangga dan tikus tanah untuk makan malam. Kami memang lapar tapi tidak terlalu parah, tapi semua berubah total saat suatu pagi kami terbangun dan merasakan salju salju pertama mulai berjatuhan, dan BENAR BENAR tidak ada lagi yang tersisa untuk dimakan. Orang tuaku mulai untuk mendiskusikan hal hal yang tak terelakkan lagi--mungkin ayahku harus pergi ke pesisir dan menjual liontin jam peninggalan dari kakek kepada para tentara mabuk. Itu satu satunya barang berharga yang kami punyai dan hanya itu warisan keluarga yang seharusnya ayahku wariskan padaku.

Aku tidak ingin ayah pergi. Aku takut perang akan tiba saat ia pergi dan aku masih terlalu muda dan lemah untuk melindungi ibu dan saudara mudaku. Aku memohonnya untuk tidak pergi, tapi ia bersikeras bahwa semua akan baik baik saja dan bahkan berjanji akan kembali dalam waktu dua minggu. Aku sangat ketakutan dan saat ayah dengan ibu sedang di luar mempersiapkan tas ayah, aku membanting liontin jam itu dan menginjaknya di bawah kakiku lalu menaruhnya kembali di rak ayah yang setengah rusak.

Ibuku menangis berhari hari. Ayah melakukan yang terbaik untuk menenangkannya saat aku menyaksikan mereka berdua mengikis kulit dari sepatu boot ayahku dan merebus kulit binatang itu untuk makan malam. Malam selanjutnya ibu menemukan bangkai tikus dan merebusnya untuk mematikan kumannya. Dan malamnya lagi setelah itu ia mengisi perut kami dengan tulang tikus dan salju cair.

Adik kecilku Albert membuat semua orang terjaga malam itu, menangis karena kelaparan. Ia memohon untuk semua hidangan yang pernah kami makan saat kami masih punya kebun dan binatang--daging sapi rebus, telur ceplok putih, jagung yang lezat dan daging kambing yang dicabai. Dia membuat perut kami semua mengerang dan menyiksa kewarasan kami, dan aku segera menjerit padanya agar diam sembari ibu sekonyong konyong terdengar menangis dari kamarnya.

Ayah membelai rambut Albert berjam jam dan kemudian kembali ke kamar nya dan ibu, seraya menutup kembali pintunya. Albert mengerang hingga cahaya subuh menembus tirai tipis kami. Aku bisa mendengar suara ayah di balik kamar, memperbaiki jam liontin itu. Rasa laparku sudah menggantikan rasa takutku akan para tentara dan aku diam diam berdoa ayah bisa memperbaikinya.

Ayah memperbaikinya dari siang sampai malam. Selia menemukan bangkai bangkai jangkrik di toko roti yang terlantar dan saat kami melahapnya, ayah datang dari kamarnya dengan ibu di belakangnya. Senyuman di bibir ayah tampak hampir kulupakan karena aku tak pernah melihatnya lagi sejak hari di mana adik termudaku lahir. Dia mengumumkan pada kami bahwa dia telah memperbaiki liontin kakek dan ayah mendengar ada markas tentara tak jauh dari sini. Tiga hari, janjinya, "Tiga hari dan aku akan kembali dengan wortel dan daging kambing, dan kue yang begitu besar yang bisa memenuhi perutmu untuk satu tahun!" 

Kami bertepuk tangan dalam kesukacitaan dan berlari mengitari halaman kami yang kecil yang tampak sudah begitu lama tak kami lakukan. Ayah menyuruh kami membantu ibu mencari barang barang bagus untuk mendekor meja. Pagi harinya ia memberikan kami potongan karet dari sepatu kulit ibu untuk dikunyah dan berjanji pada kami untuk kembali secepat mungkin.

Kami merasa sangat senang hari itu, mengumpulkan tapal kuda dan pecahan kaca. Kami menjahitkan tapal kuda itu ke sebuah dahan dan menggantung pecahan kaca itu sampai ke bawah. Berharap kaca itu nanti bisa membiaskan cahaya lampu saat di rumah. Kami pulang sembari cahaya sang raja siang mulai tenggelam, begitu senang dan bersemangat dengan pekerjaan kami.

