Thursday 29 October 2015

Creepypasta Indonesia - Experience - Face to Ghost


Face to Ghost


Namaku adalah Melinda Snow, aku adalah seseorang yang begitu bersemangat saat mendengar activity paranormal, entahlah bagaimana awalnya aku begitu suka dengan hal-hal yang bahkan menurut saudaraku Nancy itu aneh. Aku tidak setuju, ada perasaan senang sekaligus mendebarkan saat kau mencoba menyelidikinya, entah dari internet atau kau langsung turun ke lapangan.
Aku memiliki Blog sendiri, ku berikan nama “13nightDays” ada alasan kenapa aku begitu suka dengan angka “13” menurutku itu tentang kematian. Kau tahu. Kematian dan itu penuh dengan rasa penasaranku. Cukup untuk basa-basinya. 

Tempo hari, aku menulis di blogku tentang “tempat mana yang paling ingin kau kunjungi namun menyimpan mimpi buruk terbesarmu?”
Sebelumnya, aku pernah mengunjungi Amtyville, meskipun mereka melarangku masuk; dan aku hanya bisa melihat rumah tua itu dari luar namun aku tahu ada sesuatu yang mengerikan disana. Terselip ide untuk masuk paksa ke rumah itu saat semua orang sudah terlelap di dalam lingkungan rumahnya, namun ku urungkan ketika ada wanita bergaun putih datang ke mobilku yang sengaja ku parkir sedikit lebih jauh dari rumah., aku ingat; dia (wanita) yang ku maksud, mengetuk jendela mobilku dan mengatakan “Melinda. Pergilah. Itu adalah ide yang buruk.”

Aku tidak mengenal wanita itu, namun wanita itu tahu tentang namaku, dan hal terakhir yang ku lihat adalah wanita itu ada di rumah itu. Melambai-lambai ke arahku yang tercengang di dalam mobil. Saat itu, aku pergi dan ku pikir mendengarkanya adalah cara yang bijak. Aku menulis pengalamanku dan semakin hari, blog’ku menjadi lebih terkenal, banyak yang menawarkan iklan, namun aku tidak perduli dengan uang, aku lebih suka Cerita klasik tentang Hantu.

Aku sudah banyak menulis tentang banyak hal, Anable, atau Rumah tua di Albuquerque sampai Cabin di Alaska, namun selama pencarian ini tidak ada yang menarik selain pengalaman dengan wanita Amityvile. Suatu hari, aku mendapatkan pesan dari seseorang bernama Brian O’l deire. Aku tidak tahu banyak tentang dia, namun dia menulis blog yang sama denganku, “CreepySh*t” hanya bedanya, dia mengupload banyak Video dan gambar-gambar yang katanya “dia ambil sendiri”.

Kami memulai percakapan tentang banyak hal. Intinya, dia menawarkan sebuah tantangan, atau mungkin tawaran bila aku tidak salah menduga. “Face to Ghost” yang awalnya aku tidak mengerti dengan maksudnya, namun dia menjelaskan cara bagus bila benar-benar ingin melihat mereka. 

Aku bertanya apa itu “Face to Ghost” dan dia menjelaskan itu seperti ritual hanya saja dengan cara modern, saat dia mengatakan “Modern” sebenarnya aku akan tertawa namun ku tahan, maksudku, modern dia bilang dan hantu. Apakah hantu dan modern itu sebuah kalimat yang logis, sinkron mungkin. Enyahlah. Dari pikiranku Brian. Namun Brian bersikeras dan bilang ini akan berhasil, jadi dengan terpaksa meski ini idiot, aku menerimanya.

Aku mendapat paket kiriman sebuah handycam dari Brian. Handycam’nya sendiri sudah di lengkapi dengan harddrake wireless atau bagaimana orang kutu buku menyebutnya intinya itu terhubung pada smartphone, jadi aku bisa melihat rekaman. 

Brian menjelaskan cara bermain dan memulai ritualnya. Idenya adalah, aku akan menggunakan Handycam ini sebagai mataku yang langsung di transfer ke smartphone milik Brian, sedangkan Brian yang berada di tempat lain akan menggunakan Handycam miliknya yang akan langsung terhubung ke Smartphone milikku. 
Menurutnya dengan berada di 2 tempat negative, itu akan memudahkan sebuah activity dan biasanya itu sangat sensitive pada mereka. Aku mendapatkan tempat Gudang pabrik tua di Calera, sedangkan Brian akan berada di Rumah Tua besar di Sanders bolled. Kau tahu, aku sedikit merinding saat menjelaskan permainan ini.

Malam aku memulainya. Aku menyetir mobil A4 milikku melintasi Tol Bretetire dan memarkir mobilnya jauh dari gudang lalu melanjutkanya dengan berjalan. Dari jauh aku bisa melihat Pabrik Tua itu tampak sudah lama di tinggalkan. Jam di tanganku menunjukkan pukul 19.15 malam. Aku menghubungi Brian menggunakan App Zello Walkie Talkie di smartphone yang terhubung ke earphone kami masing-masing.
“Hello Brian. Aku sudah disini. Dan kau?”
“Aku juga” katanya.
“So. Menurutmu?”
“Baik. Sejauh ini baik. Sudah kau siapkan segalanya. Aku ingin kau On sekarang??” 

“Ok” kataku gugup, sembari mengeluarkan Handycam di tasku dan langsung menyalakanya, “Aku On” kataku.

“Ok. Aku sudah melihatnya. Bagus. Bisa mulai bergerak, aku juga akan On. Amati, ingat cara kita terhubung, bila kau melihat sesuatu yang mencurigakan di smartphonemu, aku ingin kau memberitahuku. Cepat!!” Brian mengakhiri pembicaraan.
Aku melihat layar Smartphoneku dan Brian “On” di layar Smartphoneku aku bisa melihat sebuah pintu.. kami mulai bergerak masing-masing. 

Sepanjang perjalanan aku mengamati Gudang tua itu, tidak ada yang menarik selain suara serangga, dan sejauh aku mengamati layar smartphoneku aku tidak melihat ada yang aneh, hanya pemandangan rumah tua membosankan yang di rekam oleh Brian.

Aku melihat jam dan mulai bosan, beberapa kali aku menangkap asap di layar smartphoneku yang menunjukkan bahwa Brian sedang merokok, tampak sama bosanya denganku, ku buka bungkus permen karet dan mulai menguyahnya saat Bria tiba-tiba berteriak di earphoneku. “Wuooow!! Wuooow!! Kau melihatnya..”

“apa” kataku terkejut.

“ada yang melintas di depanmu.” Katanya terdengar tergesa-gesa.
“kau bercanda kan?” ku pikir Brian sengaja menggodaku.
“tidak nona. Aku melihatnya di smartphonemu, arah jam 12, seseorang. Bisa kau periksa?”
“arah jam 12 kau bilang. Ok” 

Ku putuskan berjalan mendekati area sebuah Pipa besar, aku ingat. Disana, semak belukarnya sudah sangat liar, tidak ada lagi yang merawat tempat ini. “aku tidak melihat apa-apa” kataku dengan nada mengejek seolah-olah aku membatin pada Brian “lelucon yang payah!!”

Brian masih menyerukan agar aku memeriksa sekeliling, saat aku tanpa sengaja menatap layar Smartphoneku. Tepat di sebelah tangga, aku melihat gadis kecil menatap ke kamera. “Oh my God!! Brian. Lihat di depanmu bung!!”

Seketika kamera gemetar menyorot pada yang lain dan aku berteriak semakin keras, “bukan kesana bodoh. Di depanmu”
“apa; memang apa yang kau lihat??” saat kamera mulai focus ke tempat itu lagi, gadis itu lenyap.

“ada gadis tadi di atas tangga. Kau tidak melihatnya Brian?? Apa kau tidak melihatnya!!” aku setengah berteriak saat itu. 
“entahlah. Oh ya ampun. Apa gadis itu di tangga. Aku akan memeriksanya. Kau juga awasi tempat itu.”