Kami bahkan belum menjangkau rumah ketika aku pertama mencium aroma itu--bawang, ayam rebus, daging kambing, bahkan bau permen! Aku berlari secepat yang kubisa, menjatuhkan dekorasi meja kami dengan acuh sepanjang pengejaranku yang gila untuk makanan. Aku menerobos lewat pintu dan menemukan ibu di kompor, menyiapkan makanan kami dalam keheningan. Aku mendekapnya dan bertanya apa ayah sudah pulang.

"Ya, sayangku. ayahmu bertemu seorang saudagar kaya di jalan yang sangat senang untuk bisa membeli liontin jam kakekmu."

Aku mengencangkan pelukanku lagi dan duduk manis menghadap meja saat saudara laki laki dan perempuanku menghambur lewat pintu. Mereka duduk dengan cepat; dengan raut lapar dan penuh harapan yang tergantung di wajah mereka. Ayah keluar dari kamar dan duduk di ujung meja saat ibu meletakkan piring yang mendidih dengan daging kambing rebus diatasnya. Ibu mengangguk pada kami dan kami langsung mengisi tangan kami dengan daging abu abu itu, bahkan piring kami tak tersentuh sedikitpun.

Setelah makan malam kami langsung tidur dengan perut penuh, tak ada sepenggal kata pun yang terucap oleh siapapun sejak makan malam itu tersaji di meja. Kami makan makanan kami esok malam dan esok malamnya lagi dan seterusnya. Tapi saat stok makanan kami mulai menyusut, begitu juga dengan kesehatan ibu. Makin hari tulangnya semakin terlihat, sampai kami mulai berkelahi hanya untuk beberapa potong daging mentah sementara ibu kami terbaring lemah dan layu.

Malam pertama saat aku pergi ke kamar tanpa makanan lagi adalah malam dimana bayang bayang kebahagian yang samar samar itu mulai sirna dan memoriku akan beberapa hari yang lalu jadi membingungkan.

Aku menyadari bahwa daging kambing yang waktu itu kulahap dengan begitu nafsu itu sebenarnya punya rasa yang begitu manis, dan aroma aroma yang lain yang ketika pertama kali kucium dari jauh selain aroma daging kambing sebenarnya tak pernah ada di meja makan.

Aku tak ingat ibu makan sesuatu sejak hari dimana ayah telah kembali; ia hanya duduk diam di sisi kami di meja, menatap ke potongan daging abu abu yang kami makan dengan begitu ganas.

Dan ayah, aku tak ingat mendengar suaranya lagi sejak pagi dimana ia pergi ke kamp tentara. Kursinya kosong dan hampa, malam demi malam, dan ketika sekonyong konyong pecahan memoriku mulai menguat kembali, aku yakin dia tak pernah kembali--setidaknya sejak pagi dimana ia memotong potongan karet dari sepatu ibu di meja.

Ketakutan serta kelaparan, aku tidak terlelap sama sekali malam itu. Paginya saat ibu keluar dari kamarnya aku bertanya dimana ayah pergi. Ia memberitahuku ia telah pergi untuk menjadi tentara dan mengirimkan kami untuk mengerat kulit pohon dari hutan untuk makanan. Ayah tak pernah kembali.

Mungkin alasan aku tak menyadari apa yang sebenarnya terjadi waktu itu karena aku menolak untuk mengakui kenyataan tersebut, dan aku dikendalikan rasa lapar. Tapi ibu pergi dari dunia ini beberapa hari yang lalu dan dalam kematiannya ia menikamkan kebenaran itu padaku. Dari barang peninggalannya aku hanya mendapat sebuah kotak kecil yang berisikan liontin jam berkilau yang rusak. Liontin jam ayah.