Kami masih bertukar informasi, aku sudah berkeliling hampir di seluruh area dan memutuskan istirahat di sebuah bebatuan. Sampai sesuatu terjadi pada Smartphoneku. Gambar yang seharusnya ku dapat dari handycam milik Brian tiba-tiba gemeresak dan aku tidak melihat apapun. “Brian kau disana?? Gambar yang kau kirim pecah.. kau baik-baik saja”

“Pecah” katanya. “menurutku baik-baik saja. Tidak ada kesalahan, signalnya cukup untuk mengirim gambarnya. “

“Brian. Aku serius. “ kataku “entahlah. Aku tidak melihat apapun, bisa kau lakukan sesuatu,”
“Oke. Oke. Oke.” Katanya. Mataku masih memandang layar Smartphone, sampai tiba-tiba layar kembali terlihat, kali ini merekam sebuah kamar. 
“Brian. Aku melihatnya. Di kamar hah? Kau sedang apa? Buang air??” kataku sedikit membuat guyonan.

“ya. Ya. Ya. Aku buang air. Jangan mengintip!!” 
Tepat focus kamera mengarah ke pintu dan saat itu aku melihatnya dengan jelas. Pintu berderit terbuka, dan sosok gadis kecil mengintip benar-benar terlihat di depanku.
“Brian.”
“Iya. Apa?”
“ada gadis kecil tepat di kameramu. Kau meletakkanya di lantai.. kau bisa melihatnya..”

“gadis apa? Aku meninggalkanya di kamar, dan aku sekarang di toiletnya. Apakah aku harus memeriksanya sekarang, aku masih setengah jalan keluar non.” Ucapnya yang seolah-olah aku membuat lelucon. “tapi—Melinda, kameramu?”

“apa. Kameraku?”
Aku melirik kameraku yang ku letakkan di atas batu di sampingku. Focus kameranya mengarah tepat di belakangku.

“Melinda. Jangan melihatnya. Ok. Tinggalkan tempat itu.. dengar aku. Tarik nafas . Melinda, kau masih disana?? Jangan melihatnya. Ok ???????” ucap Brian.

“Apa?? Apa yang kau lihat Brian??”

“Lari.. saat aku menghitung 1 sampai 3. Larii sekuat tenagamu..?? siap?? Melinda.. apa kau siap??”
Aku masih membeku di tempatku. Lalu, Brian berteriak “3”

Ku raih kameraku dan Aku berlari sekuat yang aku bisa., langkah kakiku terdengar melesak saat menembus semak belukar, aku menembus kawat pagar dan langsung menuju mobilku, ku nyalakan mesin dan langsung bergegas pergi. Aku berhenti di pemberhentian jalan Tol, saat aku merasa sudah aman.
Aku mulai menghubungi Brian. “Brian kau disana?? Brian..” namun tak ada jawaban.

Ku lihat kameraku, dan membuka replay’s dan seketika kengerian membanjiri wajahku. Gadis itu berdiri di belakangku dengan sebilah pisau di tanganya.

Ku raih smartphone’ku saat melihat Kamera Brian menyorot kaki kecil itu yang mendekat.. dan seketika wajah gadis itu menatap ke kamera dan berteriak “Booo” kamera mati, dan sambungan kami terputus. 

Satu hari kemudian, aku mendapatkan kabar dari Brian. Sekarang dia di Rumah sakit, dengan kaki patah. Terjatuh dari tangga.

Yang menarik adalah. Saat kami memeriksa ulang semua rekaman itu. Tidak ada gadis kecil itu disana. Hanya tersimpan di dalam rekaman memory otak kami masing-masing. 

Kalin boleh percaya, atau mengatakan. “mereka tidak ada” 


Tamat

Creepypasta Indonesia - Experience - I Doser – Satan Song!!


I Doser – Satan Song!!

Sebelum aku memulainya. Ijinkan aku bertanya lebih dulu kepadamu? Pernahkah kalian mendengar tentang I-Doser sebelumnya. Bila kalian pernah mendengarnya, pernahkah kalian mencoba menggunakanya? 

Aku akan menjelaskanya lebih dulu apa itu I-Doser kepadamu. Kau bisa menemukan atau mendapatkan I-doser di internet, itu adalah sebuah aplikasi tentang relaksasi hanya saja ini menggunakan dentuman nada atau musik. Banyak yang mengatakan ini lebih seperti narkoba digital atau narkoba modern, aku tidak perduli dengan itu. Intinya ini adalah sebuah perangkat lunak khusus untuk mereka yang mencari ketenangan, atau pendalaman sisi untuk menenangkan diri. Banyak dosis yang bisa di gunakan dalam I –Doser, seperti Marijuana, Heaven of light, atau Mersia ( ini lebih ke Dosis rendah) sedangkan bila kau ingin High (Melayang) lebih jauh, kau bisa memilih dosis seperti Gates Of Hedes, namun aku sarankan untuk membaca dulu efek yang di timbulkan, maaf. Bukan menakut-nakuti hanya saja kita harus bijak bukan. Lalu sekarang, aku akan menceritakan sesuatu yang berhubungan dengan I –doser, bagaimana menurutmu bila aku menemukan dosis yang langka atau sangat jarang di dapatkan?

Pernah mendengar tentang “Satan Song” . suatu hari aku pergi mengunjungi situs penyedia layanan I-doser, mereka menyediakan banyak dosis, yang paling terkenal adalah “Girl’s Orgasme” dan aku mencari-cari dosis yang tepat untukku. Awalnya aku mengetik kalimat “Langka” atau “Eksklusif” namun tidak ada yang menarik, tiba-tiba terlintas di pikiranku tentang “Satan”, aku mencoba mengetiknya dan dalam sepersekian detik muncul sebuah Dosis unik namun menghilang dengan cepat, aku terkejut jadi mengulanginya lagi berharap dapat menangkap Dosis yang ku maksud. Tak perlu ku jelaskan, aku mendapatkanya. 

Aku mengececk mulai dari data perangkat sampai ke inti File yang di sembunyikan, ada yang aneh pada File’nya, karena kau tidak bisa langsung memutarnya. Ku putuskan melihat rekaman senitory hanya agar aku tahu komposisi seperti lirik dalam dentuman nadanya, kau tahu. Aku tidak pernah memikirkan ini, namun saat itu; aku ketakutan.

Sekali lagi. Aku jadi memikirkan, kenapa Dosis ini seolah-olah di sembunyikan. Apakah ada yang aneh pada dosis ini, maksudku sesuatu yang buruk, mungkin. Ku putuskan untuk membuka Google, mencari refrensi tentang “Setan Song” jadi aku mulai mencarinya, aku mendapatkan sebuah Blog khusus yang membahas tentang kasus supranatural dalam Internet, yang menyebut “Setan Song” adalah dosis paling langka dan di larang keras. Sebuah kasus menyebut bahwa siapapun yang mendengar Dosis tersebut di temukan akan menderita Parnoid berlebihan, Demensia di akhiri dengan kematian, beberapa menghilang tanpa jejak. Ku pikir, itu Omong kosong.

Setelah beberapa hari berlalu, aku memutuskan untuk memulainya. Ku lakukan setelah aku pulang kerja dan beberapa penelitian yang ku lakukan menghasilkan satu jawaban. Ku pikir itu hanya lelucon dan omong kosong di internet.

Ku tatap file “Satan Song.Exe” dalam desktopku. Lalu mengaktifkan aplikasi pembaca I Doser milikku. Untuk beberapa saat, aku menghela nafas panjang dan meletakkan Speaker Pc di depanku, menyetel dalam volume maksimum, dan memulai Dosis.

Pada awalnya itu terdengar seperti dentuman menenangkan, sangat menenangkan sampai kau seperti melayang.. nafasmu sangat berat, lalu kau merasakan seperti suara tawa 2 orang, tawanya begitu menyenangkan seperti seorang pria dan wanita yang telanjang memelukmu dan membawamu terbang dengan sayap-sayap di punggung mereka lalu tiba-tiba ketika kau mulai begitu rilex semua pecah saat kau mendengar suara jeritan yang memekikkan seperti jeritan orang-orang yang sekarat.