Mungkin ibu ingin aku untuk mengingat semua itu: satu satunya harapan kami untuk bertahan hidup yang telah kuhancurkan di bawah kakiku. Lambang cinta terakhir ayah sebelum ia mengirim kami untuk mencari dekorasi untuk makan malam itu. Daging keabu abuan yang terlalu manis. Dan aroma menyengat yang telah keluar dari bawah pintu kamar ibu menjadi semakin tengik tiap harinya.

Ayahku mengorbankan segalanya untuk keluarganya. Aku dulu terbiasa merutuk bahwa aku tak punya alasan apapun untuk mengingatnya. Tak ada barang warisan keluarga untuk kuberikan kelak pada anakku sendiri.

Tapi sekarang aku punya liontin jamnya, sebuah barang yang tak bisa kuberikan pada anak anakku. Bukan karena kacanya yang pecah. Bukan karena bingkainya yang rusak.

Aku tak bisa mengingat liontin ini karena itu adalah sebuah kutukan yang harus kutanggung… karena liontin yang berkilau ini tak pernah kehilangan bau menyengat dari daging abu abu yang manis itu.

Daging ayah.


Tamat

Creepypasta Indonesia - Expereince - Soreness

Soreness


Apa arti rasa sakit yang sebenarnya menurutmu?

Apakah hal yang membuat rasa sakit itu memang sakit?

Atau sedikit sakit?

Lumayan?

Atau, sangat sakit?

Aku memang termasuk tipe orang yang akrab dengan kesunyian. Nyanyian burung pagi menurutku adalah pengganti sapaan dari teman-teman di dunia nyata. Aku memang bisa disebut anti sosial. Karna aku sudah terbiasa dengan sunyi senyap dan sepi yang menghiasi setiap hari-hari dalam jengkal hidupku. Aku adalah Liz, aku Liz yang menyedihkan.

Walau begitu, aku juga punya hobi sebagaimana anak normal lainnya. Aku gemar merangkai bunga. Membuat bunga-bunga kecil mungil itu bagai saluran yang terhubung satu ke satu. Dengan kawat lunak sebagai pengantarnya.

Disekolah, ada klub pecinta perangkai bunga untuk anak yang kurang lebih sama sepertiku. Aku masuk ke klub itu dan berhasil menjadi salah satu dari anggota nya, yang mana hanya berjumlah tidak lebih dari 15 orang. 

Well, omong-omong soal diriku di sekolah, aku tergolong anak ber-kasta paling bawah di kelasku. Aku tidak pintar, malah bisa disebut idiot. Aku juga tidak manis, kulit ku putih kusam dengan kacamata tebal bertengger setia diatas hidungku. Mataku juga sipit, dan ada garis hitam di bawah kelopak mataku. Bibirku tidak setipis Helrin atau Herlin, si kembar primadona kelas. Aku juga tidak langsing, aku sering disebut babi.

Walau begitu, aku juga anak yang normal. Aku juga menyukai seseorang yang bisa disebut pangeran bagi semua warga kelasku. Aku juga punya bakat, walau hanya di seni merangkai bunga. Dan aku juga tetap manusia, aku punya hati dan aku punya perasaan. 

Aku sudah tidak mempunyai siapapun di keluarga, kecuali bibi Emma. Bibi Emma juga bukan keluarga yang sedarah denganku. Bibi Emma adalah anak angkat dari nenekku.

Setiap hari pulang dari sekolah, aku berjalan pulang dengan rambut poni yang selalu menutupi kacamataku. Baju seragam yg kebesaran dan kaus kaki yg panjang sebelah sudah menjadi ciri khas ku. Dan itu adalah salah satu alasan mengapa aku di bully. Aku aneh.

Tapi, seperti yang sudah kubilang. Aku tetap manusia. Aku tetap seorang gadis yang masih ingin perhatian dari orang sekitar. Aku tak peduli aku di bully atau semacam nya, asalkan aku punya keluarga dan teman yang slalu ada disisiku, aku masih bisa menghirup angin sore dengan tenang. Tapi aku tidak punya semua nya. Baik teman atau keluarga. Aku tidak punya orang yang menyayangi ku lagi. Semua nya membenci ku. Semua nya menganggap ku sampah yang bau dan tak berharga. Aku dibiarkan dan disengaja ada di sudut tergelap suatu tempat. Aku di-asingkan dan dicampakkan. 

Aku memang lemah. Aku memang bodoh. 

Bahkan air mataku sudah habis karna ku keluarkan semua nya untuk waktu-waktu tengah malam.

Aku tak punya daya untuk melawan bahkan menjungkir balikan takdir. Kenapa aku ditakdirkan seperti ini? Aku rasa tuhan terlalu baik kepadaku karna sudah memberikan ujian terberat dalam hidupku.

Apa tak ada waktu untukku untuk mendapat kebahagian kembali?

Dimana waktu dan masa senyum-senyum ku berkembang manis?

Apa sudah habis? Apa sudah tak ada untukku lagi?

Aku benar-benar tak mengerti kenapa aku dilahirkan ke dunia. 

Apa? Dan kenapa?

Kenapa sakit nya seperti ini?

Ada kah yang bisa menolongku? Memberi ku genggaman hangat dan satu pelukan walau satu detik?

Apa tidak ada?

Tak ada yang mau mengasihi ku? 

Aku benar-benar ingin berteriak. Aku ingin mati saja. Aku ingin mati saja.

Aku benci ini. Aku benci!. Demi apapun aku membenci diriku yang tak berguna ini!.

Debu pun tak sudi menempel di baju ku yang lusuh.

Kalian benar, aku memang menyedihkan. Aku, aku.
Aku payah.

Aku menyerah.

Aku menyerah pada kehidupan.

Bibi Emma, maafkan aku. 

Aku bodoh dan benar-benar idiot.

Aku lebih suka menyelesaikan masalahku tanpa dibantu orang lain. Tapi, tak mungkin kan, ada orang lain yang membantu ku?.

Ya, aku paham sekarang.

Aku bisa membeli senyuman orang lain melalui rupa dan uang dengan mudahnya.

Kepercayaan dan kebaikan hanyalah mainan yang dipakai untuk topeng semua orang.

Aku hidup di dunia yang kejam. Dimana semua orang wajib untuk mempertahankan diri nya untuk keperluan masing-masing.

Dan, aku sadar, seseorang yang lemah dan tak berarti sepertiku, adalah yang akan kalah.

Sebab, takdir kami sudah ditakdirkan menjadi loser saat kami lahir.

Aku sadar. Aku benar-benar menyadari nya.

Ya, aku mencintaimu, bibi Emma.

***

"Jadi, bibi Emma, apa kau tahu apa penyebab Agatha Liz mati dalam kondisi seperti itu?"

"Hiks, tidak, aku tidak tahu, hiks. Aku sayang sekali dengan Liz. Aku...aku tak menyangka Liz akan bunuh diri dengan cara yang...Liz..."

"Oh, eum, tenang bibi Emma. Baiklah, kami akan membawa jasad Liz untuk di-visum ke rumah sakit. Anda sebaiknya menyusul."

"Ya. Terimakasih, tuan Greege."

"Ya bibi, kami pergi dulu"

Bibi Emma tersenyum manis, masih dengan air mata palsu yang mengalir dengan tenang nya. Selepas para polisi dan ahli medis pergi membawa jasad Liz, bibi Emma akhirnya membuka apa yang sedari tadi disembunyikan nya.

Catatan kecil.

"Bibi Emma, aku tidak bisa lagi membunuh teman sekelas ku lagi. Aku sayang mereka semua, walau mereka membully ku. Sebagai ganti nya, aku lah ganti nya. Bibi, aku sayang bibi selamanya.
Tertanda, Liz."


Tamat

Sunday 8 May 2016

Creepypasta Indonesia - Experience - Dennis carnival


Dennis carnival

Dennis seorang gadis yang berusia sekitar 13 tahun sedang mengunjungi sebuah karnaval & sirkus bersama ayahnya. Gadis pirang ini mempunyai sebuah kebiasaan yang cukup unik dibandingkan oleh anak seumurannya,



Yapp.. Ia senang akan sesuatu yang berbau horror.