Di latar belakang nada ada campuran dari dosis lain, seperti Hand of God dan The Gates of Hedes, semuanya campur aduk menjadi satu. Aku langsung membelalak membuka mata saat memandang apa yang terjadi, karena ketika aku terbangun tanganku gemetar sangat hebat, aku ingin mematikan itu namun mendadak aku menjadi lumpuh total, seolah-olah tulang dalam tubuhku sudah hilang. Aku mulai menjerit, jeritanku sama terpuruknya dengan jeritan yang ku dengar..

Apa yang ku lihat selanjutnya tidak akan pernah kau percaya sebelumnya, tiba-tiba aku melihat banyak orang tertawa—mereka ; lebih terlihat seperti para pembunuh dengan darah di sekujur tubuh mereka, tidak hanya itu, banyak wanita dan pria yang menjerit dengan tubuh di koyak-koyak menggunakan pedang dan Trisula dengan latar api dimana-mana, beberapa merobek empedunya lalu menelanya mentah-mentah, wanita –wanita itu menjerit sangat keras, air mata darah keluar dari matanya, mereka menusuk anus para wanita, mengoyak-oyaknya seolah-olah itu adalah mainan, aku menangis. Air mataku terasa sangat perih dan panas, tidak ada yang menyentuhku namun aku gemetar hebat tiap kali mereka menunjukkan pekerjaan mereka, seperti batok kepala yang di lemparkan ke tubuhku, aku merangkak mundur, menjauh dengan tubuh tertatih-tatih.. ada benjolan di sepanjang jalan yang ternyata itu adalah luka-luka bisul seperti kulit dengan nanah menyembur layaknya Lava, aku menyadari tanah yang ku injak seperti kulit manusia. 

Perlahan-lahan, ada suara menggema di sekitarku, aku menutup kedua telingaku namun aku tidak bisa menghentikan suara itu. Aku ketakutan, sesuatu di dalam tubuhku seperti terluka, di koyak-koyak dengan denyut nadi yang menjalar di otakku. Aku mulai bangkit dan berlari, di sepanjang jalan dentuman nada dari Gates Of Hedes masih terdengar mendayu-dayu lalu aku berhenti di suatu tempat. Seperti gerbang dengan duri –di sekelilingnya, aku mendekati gerbang itu mendorong dengan sisa tenagaku. Ketika aku melewatinya, aku kembali ke Realita, aku terbangun dengan keringat di sekujur tubuhku.. menatap kosong layar komputerku.

Setelah semua itu, aku menghapus File “Satan Song” dari komputerku. Aku masih bisa mendengar jeritan dan teriakan-teriakan itu. Bahkan terkadang aku seperti mendengar ada seseorang yang tertawa di belakangku. Setiap kali aku sendirian aku yakin ada seseorang yang mengawasiku.

Aku hanya bisa memberitahumu sampai ini. Aku mohon jangan pernah mencoba mencari Dosis ini. Aku tahu, setelah mengatakan ini, beberapa dari kalian mungkin penasaran dan akan mencarinya, lalu berbicara dalam hati kalian tentang “Omong kosong Internet” namun bila kau ingat apa yang ku tulis tadi, bukankah ini di mulai dari rasa penasaran. Berhentilah mencoba untuk mencari ini. Kau tidak tahu, bila perbuatanmu.. akan merubahmu. Selamanya.

Update: "Satan Song" yang kau dengar dari Youtube, tidak sama seperti "Satan Song" yang pernah ku dengarkan. 


Tamat

Creepypasta Indonesia - Experience - Outside Lights


Outside Lights

Hope benci sendirian di rumah. Teman-temannya suka kalau ditinggal sendirian di rumah oleh orangtua mereka, dan mereka suka menyombong soal memberontak dan melakukan hal-hal yang biasanya dilarang saat orangtua ada di rumah. Tapi, Hope bukan tipe pemberontak seperti itu.

Malam itu, orangatua Hope pergi makan malam dan menonton, dan nampaknya tak akan pulang sebelum larut. Hope duduk di sofa dan membaca novel Stephen King, tapi tak lama kemudian, dia mulai gelisah. Matanya melirik ke berbagai penjuru rumah, dan terpaku pada pintu dapur yang terbuka. Lampu dapur dimatikan, dan kegelapan di ruangan itu sedikit menakutkan. Hope tak bisa tidak membayangkan seseorang ada di ruangan itu, mungkin memerhatikannya sambil menyeringai.

Hope berlari ke arah dapur dan menggabrukkan pintunya sampai menutup, lantas melompat mundur, setengah mengira ada tangan yang akan mencengkeram lengannya. Tapi tak ada yang terjadi. Merasa lega, Hope kembali ke sofa dan menyalakan TV. Episode terbaru Criminal Minds sedang ditayangkan, tapi Hope memilih Cartoon Network. Sudah cukup cerita seram untuknya. Karena posisinya yang nyaman, tak butuh waktu lama bagi Hope untuk tertidur.

Hope terbangun sejam kemudian ketika cahaya menyorot wajahnya lewat jendela. Ketika ia terbangun dengan kesal, cahaya itu menghilang. Pikirnya, mungkin itu lampu sorot mobil yang lewat. Akan tetapi, cahaya itu muncul dan menyorot lagi ke arahnya, dan menghilang lagi. Cahaya itu muncul beberapa kali lagi dengan singkat, dan menghilang dengan cepat.

"Kenapa ada cahaya seperti itu?" Pikirnya. Hope buru-buru menyalakan TV lagi dan menaikkan volumenya. Tapi, beberapa saat kemudian, televisinya mati, begitu pula lampu di seluruh rumahnya. Mati listrik seperti ini sebenarnya tak aneh di lingkungan tempatnya tinggal, tapi yang aneh adalah cahaya asing itu, yang berkedip-kedip lagi ke arahnya.

Hope mulai ketakutan. "Bagaimana kalau ada orang yang mencoba memancingku? Aku mungkin dibuntuti orang sinting!" Pikirnya. "Bagaimana kalau dia bisa melihatku dari luar?"

Hope melihat ke luar jendela, dan perasaan bahwa dirinya diikuti makin kuat. Ia langsung melesat ke sudut ruangan dan meringkuk di kegelapan, dan sorotan cahaya asing itu berkedip-kedip lagi, dengan frekuensi yang semakin intens. Hope merayapi lantai hingga ke pintu dapur, mengulurkan tangan untuk membuka kenopnya, dan masuk ke dapur sebelum menutup pintunya, menghalangi cahaya tersebut. Dia meraba-raba dalam kegelapan sebelum menemukan pisau dapur, lantas duduk di kursi di pojok dapur. 

Sorotan cahaya itu akhirnya berhenti berkedip, dan Hope tersenyum lega.

****

1 jam kemudian, orangtua Hope pulang. Mereka membuka pintu dan langsung disambut keheningan. Ketika mereka masuk ke dapur, pemandangan mengerikan menyambut mereka.

Hope terduduk di kursi dengan kepala terkulai ke belakang sandaran kursi, ekspresi tak percaya tergurat di wajahnya. Tenggorokannya koyak berlumur darah, dan pisau dapur tergeletak di samping kursinya.

Ketika polisi datang dan menyisir rumah itu, mereka juga menemukan mayat seorang gadis remaja di selokan dekat rumah Hope. Tubuhnya penuh luka tusukan, dan lehernya digorok seperti Hope.

Di tangannya, tergenggam sebuah senter.

Gadis itu nampaknya berusaha memberi sinyal untuk memperingatkan Hope bahwa ada seseorang memasuki rumahnya.

Tamat

Creepypasta Indonesia - Experience - Relief


Relief

Dentuman bas terdengar samar berulang-ulang dari dalam kelab malam, memberi latar belakang yang cocok untuk tempat bisnisku di gang gelap yang kusebut "Bazar" ini. Hanya sedikit orang yang memasuki Bazar, karena memang hanya sedikit yang mengetahuinya. Aku hanya menjual satu barang: Pelepasan (Relief). Bukan, ini bukan heroin atau ekstasi; obat-obatan itu hanya menawarkan pelepasan sementara, tapi berujung penderitaan. Aku juga tidak menjual obat tidur. Apa yang kujual tak bisa ditemukan di apotek atau toko obat manapun. Aku menjual produk yang absolut. Aku menjual Pelepasan.