Sesampainya disana ia memperhatikan sebuah plang besar bertuliskan "SELAMAT DATANG DI DREAMLAND"



Badut-badut itu menyambut Dennis dan ayahnya dengan gembira. 



Satu persatu wahana telah mereka coba, hingga akhirnya Dennis melihat sebuah tenda besar yang bertuliskan " Magic Show", dan sebuah poster ya bertuliskan " Samuel, singa yang dapat berbicara"

"Ayah, ayo kita tonton pertunjukan itu!" 

"Entahlah, Nak, aku pikir itu tidak nyata, mana ada singa yang bisa berbicara?" jawab ayah Dennis.

"aww ayolah, Dad, bukankah sirkus penuh dengan keajaiban? Pleaseeeeee..." Dennis memohon kepada ayahnya hingga akhirnya mereka masuk kedalam tenda itu.

***

Damn! Disini gelap... sorotan cahaya yang bergerak tersebut menyilaukan pandanganku, beberapa kali kaki ku tersandung oleh kaki para penonton yang sudah duduk terlebih dahulu disini. Aahh, tapi akhirnya aku menemukan spot yang nyaman.

Sorak sorai penonton memenuhi tenda ini ketika seorang pria muncul ditengah-tengah lapangan pertunjukan. Pria tersebut bermake up seperti badut namun sedikit berantakan, ia menggunakan tuxedo dan topi klasik seorang pesulap.



Sambil memegang sebuah tongkat komando ia berteriak memecah heningnya suasana pada saat itu.

"Saksikanlah!!! Saksikanlah!! Samuel sang singa yang dapat berbicara!" waaw, dia seperti orang gila.. Orang-orang pun bertepuk tangan dan bersorak.



Tiba-tiba ayah menyolek bahuku dan berkata ia akan pergi keluar membelikan sebuah gulali.

Pertunjukkan pun dimulai, background music dimainkan. Beberapa hiburan sirkus pembuka dan hingga akhirnya Muncul lah sang bintang utama, Samuel.

Awalnya ia diberi perintah oleh sang instruktur untuk mengambilkan dirinya sepiring kue, namun Samuel malah memakan semua kue-kue itu. Penonton tertawa melihat hal tersebut apalagi saat Instruktur memarahi Samuel, tetapi samuel meniru kata-kata sang instruktur.



Semua penonton sangat terhibur akan hal itu...

Tiba-tiba lampu mati, seisi tenda menjadi gelap gulita.



Dari beberapa arah kudengar suara teriakan histeris orang-orang.



Jantungku berdetak dengan kencang dan keringat mulai bercucuran dari dahiku,ditengah kegelapan ini adrenalinku terpacu... hati berbisik "ayo lari!" namun badan ini terasa kaku bagaikan patung.

Tiba-tiba suasana kembali hening disusul oleh cahaya lampu yang kembali menyala dan menyorot sesuatu. 

Itu adalah Samuel..aku melihat wajahnya penuh dengan darah, dengan seseorang yang terjebak di rahangnya ia tertawa terkekeh-kekeh. Kulihat ia melepaskan orang yang sudah bersimbah darah dan tampak pucat itu, kemudian ia berkata



"Dennis,mau melihat sesuatu yang keren?" dengan suara nya yang parau.

Badan singa itu bergetar dan ia membuka mulutnya dengan lebar, tampak jelas kulihat puluhan kelelawar terbang keluar dari mulutnya,
Kini reflekku kembali.. aku langsung memutar badanku dan keluar dari kegelapan tersebut.

Aku pikir ketakutanku telah usai, tetapi aku sungguh tak percaya dengan apa yang aku lihat ini bukanlah karnaval seperti saat pertama aku datang. 


Langit berwarna oranye kegelapan...


Wahana yang tampak rusak dan berkarat...



Jalan yang penuh dengan dedaunan kering...

Nafasku mulai tak beraturan..aku mendengar sebuah nyanyian dari belakangku, ketika aku menoleh itu adalah sesosok badut yang tampak ceria, ia bernyanyi sambil tampak menyeret sesuatu.