Kau mungkin bertanya-tanya mengapa aku bertransaksi di gang gelap begini kalau memang produkku sebagus itu. Jawabanku: "Kalau tidak rusak, jangan diperbaiki." Gang gelap ini sangat bagus untuk bertransaksi. Tapi, aku tak berniat membuat orang ketagihan atau menjaring pembeli tetap. Harga yang kutetapkan cukup bagiku untuk hidup sambil menciptakan lebih banyak Pelepasan. Tiap pembeli kuperlakukan dengan adil, dan aku juga puas.

Tapi sudah cukup tentang diriku. Mari kita bicara soal Jeff. Jeff seorang pengacara. Bukan tipe pengacara yang muncul di pengadilan seminggu sekali dan kemudian menghabiskan 6 hari tidur dan minum-minum. Jeff tipe pengacara yang bekerja 20 jam sehari meneliti berkas-berkas tuntutan perdata untuk menyita rumah dan properti. Jeff kelelahan, stres, dan terpukul secara moral karena pekerjaannya. Jeff perlu pelepasan. Ia datang sesuai yang dijanjikan, pukul 9.30 malam. Ia mengeluh soal bos dan pekerjaannya. Ia mengeluh soal betapa ia merasa bersalah harus muncul di rumah orang-orang yang terlibat hutang untuk menyampaikan bahwa rumah mereka disita. Aku kasihan padanya, sungguh. Ia memberikan uangnya, dan aku menyelipkan Pelepasan ke tangannya. Setelah meminumnya, Jeff langsung terlihat gembira. Ia mendongak ke langit, mengulurkan tangan, melihat milyaran bintang seolah hinggap di ujung jarinya. Ia melompat gembira, berpura-pura menangkap bintang dan bulan, seperti menggerak-gerakkan puzzle. Ia seketika lupa akan orang-orang dan keluarga yang hidupnya ia hancurkan. Jeff lantas berjalan masuk ke gang, jauh dari keriuhan dan jalanan.

Joyce tiba tengah malam. Joyce adalah pekerja sosial. Ia menghabiskan banyak waktu membangun rumah dan komunitas di Tijuana, tempat dimana kemiskinan dan kekerasan telah merampas hidup banyak orang. Joyce juga depresi. Ia menghabiskan banyak waktu melawan sistem, hanya untuk melihat usahanya sia-sia. Setiap kali ia membangun satu rumah, anggota kartel narkoba membakar rumah yang lain. Ia datang kepadaku sambil menangis. Aku memberinya Pelepasan, dan seketika, Joyce berhenti menangis. Ia berdansa dan menari dengan anak-anak khayalan di padang bunga. Ia bermimpi menjadi kaya dan mengundang para keluarga miskin untuk berpesta bersamanya. Ia tak lagi mengingat penderitaan dan kemiskinan yang dihadapinya di Tijuana hari demi hari; ia bahkan tak lagi menoleh ke arah gelandangan mabuk setengah beku yang tertidur di tempat sampah tak jauh dari kami. Joyce pergi tak lama kemudian.

Terry tiba menjelang pukul 5 pagi. Terry yang malang. Ia seorang transgender. Ia remaja yang baik, tapi keluarganya kelewat religius. Tak ada tempat bagi orang seperti Terry di rumah Tuhan, kata mereka. Terry kini hidup sendirian, mencoba berjuang memahami hidup dan mencari tempat dimana ia bisa merasa cocok. Ia mengalami krisis eksistensial. Guratan-guratan di pergelangan tangannya tak cukup untuk mengatasinya. Tapi aku bisa membantunya. Terry meminum dosis Pelepasan yang kuberikan, tapi ia tak lantas berdansa atau menari-nari seperti Joyce dan Jeff. Ia hanya duduk dengan ekspresi bahagia, seolah dikelilingi keluarga dan teman-teman yang sebelumnya tak memahaminya. Terry menangis bahagia, lalu pergi.

Pekerjaanku selesai. Aku pulang, mandi, berganti pakaian. Saat akhirnya menyetel TV, aku memilih berita pagi.

"Penduduk dikejutkan dengan tragedi penemuan 3 mayat yang nampaknya mengalami overdosis di sebuah gang di belakang Fourth Avenue. Tiap jenazah menunjukkan tanda-tanda konsumsi obat yang tak diketahui jenisnya, yang membuat jantung mereka berhenti bekerja. Polisi tak menemukan kaitan antar ketiga jenazah, karena masing-masing memiliki latar belakang dan usia berbeda. Sheriff setempat telah mengumumkan rencana kerjasama dengan Badan Narkotika untuk menemukan si pengedar dan menuntaskan kasus ini secepat mungkin."

Aku bukan apoteker. Aku bukan pengedar.

Aku bahkan bukan manusia.


Tamat

Creepypasta Indonesia - Experience - Barbie.Avi

Barbie.Avi


Halo. Hal ini terjadi padaku beberapa bulan yang lalu; hanya saja aku harus membagi cerita ini ke orang lain.

Ini semua bermula ketika aku berada dalam sebuah pesta di salah satu rumah temanku. Dia adalah seorang seniman yang menyewa apartementnya di lahan industry. Jika kau bisa membayangkan Detroit ketika tahun 1920-an, maka seperti ini lah tempat itu sekarang. Sekelompok pabrik tua yang berjajar sepanjang sepuluh blok.

Kebanyakan dari tempat itu sudah tidak di gunakan alias kosong.

Jadi, aku berpesta begitu gila pada malam itu, dan kemudian memutuskan untuk tidur di sofa lantai atas, aku bangun sekitar jam 4 pagi, matahari masih belum terbit tapi aku masih bisa melihat benda-benda dalam keremangan. Aku pergi ke kamar mandi, dan mencoba sebisa mungkin untuk tidak menginjak orang-orang yang pingsan di lantai. Ketika aku membasuh muka di kamar mandi, aku berjinjit untuk melihat ke luar jendela, di luar sana terdapat hamparan tanah yang luas namun begitu sepi.

Aku ingat betapa aku sukanya pada tempat seperti ini. Ini begitu gelap dan sepi, tapi anehnya menyenangkan.

Jadi, aku kembali berjalan ke sofa dan mencoba untuk kembali tidur. Setelah 45 menit terus menerus menatap langit-langit, aku sudah tidak tahan lagi, aku tidak bisa terus menerus berada di sini. Jadi aku memutuskan untuk menelphone pacarku dan memintanya untuk mengantarku pergi. Dia bilang dia akan segera menjemputku, dan akan menelphoneku ketika dia berada di luar. Sepuluh menit kemudian, ponselku mati, jadi aku memutuskan untuk duduk di dekat jendela dan menatap keluar untuk menunggu mobilnya tiba. Setelah beberapa saat, mataku terasa berat dan kemudian aku pun terlelap.

Sebuah suara di luar apartement membangunkanku. Suara itu tidak keras, namun cukup membuatku terbangun dari tidurku, aku segera melihat ke luar jendela, dan mencari sumber suara tapi aku tidak melihat ada seseorangpun di luar sana. Di seberang jalan di luar apartement, aku bisa melihat gundukan kantong sampah dan dari salah satu kantong sampah aku bisa melihat sebuah computer tua dan monitornya membentur lantai, padahal sebelumnya; aku tidak melihat ada computer disana.

Saat pacarku tiba, aku pergi ke bawah dan menyapanya. Saat ketika aku hendak masuk ke dalam mobil. Aku ingat salah satu temanku yang telah merusakkan power supply-miliknya. Jadi, aku kembali ke tempat sampah tadi untuk melihat apa yang bisa ku temukan. Monitornya tidak berharga, tapi bagian CPU sepertinya tidak memiliki kerusakan, ku putuskan memasukkanya ke bagasi mobil dan kami pun berangkat.

Hamper seminggu telah berlalu, dan aku telah benar –benar lupa pada computer tower itu, sampai pacarku menelphone dan memintaku untuk mengambil tower dalam bagasi mobilnya. Malam itu aku membawanya ke rumah, sebelum aku membongkarnya, aku mencoba komputernya apakah masih bisa berjalan, dan ternyata bisa. Computer tower itu windows Xp, dan sepertinya data computer tersebut telah di bersihkan. Aku memutuskan untuk mencari kata-kata seperti “S*x” atau “Po*n” dengan harapan dapat melihat data-data rahasia milik si pengguna sebelumnya yang lupa dia hapus. Aku mengekliknya dan tanpa hasil, aku mulai mencoba mencari di file gambar dan tak ada yang muncul, aku juga mencoba mencari file Video dan hasilnya sama saja, namun tunggu, aku mendapatkan sesuatu, sebuah File Video berjenis Avi dengan judul “Berbie” yang di sembunyikan di Windows/System32 di rectory.

Aku mulai memutarnya dan sekarang hal; ini benar-benar mengangguku.

Film itu waktunya sekitar satu jam lamanya, dan jika di lihat dari cara pengambilan videonya seperti film jenis Footage. Film di mulai dengan seorang wanita yang sedang duduk dan berbicara dengan latar belakang tembok putih. Aku hampir melewatkan seluruh bagian film, karena video itu terus menerus menampilkan hal yang sama. Kemudian, aku memutuskan untuk duduk dan benar-benar menonton film itu karena ingin tahu apa yang sebenarnya wanita itu coba katakan. Lima belas detik, pemutaran suara rekamanya benar-benar buruk dan suara perempuan itu tenggelam oleh hars static, aku tidak bisa mendengar apapun yang dia bicarakan.

Jadi, aku memindahkan file itu ke final cut dan mencoba bermain-main dengan pengaturan suara agar aku bisa mengisolasi suaranya. Ini sedikit membantu, tapi aku masih tidak bisa mendengar apa yang coba dia katakan. Sekarang aku benar-benar tertarik dan memperhatikan suara, gerak bibir, dan isyarat tubuh. Sepertinya wanita itu sedang di tanyai semacam pertanyaan, karena dia berhenti untuk mendengarkan dan kemudian terus berbicara.

Sekitar lima belas menit telah berlalu, dan wajah perempuan tersebut mulai marah dan terlihat menggelengkan kepalanya, seolah-olah pertanyaan yang di lontarkan telah menganggunya, tapi dia tetap menjawabnya. Tak lama setelah itu dia mulai menangis. Dia terisak-isak dengan histeris selama film berlangsung, salah satu kata yang bisa ku baca dari gerakan bibirnya adalah “kulit” dia mengulangi kata itu berkali-kali sepanjang film berlangsung dan bahkan pada suatu saat dia menarik kulit tanganya dan mengucapkan kata itu. Dia terlihat tidak senang akan kulitnya.

Ada beberapa hal yang harus ku cerna, tapi ini semakin larut dan aku tidak bisa lagi melanjutkanya. Jadi, aku memutuskan untuk melanjutkanya pada esok pagi, tuhan menyelamatkan jiwaku.

Ini terus berlangsung terus menerus, dan sekitar 40 menit dia terus menangis dengan keras, dia bahkan tidak melihat ke kamera, dia berhenti berbicara pada saat ini, dan sisa film hanyalah isakan tangis sambil menundukkan kepalanya. Anehnya, dia tidak mengangkat kepalanya bahkan menggerakkan tubuhnya, dan perlahan layar mulai berubah menjadi hitam.

Aku semakin bingung.

Aku sudah memutar filmnya selama berkali-kali pada malam itu, mencoba untuk mencari infleksi atau bahasa isyarat yang akan mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi, aku merasa begitu tertarik, aku ingin tahu lebih banyak. Saat itulah aku menyadari bahwa masih ada 10 menit tersisa setelah layar berubah menjadi hitam, dan setelah kehitaman layar ada sebuah rekaman tambahan.

Rekaman itu terus bergetar, bahkan hamper tidak bisa di lihat dengan jelas, dan dengan isi rekaman yang menunjukkan sepasang kaki yang berjalan di sepanjang rel kereta api, dugaanku adalah kamera tersebut tidak sengaja terbawa ke suatu tempat. Orang dalam video ini terus berjalan hamper selama 6 menit dan kemudian berbelok ke hutan dan melalui tempat yang dimana banyak dedaunan di ratakan oleh kayu lapis. Orang itu terus berjalan di atas jalan yang terbuat dari kayu sampai klip video berakhir.

Sekarang jantungku mulai berdetak kencang, karena tak jauh dari sini ada rel kereka yang tampak sangat mirip dengan yang ada dalam video. Aku harus memeriksanya.

Aku menelphone temanku Ezra, dia memiliki tinggi 6.4 kaki dan berat 250 pounds dan benar-benar berotot. Aku meyakinkanya untuk berpetualang denganku. Aku tidak memaksakan, tapi aku merasa jika harus peri ke hutan untuk mencari sesuatu, punya teman untuk di ajak tak ada salahnya. Ide untuk menyelidiki video ini benar-benar membuatku bersemangat sampai-sampai aku tidak bisa tidur.

Keesokan paginya pada hari sabtu yang cerah, aku mengambil senter, kamera dan belati sepanjang 7 inchi dengan warna hitam metal dan bergerigi, untuk berjaga-jaga. Saat aku berada di rumahnya, dia masih tidur. Ketika aku mencoba membangunkanya dia menyuruhku untuk pergi. Aku telah mengepak barang-barang yang ku butuhkan dan aku telah menyiapkan mental untuk pergi, jadi aku memutuskan untuk pergi walaupun tanpa dirinya. Aku mematikan mobil di stasiunt kereta api, dan mengambil barang-barangku dan kemudian turun ke rel kereta.

Setelah berjalan sekitar 2 jam, aku melihat sepotong kayu lapis yang telah rusak, lututku mulai gemetar dan bahkan membuat tubuhku lemas karena ketakutan.

Aku berjalan dengan perlahan, mencoba mendengarkan segala sesuatu, kadang. Aku berhenti berjalan. Dan melututkan tubuhku, hanya untuk mendengarkan sesuatu atau siapapun… tapi tempat itu begitu hening. Ini adalah salah satu hal yang paling menegangkan yang pernah ku lakukan, aku sendiri tidak tahu tempat apa yang ku harapkan dari ini semua.

Barisan pohon-pohon ini membuat sebuah jalan. Menuju sebuah lapangan rumput, dan kemudian aku melihatnya, sebuah rumah tua yang telah di makan oleh hutan. Jika dilihat sepertinya tempat itu rtelah lama di tinggalkan selama kurang lebih 20 sampai 30 tahun yang lalu. Aku mengambil kamera milikku, dan memotret beberapa tempat. Beberapa yard dari rumah tua itu ada sebuah gudang yang terbuat dari logam berkarat. Aku hanya duduk disana antara pepohonan untuk menenangkan diri.

Aku tidak ingin pergi ke lapangan rumput itu. Aku punya firasat buruk jika ada seseorang yang dapat melihatku.

Butuh beberapa saat bagiku untuk mengumpulkan keberanian pergi ke rumah itu. Pintu depan rumah itu sedikit terbuka, aku kemudian mendorong pintu itu terbuka dengan senter dan melihat bahwa sebenarnya dalam rumah itu begitu remanng-remang. Aku kembali menyimpan senterku dan mengambil kamera untuk mengambil beberapa gambar. Tidak ada furniture rumah, lantai penuh dengan batu bata dan kayu-kayu reruntuhan, bahkan, beberapa dinding memiliki lubang yang besar, aku pun kembali mengeksplorasi rumah itu, ada beberapa hal yang tak terlalu ku pikirkan saat itu. Tapi sekarang, aku telah memikirkanya dan itu benar-benar mengangguku.