Tunggu...

Itu adalah ayahku!

Jantung ini hampir berhenti berdetak, nafasku seperti terpotong. Air mata mulai mengalir deras dari kedua mataku, aku hanya bisa berteriak "Ayah!" senyaring mungkin. Badut itu secara spontan melihat kearahku, aku dapat matanya yang menatap tajam kearahku.



Aku berlari menjauh dari nya dan dapat kurasakan ia mengejarku sambil tertawa gila.

Aku berhasil bersembunyi dibalik sebuah papan besar bekas suatu wahana. Kudengar suara langkah kaki yang menginjak dedaunan kering yang semakin dekat denganku, suara tersebut tepat berhenti sekitar 3 meter didepanku, itu adalah si badut! 

Oh god!! Hanya papan ini yang membatasi kami berdua, apabila aku membuat satu gerakan kecil saja,maka ia akan menemukanku..

"Dennis,keluarlah..aku akan memberikanmu sebuah gulali! "— ia terus mengulangi kata-kata tersebut sembari berjalan menjauh dari tempatku.



Aku sudah merasa sedikit tenang, sekarang yang harus aku lakukan adalah keluar dari area karnaval terkutuk ini.

Layaknya sebuah mercusuar pandanganku menyapu segala hal yang ada didepanku, berpikir keras mencoba mencari jalan keluar.. Ah! Itu dia, sebuah gerbang terbuka di sebelah kanan ku, aku harus cepat.



Aku beranjak lari dari tempat berlindungku menuju gerbang tersebut.



Aku berlari dan semakin dekat dengan gerbang tersebut... 



Semakin dekat...

Hingga aku melihat seseorang tiba-tiba berada di gerbang tersebut, Dia...



Pria dengan tuxedo dan make up seperti badut, pria yang kulihat didalam tenda sebelumnya..

Langkahku terhenti sekitar 2 meter didepan nya, kaki ini seperti menolak untuk disuruh berlari. Satu kalimat yang kudengar saat dia menatap mataku secara dalam,

"Terimakasih telah berkunjung ke Dream Land, sampai jumpa lagi!" —disusul oleh tawa khas seorang badut.



Badanku bergetar hebat, hingga akhirnya semua menjadi gelap.

Aku terbangun di sebuah ruangan dengan bau khas obat, aku menoleh ke samping kanan dan kudapati ayahku tampak menangis bahagia sembari berkata "Nak, kau telah sadar".



Terlepas dari hal itu,aku melemparkan pandanganku ke ujung ruangan, pria itu berdiri disana..masih lengkap dengan tuxedo,topi,dan make up badutnya.


Tamat

Creepypasta Indonesia - Experience - Menulis Dosa


Menulis Dosa

Dosa mengelus pipiku dengan ujung-ujung kukunya yang hitam dan runcing. Matanya menyala merah dan liur tak hentinya menetes dari mulut penuh taringnya yang terbuka. 

Aku hanya bisa memandang dari kejuhan, sosok dalam ruangan remang yang tergenang cairan merah pekat. Sosok yang di depan mataku dicabik dengan brutal hingga organ tubuhnya terburai. Sosok yang kemarin baru saja kumiliki secara sah di mata hukum. 

Sosok yang seharusnya menyiapkan sarapan pagi untukku dan menyambutku sepulang kerja. Sosok yang seharusnya akan kupanggil 'Mama', ketika jelmaan kecilku turun ke dunia. 

Aku meringis ketika para kelabang menggerayangi bagian-bagian tubuhku yang terluka--yang dicabik oleh Dosa.

"Kau mengkhianatiku." 

Sosok bertubuh kelabang raksasa yang memiliki kepala ular di depanku ini menggeram, mendesis, dia menjilati tubuhku dengan lidah panjang yang dingin dan bau anyir. Liurnya terus-terusan menetes. Satu bagian yang terjilat, tubuhku merasakan sakit luar biasa yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Aku tidak bisa berteriak, aku hanya bisa menangis.