Hal pertama yang menurutku aneh adalah bahwa salah satu pintu di ruang pertama yang menurutku menuju ke basement, tampak agak terlalu baru untuk rumah ini. Dan juga, itu adalah satu-satunya pintu yang terkunci di dalam rumah itu. Dan juga, aku pergi ke lantai dua, aku melihat beberapa kursi dan meja lipat yang terlalu baru untuk rumah itu.

Tapi ada hal yang benar-benar mengangguku ketika berada di rumah itu, yaitu kamar mandi, debu pada cermin di kamar mandi itu telah terhapus, dan di dalam bak mandi aku melihat terpal plastic yang masih ada tetesan air di atasnya, yang ku kira itu sedang di cuci. Saat itu lah aku mendengar sesuatu, sebuah suara erangan, dan saat itu lah aku berlari ke jendela dan segera melompat dari lantai dua rumah itu dan segera berlari ke mobil.

Setengah jalan dari sana, aku menyadari bahwa suara erangan itu adalah suara pipa air yang sedang bekerja, dan saat itu lah aku menyadari kengerian tempat itu, dan lagi pula mengapa pipa air masih bekerja dalam rumah tua yang telah di tinggalkan di sebuah hutan.

Sudah sekitar 2 bulan dari peristiwa itu dan aku tidak akan kembali kesana, maupun atau merencanakanya.



Tamat



Saturday 24 October 2015

Creepypasta Indonesia - Experience - The Dying Patient


The Dying Patient


Mataku kini sudah mulai berat,
Sakit di kakiku kian terasa merambat,
Layaknya sentakan saraf pada kawat,
Namun aku terjaga dalam jelaga hidup yang sekarat.

Matahari mulai terbit,
Namun Bulan terlihat mulai menghimpit,
Tak kala aku bagaikan di Penjara,
Dengan musim dingin membelalak marah.

Aku terpaku pada jelajar,
Dengan pandangan hujan Es yang menggelegar,
Musik dentuman perlahan mengakar, 
Namun ku tau itu arti dari kegagalan.

Darahku mulai mengalir, 
Mengisi perlahan secarik cangkir,
Sakarang waktuku telah tiba,
Menuju perjalanan terakhir.

Perlahan semuanya semakin dingin,
Namun ku tahu, semua ini tidak akan lama lagi,
Waktuku untuk menghibur diri, 
Karena sekarang aku akan menghilang selamanya.


Tamat

Creepypasta Indonesia - Experience - I Was Born An Ill Omen


I Was Born An Ill Omen

Ketika ibu melahirkanku dan mengetahui bahwa aku bayi laki-laki, ia terisak. Sedang ayah membekap wajah dengan kedua telapak tangannya sambil menangis "Andaikan saja aku tega untuk membunuhnya dan menyelamatkan keluarga kita dari penderitaan! Kita telah dikutuk, kita terkutuk!" 

Kakak tertuaku menceritakan pada kelima saudaraku tentang makhluk yang aku akan menjadi esok nanti. Bahwa aku ditakdirkan untuk menjadi strigoi mort. 



Di Romania, ada sebuah kepercayaan bahwa jika wanita melahirkan anak ke tujuh berjenis kelamin sama dengan enam lainya maka itu adalah pertanda kutukan. Anak itu memang akan hidup normal, namun pasti ia mati di usia muda. Setelah ia mati, ia akan bangkit dari kubur dan kembali pada keluarganya, menjalani hidup seolah tak terjadi apa-apa. Tetapi, seiring dengan kehidupannya, tanpa sadar ia akan menyerap paksa hawa kehidupan dari keluarganya, terus melemahkan mereka hingga akhirnya satu per satu keluarganya tewas. Makhluk inilah yang dijuluki sebagai strigoi mort.

Orang tuaku menamaiku Iosif, namun jika mereka sedang pergi, kakak-kakakku akan memanggilku 'Dracul Blestemat' atau "Iblis terkutuk." Mereka memang tak pernah menyakitiku secara fisik, bahkan sekedar mencemooh pun tidak, namun mereka selalu menjaga jarak dan jarang berbicara langsung denganku. Orang tuaku sangat baik padaku, walau sikap mereka agak kaku, bukan takut, hanya kurang santai saja menurutku. Mereka akan menanyaiku tentang sekolah, selalu memastikan rambutku tampak licin dan rapi, juga merawatku saat aku sakit. 

Aku ingat suatu malam ketika aku dan kakakku terbaring sakit dan muntah-muntah, ibu membelai lembut dahiku. "Ia sangat panas," ujarnya pada ayah, "Bersiaplah, untuk jaga-jaga."



Sepanjang malam ayah duduk disampingku, membacakan berbagai cerita dan sesekali memeriksa suhu tubuh serta denyut nadiku. Aku ingat wajah berkumisnya yang nampak kelam dan bagaimana cahaya lilin tak dapat menerangi kantung gelap matanya akibat kurang tidur. Aku ingat tangannya yang kasar dan kokoh serta aroma tembakau yang berhembus dari nafasnya saat ia membungkuk untuk mengusap dahiku. Aku ingat terdapat sebuah palu, beberapa paku dan satu kotak kayu kecil seukuran tubuhku di dekat kursinya. Sayang, saudaraku Sorin meninggal akibat demamnya malam itu di saat ayah sedang menjagaku.

Seiring dengan pertumbuhanku, aku semakin tenggelam dalam kegiatan sekolah. Aku ingin menjadi dokter, karena kota kecil tempatku hidup ini kekurangan tenaga dokter. Aku memutuskan bahwa jika aku memang dikutuk untuk menyebabkan tewasnya orang lain, maka aku akan membantu mereka untuk bertahan hidup sejauh yang aku mampu. Ketika kukabarkan ini pada orang tuaku, mereka sangat bangga padaku. Mereka berunding dengan dua saudara tertuaku yang bekerja di pabrik setempat, dan mereka setuju untuk menyisihkan uang gaji mereka demi membiayai pendidikanku. Mereka mengusap rambutku dan menjabat tanganku, berkata bahwa aku tangguh dalam melawan kutukanku. Namun tak pernah sekalipun mereka menatap mataku saat mengatakannya. Dan pada minggu yang sama, saudaraku Nandru terbunuh saat melerai perkelahian di sebuah bar. 

Guruku mulai memperhatikan kerja kerasku, ia pun menemui orang tuaku, "Iosif sangat cerdas," ungkapnya, "Dia begitu serius dengan pekerjaannya. Ia rajin datang ke sekolah, menanyakan pertanyaan yang tak dapat kami jawab. Kalau dia sudah lulus, saya rekomendasikan agar ia melanjutkan pendidikan ke Inggris. Kepala sekolah memiliki keluarga yang akan dengan senang hati menampungnya di sana."
Aku senang bukan main, namun orang tuaku dengan sopan menolak.

Sambil mengepulkan asap rokok, dalam renungannya, Ayah menyuruhku untuk pergi ke dapur mengupas kentang untuk makan malam sembari ia berbincang secara pribadi dengan guruku di ruang tamu. Seiring dengan bak cuci yang semakin dipenuhi kulit kentang, suara penuh antusias guruku mulai berubah jadi gumaman pelan. Sesaat sebelum mereka berpamitan, guru kelasku berhenti lalu berbicara padaku, "Iosif, sungguh menakjubkan cita-citamu. Kami pastikan kau dilatih oleh dokter handal setempat. Kau anak yang sangat pintar dan kau akan membuat desa ini jadi tempat yang penuh kebahagiaan."



Aku terpaku ditempat. Orangtuaku merengkuh pundakku sambil meminta maaf berulang-ulang kali. Mereka mulai membahas sesuatu yang tak bisa mereka selesaikan. Ayah menepuk kepalaku sebelum menyentuh lembut bahuku. "Kami akan menggunakan uang tabungan yang dikumpulkan kakak-kakakmu untuk membeli sesuatu yang bagus. Ayahku dulu pemain klarinet mahir, kami akan membelikanmu sebuah klarinet yang bisa kau mainkan."

Kakakku Dumitru adalah pebisnis sukses. Ia sedang berada di Budapest dalam rangka menemui keluarga tunangannya. Dalam perjalanan pulang melewati pegunungan Carpathian, mereka terjebak tanah longsor. Ia menghilang selama beberapa hari. Lalu mereka menemukan tubuhnya terhimpit di bawah batu, ia tewas karena kelaparan. Aku bermain klarinet di acara pemakamannya, sembari ayah mendekap erat ibuku yang menangis tersedu-sedu.

Menginjak usia delapan belas tahun, aku tumbuh menjadi seorang pria tampan berkharisma. Dokter setempat, Skender Anghelescu, menerimaku dibawah bimbingannya dan mengajariku tentang ilmu pengobatan. Kakak-kakakku yang masih hidup mulai akrab denganku, begurau tentang ajalku yang tak kunjung tiba, sehingga saat akhirnya aku menjelma jadi strigoi mort, takkan ada seorangpun di keluarga kami yang tersisa untuk dikutuk. Ayah tersenyum tipis mendengar guyonan kami. Rambutnya telah menipis beberapa tahun terakhir, dan wajahnya pun semakin tirus. Batuknya semakin keras dan parah setiap minggu. Maka kuajak dia menemui dokter guna melakukan tes sinar X padanya. Dokter Anghelescu meletakkan tangannya di pundakku saat kami berdua melihat hasilnya. Aku sudah tahu apa yang akan dia katakan. "Maaf, tak ada lagi yang bisa kita lakukan."

Ayahku menyerah pada kanker paru-paru sebulan kemudian. Aku bermain klarinet di pemakamannya sembari ibu meletakkan karangan bunga diatas makamnya. Kematian ayahku membawa awan mendung diatas keluarga kami. Kakak-kakakku kembali menjauh dariku, dan ibu lebih suka menghabiskan waktu duduk di kursinya di depan jendela, memandangi pegunungan.

Aku pun mulai bekerja di klinik Dokter Anghelescu dan menangani keadaan darurat jika diperlukan. 
Suatu hari telepon berdering, dan wajah Dr. Anghelescu berubah pucat sembari ia mendengarkan suara diujung seberang. "Iosif," ucapnya, "Terjadi sebuah kecelakaan dan kita dibutuhkan. Banyak korban yang terluka. Kita harus bergegas."

Kami masuk ke mobilnya dan melaju melalui kota. Aku sudah tahu dimana musibah itu terjadi, namun tetap saja perutku terasa kaku saat kami tiba di pabrik setempat dimana kakak-kakakku bekerja. Aku berlari ke arah seorang buruh, ia memegang handuk penuh darah yang ditekankan ke dahinya. "Dimana kakakku?" Aku berseru.



"Mereka bekerja di ruang yang sama," ia menjawab, "Di sebelah sana."



Aku berlari ke arah yang ia tunjuk dan mulai memindahkan bongkahan dinding. Kuais-aiskan tanganku melalui reruntuhan hingga kurasakan adanya kulit lembek dan basah diujung jari-jemariku. Kugali dan kugali potongan potongan bata serta kayu di hadapanku sampai kulihat lengan kakakku Cezar menyembul keatas. Ku pegang erat tangannya dan mulai menariknya keluar. Kudengar ia mengerang dan harapanku muncul seketika. Aku yakin dia akan selamat. Kutarik ia lebih kuat dan dapat kulihat wajahnya. Ia sangat pucat namun ia masih bisa berkedip dan mengerang. Ia masih hidup. Kebahagiaan melingkupiku dan aku menarik semakin kuat. Ia memekik kesakitan, mengeluarkan sumpah serapah. Akhirnya punggung Cezar terlepas dari himpitan reruntuhan, namun sisanya tak ada disana, hanya cairan darah yang mengalir deras meninggalkan jejak merah. Tubuhnya terbelah separuh. Kurengkuh ia dalam dekapanku, darah mengalir keluar dari mulutnya yang tersengal-sengal. Ia tak berkata apapun saat itu, hanya menatap lurus ke awang-awang hingga akhirnya ia tewas. Kakak sulungku Decebal tak pernah ditemukan. Aku bermain klarinet pada pemakaman mereka. Kuburan Cezar berada di samping makam ayah, dan dibuat sebuah plakat khusus untuk Decebal.



Kakakku yang tinggal satu, Liviu, datang dan berbicara padaku seusai pemakaman. "Iosif," ia berujar mantap, "Aku sudah muak dengan tempat ini. Aku sudah terlalu banyak menyaksikan keluargaku mati satu per satu di sini, dan aku harus meninggalkan semua kepahitanku di belakang. Aku telah memesan tiket kapal ke Amerika, dan aku takkan kembali. Pumpung kau masih hidup, jagalah ibu kita sampai ia pergi. Kau tak boleh meninggalkan desa ini karena kau adalah calon bakal strigoi mort, jika kau mati tanpa sepengetahuan kami, kau pasti akan kembali dan membuat keluarga kita menderita. Namun setelah ibu meninggal dan aku pun menghilang, kau bisa pergi menjelajahi dunia sesukamu, karena tak ada lagi anggota keluarga kita yang tersisa untuk kau sakiti. Aku tahu kita pernah bergurau tentang ini sebelumnya, tapi aku mohon, tetaplah disini sampai ibu wafat." 



Walau sedih, aku setuju dan menjabat tangan Liviu. Sore itu, Liviu bertolak dengan kereta menuju Bulgaria, disana ia akan menaiki kapal yang akan berlayar ke Amerika. Sebulan kemudian kami menerima surat yang mengabarkan bahwa kapal Liviu tenggelam di tengah lautan Mediterania. Tak seorangpun selamat.

Aku melanjutkan pendidikan medisku dibawah bimbingan Dr. Anghelescu dan akhirnya ia pun meresmikan gelarku sebagai dokter di tempat prakteknya. Ibuku menjadi semakin tak berdaya, akulah yang setiap hari membawakan belanja dan buku-buku bacaan untuknya seiring kesehatannya yang kian terpuruk. Suatu malam, dengan kepayahan ia memanggilku dan ia meletakkan tangannya di bahuku. "Anakku Iosif," bisiknya lemah, "Bertahun-tahun aku sudah jadi orang bodoh. Kami begitu percaya pada takhayul, kami takut akan apa yang dapat kau lakukan pada kami setelah kau bangkit dari kematian,sehingga kami tak pernah menghargaimu selama hidup. Dan lihatlah apa yang terjadi. Hampir seluruh anggota keluarga kita malah mati lebih dulu sebelum dirimu. Anakku, bukan kau yang dikutuk, melainkan kami. Kutukan kebodohan dan kepercayaan pada ramalan palsu. Oh Iosif maafkan ibu. Tolong maafkan kami. Maafkanlah kami semua."



Ibu terus mengulang-ulang kata-kata itu hingga ia terlelap dalam tidur panjangnya, dan aku menggenggam tangannya yang berangsur-angsur terasa dingin. Aku bermain klarinet di pemakamannya. Tubuh ibu terlihat mungil didalam peti matinya, ia terlihat begitu damai. Sesaat sebelum kututup petinya, kubisikkan kata-kata terakhirku, "Tentu aku memaafkanmu ibu. Tentu saja."

Pada musim panas selanjutnya, aku sedang bersiap untuk menjelajahi dunia ketika tiba-tiba Dr. Anghelescu memanggilku. Seorang wanita yang hamil besar datang ke klinik dan Dr. Anghelescu membutuhkan bantuanku dalam persalinan karena nampaknya bayi itu akan lahir sungsang. Aku bergegas pergi kesana dan Dr. Anghelescu menyambutku lalu kami segera melakukan operasi cesar pada wanita itu. Ketika kami menarik jabang bayi itu keluar dari rahin ibunya, perutku mengejang. Bayi itu kaku dan tak bergerak. Dr. Anghelescu segera menekankan jari jemarinya di dada si bayi. Ia menekan dengan teratur sambil memanjatkan doa. Pada saat ia selesai berdoa, seolah terjadi keajaiban, bayi itu mulai menendang dan menangis. Dr. Anghelescu tersenyum dan memeluknya. Ia membawa bayi itu ke kotak inkubator dan memasangkan alat bantu pernafasan. 