"Kau sudah kubuat kaya, Anton," lirihnya, "jadi ini balasanmu? Baiklah. Kau memang tidak pantas mati. Neraka bahkan tidak cocok untukmu! Nikmatilah sisa hidupmu! Hahahaha!" 

Sosok di depanku kini berubah menjadi wanita cantik yang menjadi alasanku mau tunduk kepadanya, selain janji harta dan jabatan. Namun aku benar-benar lumpuh, tidak bisa bergerak. 

Sosok cantik bernama Dosa itu kini mengambil gunting yang terletak di meja kamar kami. Dia menahan rahangku hingga mulutku terbuka dan menarik lidahku keluar. 

Dia menggunting lidahku sedikit demi sedikit, darah segar mulai bercucuran. Aku tidak bisa melawan. Aku ingin berontak, aku ingin berteriak, berlari, atau melakukan apapun, namun tak bisa.

Aku pernah tidak sengaja menggigit lidahku ketika mengunyah, namun itu tidak ada bandingannya. Rasa sakitnya ribuan kali lipat. Air mataku tak berhenti bercucuran. Dosa sengaja menggunting lidahku perlahan dan sedikit-sedikit ia tertawa oleh darah yang mengucur deras di mulutku.

Aku menelan air amis yang terasa seperti besi karat itu tanpa bisa mengeluarkan suara. 

Usai memotong lidahku secara sempurna, aku dapat merasakan kalau pendarahan di lidahku terhenti secara tiba-tiba.

Dosa hilang dengan potongan lidahku, dan memposisikan gunting di tanganku. Kelabang-kelabang yang secara ajaib didatangkan oleh Dosa juga menghilang.

Aku tidak dapat bergerak dan tidak dapat berbicara. Aku hanya bisa merasakan sakit. Rasanya lebih mengerikan dari kematian itu sendiri.

Bahkan ketika polisi, orang tua, dan dokter datang, aku masih tidak bisa bergerak maupun berbicara. Semua bagian tubuhku lumpuh kecuali tangan kananku yang memegang gunting.

Aku bebas hukuman mati karena divonis gangguan jiwa. Padahal aku berharap mati saja, namun seperti sengaja dibuat agar aku tidak mati. 

Aku juga sudah mencoba untuk bunuh diri dengan berbagai cara, namun selalu gagal. Aku bagai dikutuk! 

Sekarang aku hanya bisa menulis. Aku menuangkan semua fakta. Bagaimana kejadian yang sesungguhnya. Dan bagaimana itu semua bisa terjadi.

Meskipun begitu, tidak ada yang percaya. Mereka... tidak percaya. 

Mereka bilang aku gila.


Tamat

Creepypasta Indonesia - Experience - Aunt May


Aunt May

Namanya adalah May.

Aku biasa memanggilnya bibi May.

wanita tua yang menjanda terlalu cepat akibat meninggalnya paman Roger suaminya dalam kecelakaan yang mengerikan.

Sejujurnya, ia adalah wanita termalang yang pernah ku temui. setelah kematian suaminya, ia harus menerima kabar mengerikan tentang penyakit jantung kronis yang ia terima akibat konsumsi daging berlebihan ketika ia dan suaminya masih hidup. 

belum berhenti sampai di situ, beberapa minggu setelahnya ia harus menerima berita buruk tentang hilangnya mayat suaminya. seseorang yang tidak bertanggung jawab telah mencuri suaminya. polisi menetapkan motif pencurianya adalah jual -beli organ tubuh manusia yang sedang banyak di lakukan. hingga saat ini polisi belum menemukan bukti siapa pelaku pencurian tersebut.

Suatu hari. aku pergi berkunjung ke rumanya, berharap dapat menghiburnya dan membuatnya lupa dengan semua rentetan masalah yang seolah menghampirinya silih berganti. hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. 

Bibi May kini perlahan mulai bangkit. ia dengan yakin memutuskan untuk menjalani hidup sehat dengan menjadi vegetarian. aku mendukungnya, sejujurnya aku melihat perubahan besar pada hidupnya. tidak lagi memikirkan masalah yang menimpanya, dan ia tumbuh semakin kuat dan sehat, seolah vonis dokter tempo hari hanyalah catatan tak berarti. kebun buah dan sayur tumbuh subur di halaman belakangnya.