"Bayinya baik-baik saja," ia memberitahuku, "Tahukah kau, aku juga mendoakanmu saat kau lahir."



"Kau menangani proses persalinanku?" Tanyaku penasaran.



"Oh iya," ujarnya sambil mengingat kenangan lama, "Kau terlahir dengan tali pusar membelit lehermu. Kau tidak bernafas, jantungmu berhenti. Kami kira kau mati. Aku segera mencoba untuk menyelamatkanmu, ketika semua usahaku gagal, aku mulai berdoa. Sungguh ajaib, kau mulai menggeliat dan menangis, kau telah bangkit dari kematian. Omong-omong aku harus memeriksa pasien wanita tadi, bisakah kau keluar untuk memberitahu keluarga ibu-ibu itu bahwa mereka memiliki satu lagi bayi perempuan yang cantik?"

Aku tertegun sejenak disana, seluruh darah di wajahku seolah menguap. Meski masih linglung, pun aku berjalan keluar dari ruang operasi menuju ruang tunggu. Sang ayah tengah gugup menanti sambil satu tangan meremas remas topinya, dan tangan satunya menyisir rambut pirangnya yang kecoklatan. Ia mendongak dan menatapku cemas dengan mata hazel kelamnya. Disamping pria itu duduk manis sederet gadis kecil berjumlah enam orang berambut pirang kecoklatan dan bermata biru hazel.


Tamat

Creepypasta Indonesia - Experience - My Plan


My Plan

Aku sangat mencintai hidupku. Aku adalah pria yang mungkin beruntung, mendapatkan pekerjaan baik di saat krisis ekonomi.

aku memiliki rumah sendiri, dengan uang hasil jerih payahku, dan aku begitu mencintai pekerjaanku.

Aku berangkat bekerja pada pagi hari pukul 6 dan pulang pada pukul 7 malam tepat. Hidupku ku isi dengan bekerja kecuali akhir pekan, karena saat akhir pekan aku akan melakukan rutinitasku, pergi ke perpustakaan kota atau mungkin belajar memasak di tempat kursus, mengambil kelas bahasa Italy atau mencoba masakan Thailand dan sejenisnya. 

Kau tahu, bagaimana aku bisa sukses seperti ini. Aku akan memberikan sedikit rahasianya. Disiplin. Itu adalah rahasiaku. Aku selalu disiplin dalam segala hal, aku jadi ingat saat pertama kali mengikuti psikotes saat umurku baru menginjak 8 tahun, aku mendapatkan cap Briliant dari orang yang mengujiku, mereka mengatakan nilaiku ini tidak normal untuk anak seusiaku dan aku begitu hebat dalam membuat rencana, mungkin itu lah yang membuat aku begitu sukses. Aku si perencana, jadi hidupku menjadi seperti ini karena semua perencanaanku. 

Kita kembali ke dalam ‘rencanaku’ , aku menyebutnya seperti itu. Karena itu adalah daftar apa yang harus aku lakukan setiap hari.

Pukul 05.00 pagi. Aku membuat kopi dan mempersiapkan masakan yang ku beli semalam.
Pukul 05.10 pagi. Aku akan berlari-lari kecil mengelilingi halaman rumahku.
Pukul 05. 25. Aku masuk ke kamar mandi. 
Pukul 05. 40 aku selesai mandi dan mengenakan pakaian.
Pukul 05. 50 aku sarapan dan meneguk kopi.
Pukul 06.05 aku keluar dari rumahku menuju ke kantor.

Pukul 06. 10 menyapa wanita tua bernama Ka-san
Pukul 06. 15 berhenti untuk memberikan makanan untuk anjing jalanan yang ku beri nama Daroro.
Pukul 06. 20 menyapa seorang gadis SMU bernama Sawaki.
Pukul 06. 25 aku menuju kereta dan berangkat ke kantor kemudian bekerja. 
--||--
Pukul 19.00 aku sampai di rumah. 

Seperti itu lah caraku untuk hidup, aku selau akan melakukan hal seperti itu dan akan selalu seperti itu. Ini semua adalah kesetaraan dan keseimbanganku.
Hari ini adalah hari baru, jadi aku terbangun dari tidurku tepat jam 05.00 pagi seperti biasanya dan aku memulainya.

Rencanaku:

Pukul 05.00 pagi. Aku membuat kopi dan mempersiapkan masakan yang ku beli semalam.
Pukul 05.10 pagi. Aku akan berlari-lari kecil mengelilingi halaman rumahku.
Pukul 05. 25. Aku masuk ke kamar mandi. 
Pukul 05. 40 aku selesai mandi dan mengenakan pakaian.
Pukul 05. 50 aku sarapan dan meneguk kopi.
Pukul 06.05 aku keluar dari rumahku menuju ke kantor.

Pukul 06. 10 menyapa wanita tua bernama Ka-san. 
Namun ada yang aneh, aku tidak melihat wanita tua itu berdiri disini. Mungkin dia sedang sakit, ku putuskan melihat keadaanya, ternyata dugaanku benar, aku mengetuk pintunya dan dia menyuruhku untuk masuk, dia mengatakan bila hari ini tubuhnya tidak sehat, aku menyentuh tanganya dan mengatakan “semoga keadaanmu akan membaik” dia tersenyum lalu aku melanjutkan ucapanku. “jadi sekarang anda harus berdiri dan mulai melakukan rutinitas anda” 

Wanita tua itu tampak bingung dengan penjelasanku, aku mengulangi ucapanku namun dia semakin bingung, jadi aku mengangkat tubuhnya, namun wanita itu menjadi marah dan memaki diriku, dia terus mengatakan bila tubuhnya sedang sakit. Mendengar itu, aku menghempaskan tubuhnya, ku raih batu besar di sampingku lalu melemparkanya dengan keras tepat di batok kepalanya. Akhirnya wanita itu diam. Aku mengangkat tubuhnya, menyandarkanya pada tembok lalu menyapanya.

Pukul 06. 25. “Sialan” kataku terlihat kesal, aku terlambat memberi makan Daroro 10 menit yang lalu, aku melihat Daroro meringkuk disana, jadi aku mengeluarkan daging sisa dan meletakkanya tepat di depanya, namun Daroro tidak bergerak, dia mengabaikan dagingku tidak seperti biasanya. Ku lihat jam di tanganku, aku tidak bisa menunggu Daroro mulai memakanya, jadi ku buka mulutnya dengan paksa dan anjing sialan itu menggigit tanganku, melihat itu, aku membenturkan kepalanya menuju tembok dan mematahkan lehernya, saat itu, ku buka kembali mulutnya menjejalkan makanan itu ke mulutnya lalu pergi.

Aku semakin terdesak dengan waktuku. Sekarang pukul 06. 35 . aku akan terlambat menyapa Sawaki jadi aku berlari, untungnya aku tidak terlambat, Sawaki masih disana berjalan pelan, namun ada yang aneh, Sawaki tidak sendirian seperti biasanya, dia bersama seorang pria. Ini salah, seharusnya Sawaki sendirian, pria itu sudah merusak jadwalku, ku raih tongkat Kayu, lalu menghantamkan tepat di tengkuknya. Melihat itu Sawaki berteriak keras, aku tidak perduli dan terus menghujami lelaki itu dengan tongkatku hingga tidak bergerak. Setelah pria itu tidak bergerak, aku melemparkanya ke sungai sementara Sawaki tampak ketakutan dan bersandar pada tembok. Aku menyapanya lalu pergi ke kantor dan melakukan aktifitas biasaku seperti rencanaku.

Aku pulang tepat pukul 19.00 malam.

Aku bersiap akan tidur, namun tiba-tiba aku teringat dengan apa yang ku lakukan hari ini. Hampir saja rencanaku berantakan, ku raih kertas rencanaku, merobeknya lalu menulis ulang.. mulai detik ini, aku merubah rencanaku untuk besok, karena aku akan mengambil jalan lain.. 


Tamat