Ketika kami menikmati berbagai buah dan sayur hasil jerih payahnya, aku bertanya bagaimana ia merawat segalanya, dan tentu saja bagaimana ia merawat buah dan sayur-mayur ini menjadi segar dan nikmat. dengan tawa khasnya ia menceritakan mulai dari pembibitan hingga bagaimana ia menanamnya, semuanya seperti apa yang aku harapkan sampai ia berhenti pada titik “pemupukan”

“Aku tidak menggunakan pupuk pada umumnya sayang. Pupuk yang aku gunakan adalah pupuk dari daging-dagingan. Kau tahu, bakteri penyubur sangat suka dengan pupuk dari daging. Itu lah kenapa tanah kubur memiliki kesuburan yang tinggi. Lagipula rasa sukaku pada daging tidak bisa ku lupakan sepenuhnya.”

“jadi daging binatang apa yang kau gunakan untuk membuat pupuk seperti ini?”

“Manusia. Tepatnya, mayat suamiku”

“kenapa kau mengatakanya kepadaku?”

“karena hanya kau yang tahu bila aku dan suamiku dahulu adalah pengkonsumsi daging dari tubuh manusia, jadi kau mau membantuku mendapatkan daging lain untuk pupukku selanjutnya?”

“itukah alasan kenapa aku masih hidup”


Tamat

Saturday 7 May 2016

Creepypasta Indonsia - Experience - I'm Not Martin


I'm Not Martin

Source: scaryforkids

Ada seorang anak bernama Sean yang akan menjalani operasi amandel di sebuah rumah sakit. Sean ditempatkan di kamar yang berisi beberapa pasien,yang juga akan segera dioperasi.

Ketika ia sedang berusaha untuk tidur,suara gaduh membangunkannya. Ia melihat beberapa perawat sedang berusaha menenangkan seorang anak laki-laki di sebelahnya. "Aku bukan Martin! Sudah kubilang aku bukan Martin!",pekik anak tersebut.

Salah satu perawat akhirnya membius anak tersebut hingga ia tak sadarkan diri,Sean hanya terheran-heran melihat kejadian tersebut. "Ada apa dengan anak itu?",tanya Sean. "Besok kakinya akan diamputasi",jawab salah satu perawat, "Ia takut dioperasi,jadi ia berusaha meyakinkan kami bahwa ia adalah orang lain",lanjut perawat tersebut. 

Beberapa jam kemudian,anak laki-laki tersebut mulai tersadar. "Hai Martin." sapa Sean,namun anak laki-laki tersebut menggelengkan kepalanya. "Aku bukan Martin! Sudah kubilang aku bukan Martin!" pekik anak itu. "Ya sudah,kalau begitu aku tidur dulu." kata Sean. Ia pun berusaha tidur,namun ia merasa tidak nyaman. Martin memberinya tatapan yang aneh,namun akhirnya Sean memaksakan matanya terpejam hingga ia tertidur. 

Keesokan paginya,seorang perawat membangunkannya. "Ayo Martin,kita ke ruang operasi." kata perawat tersebut. Sean terbingung, "Apa? Aku bukan Martin,kau mengira aku adalah orang lain." jawab Sean. "Mereka sudah bilang bahwa kau akan bilang begitu." sahut seorang dokter yang menemani perawat itu. "Di kartu namamu sudah tertulis jelas bahwa namamu adalah Martin." lanjut dokter tersebut sambil menunjuk kartu nama di tempat tidur Sean,disana tertulis bahwa namanya adalah Martin.

Sean hanya bisa meronta ketika ia dibawa ke ruang operasi. "Aku bukan martin! Kalian membawa orang yang salah!" teriak Sean. Namun, para perawat tetap membawa Sean ke ruang operasi.

Hal terakhir yang ia lihat sebelum meninggalkan ruangannya adalah senyuman dari Martin yang asli.


Tamat